Mohon tunggu...
Rizkya Wimahavinda Kardono
Rizkya Wimahavinda Kardono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

IISMA 2022 Sustainable Development Goals 8 | Kelompok 8 | Batch 3

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Ketidakcukupan Tenaga Keperawatan terhadap Penerapan Kode Etik Keperawatan

20 Desember 2021   07:30 Diperbarui: 20 Desember 2021   07:38 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Selain burnout, masalah lain di lingkungan kerja perawat yang berkontribusi pada ketidakcukupan tenaga keperawatan adalah kekerasan di tatanan kesehatan. Kekerasan fisik dan emosional menyebabkan lingkungan kerja yang tidak nyaman dan penuh tekanan (Haddad et al., 2020). Hal inilah yang kemudian membuat perawat merasa tidak puas akan pekerjaannya dan berdampak pada performanya sebagai profesional.   

Adapun faktor karir dan keluarga pada isu kurangnya tenaga keperawatan. Hingga saat ini, mayoritas tenaga keperawatan adalah wanita. Tidak jarang ketika seorang perawat menjadi ibu, perawat tersebut memilih untuk meninggalkan profesinya untuk melahirkan dan mengurus anaknya. Walaupun beberapa ada yang kembali ke profesi keperawatan setelah masa tersebut, tidak sedikit juga yang meninggalkan keperawatan untuk mengejar pekerjaan lain (Haddad et al., 2020).  

Persebaran perawat yang tidak merata  juga menjadi salah satu faktor ketidakcukupannya tenaga keperawatan. Menurut data yang diperoleh Badan PPSDM Kesehatan Republik Indonesia (2020), mayoritas tenaga keperawatan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Timur dan DKI Jakarta. 

Namun, dengan jumlah tenaga keperawatan yang banyak di provinsi dengan penduduk yang banyak pula, pelayanan keperawatan masih tidak efisien karena persebaran perawat yang tidak merata dan hanya terpusat di kota-kota besar. 

Bahkan, di pulau dengan jumlah perawat terbesar di Indonesia, Pulau Jawa, satu perawat harus melayani sebanyak 815 jiwa (Kementerian Kesehatan dan SUSENAS, 2019 dikutip dalam Maharrani dan Syaifudin, 2020).

Melihat penjelasan di atas, kita sadar bahwa masalah understaffing disebabkan oleh banyak hal. Selain berdampak sangat signifikan pada pemberian asuhan keperawatan pada klien, masalah ketidakcukupan tenaga keperawatan berpotensi mengakibatkan tidak terlaksananya pokok-pokok Kode Etik Keperawatan Indonesia.

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat memiliki Kode Etik Keperawatan yang ditetapkan sebagai standar profesional untuk panduan berperilaku dan membantu perawat untuk mengambil keputusan (Utami et al., 2016). Kode Etik Keperawatan Indonesia mengatur berbagai hubungan perawat, salah satunya adalah hubungan perawat dan praktik. Terdapat empat hal pokok terkait hubungan perawat dan praktik pada Kode Etik Keperawatan Indonesia (Utami et al., 2016) :

  1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar terus menerus
  2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien
  3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
  4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

Pelaksanaan Kode Etik Keperawatan sangat terpengaruh dengan adanya isu understaffing pada tatanan kesehatan. Butir pertama pada pada penjabaran di atas, yakni “Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar terus menerus” dapat tidak terpenuhi karena ketidakcukupan tenaga keperawatan berdampak terhadap motivasi perawat. 

Menghadapi pasien dalam jumlah yang banyak dan beban kerja yang berat dapat membuat perawat tidak puas dan bahagia atas pekerjaannya. Ketidakpuasan ini dapat menyebabkan menurun dan hilangnya komitmen, keengganan untuk mengasah kemampuan dan keterampilan lebih lanjut, serta rasa frustasi yang akhirnya menumbuhkan sikap negatif pada pekerjaannya sebagai perawat (Carayon dan Gurses, 2008).

Adapun butir kedua, yakni “Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien” yang juga dapat tidak terpenuhi. Ketidakcukupan tenaga keperawatan meningkatkan beban kerja perawat dan tingkat kesalahan. 

Kondisi beban kerja yang berat menyulitkan perawat untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan sehingga berisiko membahayakan nyawa pasien dan diri perawat, contohnya perawat lupa mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pada pasien (Carayon dan Gurses, 2008). Selain itu, risiko terjadinya kesalahan atau error juga tinggi karena understaffing mengharuskan perawat untuk melayani banyak pasien, contohnya perawat lupa memberikan pasien obat dan salah mendokumentasikan tindakan (Carayon dan Gurses, 2008). Hal seperti inilah yang secara langsung menurunkan kualitas pelayanan keperawatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun