Mohon tunggu...
Rizkya Wimahavinda Kardono
Rizkya Wimahavinda Kardono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

IISMA 2022 Sustainable Development Goals 8 | Kelompok 8 | Batch 3

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Ketidakcukupan Tenaga Keperawatan terhadap Penerapan Kode Etik Keperawatan

20 Desember 2021   07:30 Diperbarui: 20 Desember 2021   07:38 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dunia kesehatan, termasuk keperawatan, menghadapi isu dan rintangan yang beragam tiap harinya. Salah satu masalah yang dihadapi banyak negara saat ini adalah ketidakcukupannya jumlah perawat sebagai sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas keperawatan. Masalah ini sangatlah meresahkan, mengingat perawat memiliki andil yang besar dalam sistem pelayanan kesehatan. 

Selain jumlahnya yang lebih banyak daripada profesi lain dalam suatu tatanan kesehatan, perawat adalah tenaga kesehatan yang paling dekat dan paling sering berkontak dengan pasien, memberi asuhan keperawatan selama 24 jam setiap harinya. 

Mengetahui peran perawat yang sangat krusial, sangat ironis bahwa isu yang dihadapi dunia keperawatan 10 tahun belakangan ini adalah ketidakcukupan tenaga keperawatan (Kurniawan, 2019). 

Ketidakcukupan tenaga keperawatan atau understaffing didefinisikan sebagai kondisi ketika jumlah perawat dalam suatu tatanan pelayanan kesehatan kurang dari jumlah optimal yang dibutuhkan untuk memberi pelayanan kepada klien. 

Secara umum, ketidakcukupan sumber daya dan perawat diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan tenaga keperawatan yang tidak diimbangi dengan jumlah perawat yang memadai (Kurniawan, 2019). 

Jika membahas mengenai penyebabnya, krisis perawat dan sumber daya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Menurut Haddad et al. (2020), populasi yang menua, tenaga kerja yang menua, burnout pada perawat, kekerasan di tatanan kesehatan, karir dan keluarga, serta persebaran perawat yang tidak merata menjadi faktor potensial penyebab masalah ketidakcukupan tenaga keperawatan.  

Faktor yang pertama adalah populasi yang menua. Saat ini, Indonesia termasuk negara yang perlahan mengalami peningkatan penduduk tua (ageing population), mencapai 9,6% dari total populasi keseluruhan (TNP2K & The SMERU Research Institute, 2020). 

Semakin menuanya populasi masyarakat berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Pada realitasnya, orang yang berusia lanjut tidak jarang memiliki lebih dari satu penyakit dan komorbid yang mengharuskan mereka untuk mendapat perawatan berkelanjutan dari perawat (Haddad et al., 2020). Akan tetapi, peningkatan jumlah penduduk tua yang membutuhkan perawatan tidak seimbang dengan jumlah tenaga keperawatan yang tersedia saat ini.

Faktor lain yang menyebabkan ketidakcukupannya tenaga keperawatan adalah tenaga kerja yang menua. Seperti populasi yang diberi perawatan, tenaga keperawatan juga kian menua. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Haddad et al. (2020), jumlah tenaga keperawatan, mencakup perawat praktisi dan akademisi, yang berusia lebih dari 50 tahun mencapai sekitar 1 juta orang. Hal ini berarti bahwa sekitar  15 tahun yang akan datang, akan terjadi kekurangan tenaga keperawatan yang besar akibat pensiun. 

Di sisi akademik, masalah ini menyebabkan ketidakcukupan perawat pendidik untuk keperluan melatih lebih banyak calon perawat. Selain itu, sedikitnya tenaga pendidik di fakultas keperawatan berdampak pada terbatasnya jumlah perawat yang dapat dihasilkan sebuah institusi keperawatan karena dibatasinya pendaftaran (Haddad et al., 2020)

Faktor selanjutnya adalah perawat mengalami burnout. Burnout diartikan sebagai tahap kelelahan atau kondisi stres kronis (Berman et al., 2016; Potter et al., 2013). Menurut Potter et al. (2013), sering kali perawat mengalami burnout karena memberikan perawatan yang intens dan terus-menerus yang berakibat pada kelelahan emosional, kehilangan identitas pribadi, dan perasaan gagal. Burnout menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi ketidakcukupan tenaga keperawatan karena dapat menjadi salah satu alasan perawat meninggalkan profesinya (Haddad et al., 2020).

Selain burnout, masalah lain di lingkungan kerja perawat yang berkontribusi pada ketidakcukupan tenaga keperawatan adalah kekerasan di tatanan kesehatan. Kekerasan fisik dan emosional menyebabkan lingkungan kerja yang tidak nyaman dan penuh tekanan (Haddad et al., 2020). Hal inilah yang kemudian membuat perawat merasa tidak puas akan pekerjaannya dan berdampak pada performanya sebagai profesional.   

Adapun faktor karir dan keluarga pada isu kurangnya tenaga keperawatan. Hingga saat ini, mayoritas tenaga keperawatan adalah wanita. Tidak jarang ketika seorang perawat menjadi ibu, perawat tersebut memilih untuk meninggalkan profesinya untuk melahirkan dan mengurus anaknya. Walaupun beberapa ada yang kembali ke profesi keperawatan setelah masa tersebut, tidak sedikit juga yang meninggalkan keperawatan untuk mengejar pekerjaan lain (Haddad et al., 2020).  

Persebaran perawat yang tidak merata  juga menjadi salah satu faktor ketidakcukupannya tenaga keperawatan. Menurut data yang diperoleh Badan PPSDM Kesehatan Republik Indonesia (2020), mayoritas tenaga keperawatan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Timur dan DKI Jakarta. 

Namun, dengan jumlah tenaga keperawatan yang banyak di provinsi dengan penduduk yang banyak pula, pelayanan keperawatan masih tidak efisien karena persebaran perawat yang tidak merata dan hanya terpusat di kota-kota besar. 

Bahkan, di pulau dengan jumlah perawat terbesar di Indonesia, Pulau Jawa, satu perawat harus melayani sebanyak 815 jiwa (Kementerian Kesehatan dan SUSENAS, 2019 dikutip dalam Maharrani dan Syaifudin, 2020).

Melihat penjelasan di atas, kita sadar bahwa masalah understaffing disebabkan oleh banyak hal. Selain berdampak sangat signifikan pada pemberian asuhan keperawatan pada klien, masalah ketidakcukupan tenaga keperawatan berpotensi mengakibatkan tidak terlaksananya pokok-pokok Kode Etik Keperawatan Indonesia.

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat memiliki Kode Etik Keperawatan yang ditetapkan sebagai standar profesional untuk panduan berperilaku dan membantu perawat untuk mengambil keputusan (Utami et al., 2016). Kode Etik Keperawatan Indonesia mengatur berbagai hubungan perawat, salah satunya adalah hubungan perawat dan praktik. Terdapat empat hal pokok terkait hubungan perawat dan praktik pada Kode Etik Keperawatan Indonesia (Utami et al., 2016) :

  1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar terus menerus
  2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien
  3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
  4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

Pelaksanaan Kode Etik Keperawatan sangat terpengaruh dengan adanya isu understaffing pada tatanan kesehatan. Butir pertama pada pada penjabaran di atas, yakni “Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar terus menerus” dapat tidak terpenuhi karena ketidakcukupan tenaga keperawatan berdampak terhadap motivasi perawat. 

Menghadapi pasien dalam jumlah yang banyak dan beban kerja yang berat dapat membuat perawat tidak puas dan bahagia atas pekerjaannya. Ketidakpuasan ini dapat menyebabkan menurun dan hilangnya komitmen, keengganan untuk mengasah kemampuan dan keterampilan lebih lanjut, serta rasa frustasi yang akhirnya menumbuhkan sikap negatif pada pekerjaannya sebagai perawat (Carayon dan Gurses, 2008).

Adapun butir kedua, yakni “Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien” yang juga dapat tidak terpenuhi. Ketidakcukupan tenaga keperawatan meningkatkan beban kerja perawat dan tingkat kesalahan. 

Kondisi beban kerja yang berat menyulitkan perawat untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan sehingga berisiko membahayakan nyawa pasien dan diri perawat, contohnya perawat lupa mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pada pasien (Carayon dan Gurses, 2008). Selain itu, risiko terjadinya kesalahan atau error juga tinggi karena understaffing mengharuskan perawat untuk melayani banyak pasien, contohnya perawat lupa memberikan pasien obat dan salah mendokumentasikan tindakan (Carayon dan Gurses, 2008). Hal seperti inilah yang secara langsung menurunkan kualitas pelayanan keperawatan. 

Selanjutnya adalah tidak terpenuhinya butir ketiga yang berbunyi “Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain”. Menurut Carayon dan Gurses (2008), beban kerja yang bertambah dengan waktu jaga yang terbatas membuat seorang perawat tidak dapat melakukan tugas dan praktik keperawatannya dengan aman dan berisiko untuk mengambil keputusan dengan tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan hal-hal krusial bagi kesehatan pasien. Selain itu, perawat juga tidak dapat memonitor pasien secara menyeluruh yang mengakibatkan komunikasi terapeutik antara pasien-perawat dan komunikasi interprofesional antara perawat-tenaga kesehatan lain terabaikan (Carayon dan Gurses, 2008). 

Butir terakhir yang dapat terabaikan akibat understaffing pada poin hubungan perawat dan praktik berbunyi “Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional”. Salah satu dampak signifikan pada isu understaffing adalah perawat mengalami kelelahan dan burnout (Carayon & Gurses, 2008). Tidak hanya dapat mengakibatkan ketidakcukupan tenaga keperawatan, burnout juga dapat menjadi dampak dari masalah ini. Sering kali masalah understaffing menyebabkan perawat harus melakukan jaga/shift dengan durasi yang panjang, beban yang berat, dan pasien yang banyak. Hal ini menyebabkan perawat tertekan secara emosional, kelelahan, dan stres sehingga mengalami penurunan sumber daya fisik dan kognitif untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan optimal (Carayon dan Gurses, 2008). 

Isu ketidakcukupan sumber daya manusia di bidang keperawatan bukanlah isu yang mudah untuk diatasi. Selain disebabkan oleh multifaktor yang melibatkan banyak pihak, masalah understaffing memerlukan waktu yang lama untuk diatasi. Walaupun demikian, terdapat 10 strategi yang dapat dilakukan oleh perawat untuk menghadapi ketidakcukupan tenaga keperawatan menurut Laskowski-Jones dan Toulson (2007)  :

  1. Memprioritaskan tugas keperawatan
  2. Mengorganisir beban pekerjaan
  3. Berperan aktif dalam kerja tim (teamwork)
  4. Memanfaatkan pendelegasian tugas kepada perawat lain dengan bijak
  5. Merekrut tenaga kerja tambahan
  6. Berkomunikasi dengan efektif dan jelas
  7. Mengkomunikasikan masalah ketidakcukupan tenaga keperawatan kepada pihak yang berwenang (contoh : manajer keperawatan)
  8. Melibatkan keluarga dan kerabat pasien secara aktif dalam proses keperawatan
  9. Menjaga kesehatan diri sendiri
  10. Menjaga sikap dan pikiran yang positif

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa isu ketidakcukupan tenaga keperawatan merupakan isu kompleks yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan masalah understaffing perawat dapat muncul dari internal diri perawat, seperti burnout, dan eksternal dari lingkungan perawat kerja, seperti kekerasan di tatanan kesehatan. Tanpa kita sadari, ketidakcukupan tenaga keperawatan berkaitan erat pada penerapan kode etik keperawatan yang menjadi panduan perawat dalam memberikan perawatan kepada pasien. Apabila tidak segera diatasi, masalah ini akan menyebabkan menurunnya kualitas asuhan keperawatan yang berdampak pada penurunan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. 

Daftar Pustaka

Berman, A., Snyder, S. J., & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Pearson Education Inc.

Carayon, P., & Gurses, A. P. (2008). Nursing Workload and Patient Safety—A Human Factors Engineering Perspective. In R. G. Hughes, Patient Safety and Quality : An Evidence-Based handbook for Nurses. Rockville: AHRQ Publication. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2651/ 

Haddad, L. M., Annamaraju, P., & Toney-Butler, T. J. (2020). Nursing Shortage. National Center for Biotechnology Information. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493175/ 

Indonesia, K. K. (2020). Data SDM Kesehatan yang didayagunakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) di Indonesia. Retrieved from Badan PPSDM Kesehatan: http://bppsdmk.kemkes.go.id/info_sdmk/info/ 

Kurniawan, W. (2019, March 19). Bagaimana Menyikapi Krisis Kekurangan Perawat? Retrieved from STIKes YPIB Majalengka: https://stikesypib.ac.id/editorial/bagaimana-menyikapi-krisis-kekurangan-perawat/

Laskowski-Jones, L., & Toulson, K. (2007). Top 10 Tips for Coping with Short Staffing. National Library of medicine. https://doi.org/10.1097/01.nurse.0000298012.99140.46 

Maharrani, A., & Syaifudin, N. (2020, May 13). Distribusi Tenaga kesehatan Tak Kunjung Merata. Retrieved from Lokadata: https://lokadata.id/artikel/distribusi-tenaga-kesehatan-tak-kunjung-merata

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals of Nursing. Missouri: Mosby.

The National Team for the Acceleration of Poverty Reduction (TNP2K), & The SMERU Research Institute. (2020). The Situation of the Elderly in Indonesia and Access to Social Protection Programs: Secondary Data Analysis. Retrieved from The National Team for the Acceleration of Poverty Reduction (TNP2K): http://tnp2k.go.id/download/83338Elderly%20Study%20-%20Secondary%20Data%20Analysis.pdf   

Utami, N. W., Agustine, U., & Happy, R. E. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun