Nama: Rizkya Putri Leodewinta
Kelas: Sosiologi Pembangunan B/FIS UNJ/2021
Pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan pada kehidupan umat manusia dua tahun belakangan ini. Kemunculannya pertama kali dideteksi di Wuhan, Cina. Tidak membutuhkan waktu lama, wabah virus ini menjadi epidemi yang menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Pada 2 Maret 2020, kasus pertama Covid-19 terdeteksi di Indonesia, dan di tanggal 9 April 2020, wabah virus ini sudah menyebar hingga ke-34 provinsi yang ada di Indonesia.Â
Berbagai kebijakan dikeluarkan pemerintah guna memutus rantai penyebarannya, lockdown, Social Distancing, bekerja dari rumah (WFH), belajar dari rumah (PJJ), ditutupnya pusat perbelanjaan, dibekukannya penerbangan, menjadi bukti keseriusan pemerintah dari setiap negara dalam upaya menangani pandemi Covid-19 ini. Sejenak, kebijakan-kebijakan tersebut justru mengurangi jumlah emisi karbon di udara dan mengistirahatkan bumi dari polusi.
Akan tetapi kebijakan-kebijakan tersebut juga berimbas negatif. Masalah-masalah mulai bermunculan. Akibat dari kebijakan-kebijakan tersebut, kehidupan sosial masyarakat menjadi terbatas, barang-barang yang diperlukan-pun menjadi langka dan mahal. Masyarakat yang menemukan pasokan barang yang langka menjadi panic buying dan menimbun, sehingga kelangkaan semakin parah, dan menyebabkan kenaikan harga yang sangat signifikan. Tak jarang, oknum tidak bertanggung jawab juga mengambil kesempatan dalam duka kali ini.Â
Dari sektor ekonomi, berimbas akibat kelangkaan tadi, kenaikan harga juga menjadi kekhawatiran masyarakat, karena berkurangnya jam kerja mengakibatkan masalah pemotongan gaji dan bahkan tak jarang dilakukan pemutusan hubungan kerja. Masyarakat menjadi semakin stress akan masalah-masalah yang berdatangan tidak kunjung usai. Hingga pemerintah memberikan bantuan-bantuan sosial, baik itu dalam bentuk tunai, ataupun dalam bentuk bahan pokok.Â
Tidak sampai disitu, kehilangan anggota keluarga akibat virus ini juga menjadi tekanan mental bagi keluarga yang ditinggalkan. Garda terdepan seperti para dokter dan para perawat, kehabisan tenaga menangani pasien yang tak kunjung habis. Rumah-rumah sakit kehabisan tempat untuk merawat, kekurangan pasokan oksigen, dan keterbatasan akan baju pelindung dari virus ini juga sempat menghantui para garda terdepan. Tetapi mereka tetap melakukan tugas mulianya, walaupun tahu akan berhadapan langsung dengan kematian.Â
Masalah-masalah ini berdampak pada gangguan kesehatan jiwa dan juga mental berbagai kalangan masyarakat. Kepala keluarga, ibu rumah tangga, pelajar, bahkan anak-anak, juga merasakan akibat dari pandemi. Meningkatnya gangguan kesehatan jiwa seperti stress, berkurangnya pendapatan, kenaikan harga bahan pokok, kehilangan orang terdekat, sulitnya akses rumah sakit, kelangkaan masker, suplemen, dan multivitamin, menjadi masalah baru yang harus dihadapi bersama.Â
Selain masalah berkurangnya pendapatan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kemnaker pada tahun 2020, sebanyak 72.893 mengalami PHK akibat dampak dari pandemi Covid-19. Hal tersebut mengharuskan para pekerja tadi memutar otak agar tetap dapat survive dari masalah ini. Walaupun pemerintah telah memberikan bantuan sosial berupa uang tunai dan juga bahan pokok, masyarakat tetap tidak bisa terus bergantung akan hal tersebut. Karena bisa saja, sewaktu-waktu bantuan tersebut dihentikan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah motivasi dan keyakinan dalam upaya untuk bangkit dari keterpurukan yang terjadi akibat dampak dari pandemi Covid-19 ini.Â
Saat kebijakan lockdown mulai diterapkan, masyarakat memberikan beragam respon untuk menjalaninya. Salah satunya adalah dengan menjadikan hobi sebagai sumber penghasilan baru. Salah satunya adalah bercocok tanam. Dibandingkan hanya dengan berharap pada bantuan sosial yang diberikan pemerintah, bisnis ini jauh lebih bermanfaat dan berpeluang. Karena selain bisa meredakan stress akibat tidak bisa berpergian, bisnis ini juga dapat menjadi sumber pemasukan tambahan. Hal ini juga dapat menjadi sebuah solusi dalam membangkitkan kehidupan sosial, ekonomi, bahkan kesehatan jiwa dan mental masyarakat saat pandemi.Â
Bercocok tanam bisa dilakukan dengan media hidroponik ataupun budidaya tanaman hias, karena keduanya sama-sama membawa solusi, dan yang terpenting bisa dilakukan dari rumah. Dalam mewujudkannya, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan yang mendukung keberhasilan bisnis ini. Walaupun pandai dalam bercocok tanam, tetapi jika tidak memiliki ilmu dalam pemasaran, ini juga akan menjadi masalah baru. Sehingga diperlukan sebuah strategi yang baik dalam pelaksanaannya.Â
Dalam hal ini diperlukan sebuah pendekatan berupa pembangunan sosial berbasis pada pengolahan sumber yang bertumpu pada masyarakat. Pendekatan ini akan mengubah masyarakat yang tadinya pasif menjadi aktif. Jika mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah dalam bentuk langsung jadi, masyarakat hanya bersifat pasif. Sehingga disini tingkat kreativitas masyarakat, tidaklah berkembang. Akan lebih baik jika pemerintah juga memberikan bantuan berupa pelatihan-pelatihan, baik itu pelatihan menanam tanaman hidroponik ataupun menanam tanaman hias, dan juga pelatihan pemasaran dalam upaya mengembangkan bisnis yang dilakukan masyarakat. Bantuan ini juga bisa tersalurkan melalui komunitas-komunitas masyarakat sekitar.
Jika program pelatihan ini dapat berhasil, masyarakat yang tadinya hanya sekedar hobi bercocok tanam, kini hobinya dapat berpeluang menjadi sebuah bisnis yang dapat menjadi pemasukan. Begitu juga dengan masyarakat yang mungkin harus memutar otak untuk dapat survive pada pandemi ini, bisnis bercocok tanam bisa dijadikan sebuah pilihan dan juga solusi. Selain bisa menjadi sumber penghasilan baru, hal ini juga bisa menjadi salah satu gerakan untuk setidaknya menghijaukan lingkungan rumah dan menambah pasokan oksigen alami di bumi.Â
Kesimpulan
Pandemi Covid-19 yang terjadi, memanglah banyak membawa duka bagi masyarakat dunia. Tetapi jika hanya terus terpuruk tanpa mau mencari jalan keluar, selamanya ini hanya akan mengganggu kesehatan jiwa dan mental. Tekanan sosial dan ekonomi yang tidak kunjung usai, semakin memperburuk keadaan. Oleh karena itu, sebagai manusia yang dapat ingin survive pada pandemi kali ini, diperlukan sebuah usaha, motivasi, dan juga rasa optimis untuk dapat menang dari masalah kali ini. Pemerintah juga seharusnya memberikan solusi yang ikut mengaktifkan masyarakat, sehingga masyarakat tidak tumbuh hanya bergantung pada bantuan sosial yang diberikan. Selain itu, Bercocok tanam hanyalah salah satu dari banyaknya solusi yang dapat dipilih masyarakat untuk mengubah jalannya hidup akibat dampak dari pandemi Covid-19 ini. Selain dapat menjadi sebuah sumber penghasilan baru, bercocok tanam juga bisa menjadi kegiatan go green, walaupun hanya sebatas pada lingkungan sekitar. Dan yang terakhir perlu diingat juga, bahwa jalan sukses yang dimiliki setiap orang tidaklah sama, sehingga tidak perlu membandingkan jalan kesuksesan dari setiap orang.
Sumber:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Diakses pada 11 Maret 2022
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Penguatan Sistem Kesehatan dalam Pengendalian COVID-19. Diakses pada 11 Maret 2022
BBC News Indonesia. 2020. Virus corona: Dampak 'lockdown' pada penurunan polusi, akankah selamanya?. Diakses pada 11 Maret 2022
Kompas. 2020. Dampak Pandemi, Mulai dari Pemotongan Gaji hingga PHK. Diakses pada 11 Maret 2022
Liputan 6. 2021. Kemnaker: 72.983 Pekerja Kena PHK Selama Pandemi Covid-19. Diakses pada 11 Maret 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI