[caption caption="Photo by: Rizky"][/caption]Apa yang pertama terpikir ketika kita mendengar kata Kalimantan? Hutan. Ya, pulau terbesar ke-3 di dunia ini memang memiliki belantara raya yang begitu kaya. Hasil hutan dan hasil tambang menjadi sumber kekayaan utama pulau ini. Dari Kota Balikpapan, trip yang sangat menaningfull menyibak belantara raya Pulau Borneo ini dimulai. Meskipun di Pulau ini ada banyak destinasi wisata yang mantap, tapi rasanya ada yang kurang kalau kita mengunjungi Pulau ini tetapi tidak menjamah hutannya.
Dalam Datsun Risers Expedition, saya dan 14 risers lainnya yang sebagian besar adalah Kompasianers berkesempatan mengendarai kendaraan sendiri secara bergantian untuk menikmati track Bumi Kutai Kertanegara. Menempuh ratusan kilometer menyibak hutan belantara, alas gung liwang-liwung menjadi pengalaman baru yang begitu mengesankan.  Â
Hari Pertama : Balikpapan - Samarinda - Sangatta
Pukul 09.00 pagi WITA, lima unit mobil Datsun Go+ Panca yang sudah tersedia di anjungan kedatangan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan siap dibejek gasnya untuk segera dimulainya trip. Secara berurut-urutan mobil-mobil tersebut melaju perlahan meninggalkan Kota Balikpapan menuju Ibukota Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Urutan di depan sendiri adalah mobil Riser Captain (RC) sementara dibelakang membuntuti ada tujuh mobil lagi, termasuk di dalamnya adalah kendaraan dokumentasi, logistik, mekanik dan sweeper.Â
Dari Kota pintu gerbang Kalimantan Timur ini, tempat yang akan dituju di penghujung trip ini adalah Gugusan Kepulauan Derawan yang merupakan gugusan Pulau terdepan, hanya diselai Laut Sulawesi saja sebagai batas dengan Malaysia dan Filipina. Karena itu, ekspedisi kali ini dinamai "Wisata Pulau Terdepan". Rute yang ditempuh dalam trip ini sebenarnya bukanlah satu-satunya akses yang bisa ditempuh untuk menyambangi eksotisme Derawan. Selain jalur darat ini, wisatawan bisa memilih jalur udara melalui Bandara Kalimarau, Berau. Akan tetapi, seperti yang disebutkan tadi, menjadi kurang terasa Kalimantan-nya kalau ujug-ujug bertemu air, ikan dan terumbu karang, tidak menikmati hutan belantaranya terlebih dahulu.
Setelah menempuh kountur jalan yang berbukit-bukit juga berkelak-kelok, di tengah hari kita sudah sampai di Kota Samarinda. Setelah melewati jembatan panjang yang membentang di atas Sungai Mahakam, sampailah kita di Showroom Nissan - Datsun Sempaja. Agenda di tempat ini adalah briefing dilanjutkan dengan flag-off alias upacara pelepasan konvoi. Dalam briefing yang dipimpin oleh Bung Tony, sang Riser Captain, seluruh riser diberi pembekalan mengenai tata cara konvoi, safe riding dan petunjuk teknik komunikasi antar mobil melalui rig. Sehingga di jalan tidak ada salip-salipan, semua beriringan saling membantu dan berbagi informasi satu sama lain.Â
Keakraban antar riser justru terbangun di gelombang radio melalui rig yang tersedia di tiap-tiap mobil. Selain lampu sen, lampu hazzard, lampu utama dan klakson, rig sangat membantu komunikasi seputar perjalanan. Teknisnya adalah kendaraan didepannya memberi aba-aba kepada kendaraan dibelakangnya, itu dilakukan secara estafet. Sehingga tiap-tiap riser memiliki kewaspadaan ketika didepan didepan ada lubang yang harus dihindari, ada penyeberang jalan atau ketika harus mengurangi kecepatan. Kendaraan di depan juga menginformasikan aman atau tidaknya untuk menyusul mendahului ketika arak-arakan konvoi harus menyalip kendaraan lain, ini berguna sekali mengingat 90% rute yang kita tempuh adalah jalan berkelak-kelok yang tidak clear of sight untuk mendahului. Bagi para riser kompasianer yang hampir semuanya adalah pengendara awam bermodal SIM A saja, ini adalah pengalaman baru sekaligus edukasi yang sangat bermanfaat seputar adab di jalanan.
Menurut Indriani Hadiwidjaja atau Mbak Indri yang merupakan Head of Datsun Indonesia, konvoi kali ini sengaja tidak menggunakan vorider dari kepolisian. Hal ini agar para riser berkonvoi secara santun, karena kalau ada pengawalan alias vorider, kecenderungannya konvoi akan menjadi arogan, merasa sok menguasai jalanan. Meskipun tanpa vorider, dengan keandalan sang Captain dan komunikasi yang baik antar riser, iring-iringan dapat melaju dengan aman juga cepat. Pikir saya di awal, ketika tak ada vorider, pasti lelet ini jalannya. Terlebih kawan jalanan kita adalah truk dan tanky yang besar-besar yang memakan badan. Nyatanya bahkan sempat kita bisa membejek gas hingga 120 km/jam.
Setelah flag-off di Bumi Persisam Mania, sekitar jam 15.00 perjalanan berlanjut menuju Sangatta, Ibukota Kabupaten Kutai Timur. Medan kali ini lebih berat dari track sebelumnya, tetapi jalannya sudah aspal mulus, hanya ada kerusakan di beberapa bagian saja. Melintasi jalan ini kita akan melintasi tempat yang dikenal sebagai Bukit Suharto, bukit berupa hutan yang terdiri dari pepohonan tinggi nan lebat.Â
Pada perjalanan kali ini, lupakan dulu kemanjaan menjelajah Jawa. Di rute yang kita tempuh, kiri-kanannya hutan. Minimarket dan SPBU amatlah jarang. Ketika beberapa riser dilanda hasrat untuk buang air kecil, hanya toilet di warung makan yang bisa diandalkan. Di Bukit Menangis orang menyebutnya, konvoi istirahat beberapa saat untuk minum-minum kopi sambil menunggu antrian toilet. Dua buah toilet dengan air terbatas diantri oleh belasan riser. Kesempatan berhenti dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memotret dan membuat video, juga untuk selfie dan welfie. Maklum, indah nian pemandangan hutannya.
[caption caption="Photo by: Rizky"]
[caption caption="Photo by : Nanang"]
Jam 20.00 lebih, konvoi hari pertama diakhiri di Q-Hotel, salah satu hotel terbaik di kota Sangatta. Walau bukan hotel berbintang, tetapi interior bangunan bertema minimalis dan kelihatannya masih baru, membuat hotel ini cukup nyaman untuk beristirahat. Q-Hotel mungkin termasuk kelas hotel budget, tetapi kamarnya memiliki kamar mandi yang luas, dilengkapi dengan beranda kecil, serta tersedia pemanas air, teh dan kopi. Parkiran hotel ini sangat luas, pembaca yang kelak ingin mencobai jalur darat Balikpapan-Derawan dan memilih hotel ini untuk singgah tidak perlu bingung memarkir kendaraaannya.Â
Tiba di hotel, kita disuguhi lezatnya menu ikan dan soto. Sambil makan malam sambil evaluasi perjalanan hari pertama dan briefing persiapan perjalanan hari kedua. Setelah sepanjang perjalanan jarang sekali mendapatkan sinyal, hore, akhirnya free wifi kini di tangan. Sayangnya satu kamar hanya bisa satu akun. Tiap tim harus berebut kalau tidak mau bergantian. Sinyal handphone dan internet adalah tanda kesenjangan Jawa dan Luar Jawa yang begitu kentara.  Kalau sepanjang jalanan Jawa kita bisa asik ber-sosmed ria, tidak di Kalimantan. Tidak tertinggal rombongan, tetap dalam jangkauan radio rig dan iman kepada GPS adalah tips aman tidak tersesat di lebatnya belantara. Belantara lebat yang saya membayangkan ini seperti di Jurassic Park, yang tiba-tiba bisa saja nongol Dinosaurus. Tetapi itu si tidak terjadi, paling orang utan yang kerap terlihat bergelantungan menyambut di beberapa bagian hutan.Â
Hari Kedua : Sangatta - Miau Baru - Tanjung Redeb
Setelah semalam beristirahat sambil mengerjakan report harian berupa tulisan, foto dan video. Jam 07.00 pagi seluruh riser sudah sarapan dan peregangan tubuh. Riser yang terbagi tiap mobil masing-masing 3 orang ini siap melanjutkan perjalanan dengan rotasi driver diatur masing-masing. Dari Sangatta, kita akan melewati daerah Muara Wahau, menuju Kongbeng, tepatnya Desa Miau Baru. Di Desa ini, kita akan berinteraksi dengan masyarakat dan anak-anak setempat di Rumah Dayak Miau Baru.
Di jalan yang kita tempuh kali ini, tidak banyak rumah penduduk yang terlihat. Hutan dan semak belukar mendominasi pemandangan. Medan jalan yang dulunya berat kini sudah nyaman dilalui karena hampir semua ruas jalan sudah diaspal. Walau tetap ada kerusakan disana-sini. Di Kecamatan Muara Wahau rombongan berhenti sejenak untuk sekedar meluruskan badan dan menyambangi toilet. Saya terkesima ketika melihat antrian panjang di satu-satunya SPBU di daerah ini, ada ratusan mobil sudah berderet dalam kondisi mesin mati, mereka menunggu tanki pemasok bahan bakar yang tak kunjung datang. Oh, repotnya untuk sekedar mendapatkan bahan bakar di tempat ini, daripada menunggu lama mungkin orang lebih baik membeli bahan bakar eceran saja. Bensin eceran dijual Rp 10.000 perliter disini.
Hajat ke toilet kali ini ditunaikan di sebuah warung makan Lamongan. Di samping warung tersebut ada warung makan Kebumen. Di beberapa titik pemberhentian, selalu saja bertemu orang Jawa. Beberapa diantaranya mereka ditakdirkan menetap di Pulau ini karena program transmigrasi sejak era Pak Harto dulu. Begitulah, Indonesia yang begitu luasnya, tapi dimana-mana kita bertemu saudara.Â
Lewat tengah hari, akhirnya rombongan tiba di Rumah Dayak Miau Baru. Rumah tradisional Dayak disebut Lamin. Lamin yang digunakan untuk kegiatan interaksi sosial kali ini terbilang cukup besar, ini semacam auditorium yang mungkin bisa menampung 1.000 orang. Di tempat ini, manajemen Datsun melaksanakan program CSR berupa pemberian bantuan alat sekolah dan uang tunai untuk anak-anak di SDN 1 Miau baru. Di tempat ini pula, para riser membentuk kelas inspirasi singkat kepada anak-anak sekolah yang datang. Beragam materi yang diberikan, mulai dari motivasi cita-cita, menyanyi, dongeng dan sastra serta penyuluhan kesehatan singkat.Â
[caption caption="Photo by: Shendy"]
Dari Sangatta hingga Kelay, selain hutan dan rumah-rumah panggung, kita juga bisa menyaksikan ladang kelapa sawit serta blok-blok pertambangan. PT Kaltim Prima Coal adalah tambang terbesar yang beroperasi di sini, blok ekslorasinya bisa kita lihat di sisi kanan ruas jalan yang kita lalui. Lepas dari Kelay, tidak ada lagi tambang dan semakin tidak terlihat rumah-rumah, ini hutan yang paling gung liwang-liwung yang harus kita lewati. Kemalaman di rute ini adalah hal yang mengerikan. Terlebih beberapa ruas jalan masih dalam proses pengerukan dan pengaspalan.
Mobil riser 3 satu-satunya mobil yang dikendarai oleh perempuan-perempuan itu sempat mogok ditengah tanjakan yang rusak, sepertinya terjadi gagal RPM sehingga roda depan mengalami spin seperti gangsing. Tapi ketika beberapa orang hendak mendorong, mereka sudah bisa mengatasi keadaan dan melaju kembali dengan baik. Datsun Go+ Panca memakai sistem penarik depan. Permainan persneling harus cantik agar tidak terjadi spin pada roda depan saat harus menanjak di jalan yang rusak. Mobil penarik depan pada aslinya lebih ramah untuk di jalan datar, bukan di tanjakan. Tetapi itu bisa disiasati, tipsnya adalah dengan menjaga keseimbangan dalam menginjak pedal gas dan kopling, RPM dipertahankan jangan sampai dibawah 1.500. Tetap melaju dengan gigi rendah walau perlahan ketika jalan rusak, daripada ancang-ancang kencang dari bawah tapi berhenti di tengah tanjakan.Â
[caption caption="Photo by: Rizky"]
Jam 20.00 perjalanan panjang hari kedua berakhir. Alhamdulillah, tidak ada mesin mogok, tidak ada ban pecah, tidak ada seruduk akibat gagal rem juga tidak ada body lecet. Malam ini, riser beristirahat di Cantika Swara, resort mewah dengan gaya paduan antara Rumah Dayak dan arsitektur modern di kota Tanjung Redeb.
Resort bintang empat ini menyuguhkan makan malam yang komplit lagi mengenyangkan. Sayangnya, free wifi yang disediakan tidak sebagus kelas bintangnya. Beberapa riser kesal sendiri karena keterbatasan sinyal internet yang bisa diakses, sementara tugas report dari ekspedisi ini sangat membutuhkan keandalan koneksi internet, yakni untuk mengunggah tulisan, foto juga video. Dengan kualitas sinyal internet yang alakadarnya, minimal kita tetap bisa bercuap-cuap antar akun sosmed.
[caption caption="Photo by: Nanang"]
Memasuki pagi di hari ketiga, sekalipun tadi malam banyak yang begadang menunggu peruntungan mendapatkan sinyal internet yang bagus, tapi kali ini tidak ada yang bangun kesiangan. Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba, kali ini kita akan menyeberang menuju Pulau Derawan. Siapa yang tidak kepincut dengan iming-iming promosi wisata Pulau mungil di sisi timur Pulau Kalimantan ini? Biota dan ekosistem bawah laut yang masih perawan dan menawan menanti untuk kita sambangi.Â
Sepuluh menit meluncur dari resort tempat bermalam kita, sampailah kita Dermaga Tanjung Batu. Di Dermaga inilah kita akan menempuh perjalanan sekitar 1 jam 30 menit untuk menuju si Pulau mungil Derawan. Ada pilihan boat kecil yang bisa memuat 4 - 5 orang ada juga boat yang lebih besar yang dapat menampung 20 - 25 orang. Tarif boar kecil Rp 500.000, sedangkan tarif boat yang lebih besar Rp 4.000.000 atau tergantung nego. Namun, kali ini kita tak perlu repot-repot nego, bahkan tak perlu repot-repot merogoh kocek, karena ekspedisi ini sudah full service dijamu oleh Manajemen Datsun.Â
Setelah melaju di atas boat yang dipacu dengan kecepatan cukup tinggi, sampailah kita di Pulau Derawan. Derawan Dive Resort dipilihkan untuk kita bermalam di pulau yang hanya perlu 1 jam untuk dikitari dengan berjalan kaki. Jam 11.00 sambil menunggu makan siang, kita merebahkan badan di kamar masing-masing. Satu kamar berisi tiga bed, diisi oleh 3 orang. Beberapa kamar berada dibuat menjorok ke pantai, berada di atas air, aih asiknya.
[caption caption="Photo by: Rizky"]
[caption caption="Photo by: Rizky"]
Ketika matahari sudah mulai mengendorkan teriknya, kita bergeser menuju spot snorkeling. Snorkel dan fin yang seharusnya menyewa Rp 50.000/set sudah tersedia di dermaga, tinggal memakai saja. Jadilah kita ramai-ramai mencebur dalam beningnya laut Derawan. Berenang bersama aneka ikan warna-warni dengan jenis yang entah berapa ratus ragam. Aduhai sekali menikmati indahnya terumbu karang milik masyarakat penghuni bawah laut Derawan. Sedang kemana ini Sponge Bob dan Patrick? Haha..
Kalau ada yang disayangkan adalah instruktur snorkeling yang kurang kooperatif. Tapi, sudah lebih dari puas si menjelajah keindahan bawah laut sendiri-sendiri, walaupun mungkin instruktur snorkeling bisa memandu untuk menyelam ke titik-titik yang lebih eksotis lagi. Oh ya, yang unik dari Derawan salah satunya adalah adanya habitat penyu. Aih, baru pertama kali saya melihat penyu berenang cantik dengan sesekali memunculkan kepala dan tubuhnya ke atas permukaan air.
[caption caption="Photo by: Rizky"]
Mereka beruntung, mempunyai laboratorium pembelajaran alami yang begitu luas dan bebasnya. Menyatu dengan alam, tumbuh besar bersama kearifan leluhur dalam menjaga apa yang alam sajikan untuk kita. Pembelajaran seperti ini tidak kalah unggul dibanding pendidikan teknik di dunia industri misalnya. Karena memang alam dan tantangan hidup yang mereka hadapi adalah laut dengan kekayaan biotanya. Kalau mereka serius belajar menggunakan media alam yang mereka hadapi itu, mereka punya peluang sukses yang sama dengan anak-anak di perkotaan.
Menjelang senja, suka-cita snorkeling dipungkasi dengan berbilas mandi dilanjutkan dengan berburu sunset. Pulau ini terbilang cukup kecil, spot sunset (matahari terbenam) dan sunrise (matahari terbit) keduanya ada di pulau ini dengan jarak kedua spot yang tidak sampai berkeringat kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Lengkap sekali panorama yang disuguhkan pulau ini. Jadi teringat kata Pak Presiden di Raja Ampat waktu itu, "Tempat seperti ini, negeri kita punya banyak". Wah, semakin bernafsu saja untuk menjelajah dan menjamah sisi eksotis Indonesia lainnya. Haha, tak apa... nafsu yang positif inih.
Hari Keempat : Derawan - Kakaban - Tanjung Redeb
Meski kamar tidur ber-AC di Derawan Dive Resort cukup nyaman, tapi saya tak mau bangun kesiangan. Pagi-pagi Shubuh segera saja saya beranjak menuju spot sunrise. Amboi indah nian.. Lebih indah lagi kalau menikmati sapaan romantis sang mentari ini bersama kekasih. Ah, nanti kali lain kesini lagi bersamamu yah.
[caption caption="Photo by: Rizky"]
Hari ini, kita melanjutkan petualangan ke Pulau Kakaban. Ada apa di Pulau Kakaban? Ada spot snorkeling, ada taman vegetasi tanaman langka dan yang akan kita tuju adalah danau purba di tengah pulau. Danau purba yang terbentuk ribuan tahun yang lalu akibat deretan batu karang yang terangkat menjadi tepiannya ini hanya ada dua di dunia. Satu lagi ada di Pulau Palau, Mikronesia.
Danau purba berair payau ini merupakan habitat alami ubur-ubur. Ada beberapa spesies ubur-ubur dengan jumlah yang begitu banyak. Harus dijaga betul ini, jangan sampai dibawa keluar oleh wisatawan nakal, jangan pula dirusak kealamian danaunya oleh wisatawan alay. Kesemua jenis ubur-ubur yang ber-rumah di danau ini tidak berbahaya, mereka sudah berevolusi sehingga memiliki cara hidup yang berbeda dan tidak menyengat.
Danau ini sepertinya menjadi habitat yang sangat isolatif secara alami, sehingga mereka telah tinggal turun-temurun ribuan tahun secara aman dan nyaman bak Istana tanpa tentara. Spesies ubur-ubur disini tidak lagi memiliki alat pertahanan diri sebagaimana ubur-ubur laut pada umumnya. Maka, manusia yang datang kesini harus memastikan datang sebagai sahabat, jangan datang sebagai ancaman.Â
Pulau Kakaban ditempuh selama sekitar satu jam dengan jenis boat yang sama, jalur laut yang dilalui cukup mantap gelombangnya, siap-siap saja terhempas-hempas di dalam boat. Yang hobi mabok kendaraan harus well prepare betul-betul ini. Dari pesisir pantai, kita cukup berjalan sekitar 200 meter saja untuk menuju danau ubur-ubur. Pantai alami, hutan alami dan danau alami tempat tepat untuk bukan sekedar berwisata, tetapi melakukan penelitian-penelitian bernilai tinggi. Bagi pembaca yang memiliki disiplin ilmu yang bersinggungan dengan habitat alami Pulau Kakaban, tempat ini bisa menjadi salah satu referensi untuk meng-upgrade kelimuan.
[caption caption="Photo by: Fajar"]
[caption caption="Photo by: Fajar"]
Untungnya bayangan menyeramkan itu tidak terjadi. Kita berlayar kembali menggunakan boat motor tanpa layar kembali ke Dermaga Tanjung Batu di Kalimantan daratan. Rombongan yang terbagi dalam dua boat itu akhirnya berlabuh kembali di Dermaga Tanjung Redeb. Tiga belas mobil sudah berderet siap konvoi kembali. Kali ini tidak untuk menempuh jarak ratusan kilometer. Kali ini kita konvoi kembali menuju Cantika Swara Resort. Â
Di Cantika Swara Resort, malam terakhir dari ekspedisi ini berlangsung ceria dan meriah. Meski tugas report masih beberapa ter-pending, tetapi panitia maklum karena kondisi sinyal internet. Seremoni penutupan berlangsung santai dan penuh canda tawa. Saya dan riser 2 harus puas berada di urutan riser terbaik ke-3. Beruntung Bang Gaphey dan timnya di risers 5 dinobatkan menjadi risers terbaik. Sementara posisi runner up dipegang oleh risers 1 : Kang Arul dan kawan-kawan.
Selesai seremoni penutupan, para riser dan kru melanjutkan berkumpul santai di kolam renang. Riser perempuan yang dari hari pertama nyidam durian malam ini berhasil menyelundupkan beberapa butir durian. Maklum, kebijakan hotel melarang membawa benda berbau menyengat ke dalam resort, termasuk buah durian. Jadilah malam itu pesta durian, ditemani aneka camilan, sambil obrol-obrol mengganggu beberapa riser yang masih saja bersikukuh mantengin laptop menyelesaikan report sambil mencobai peruntungan sinyal internet.
Hari Kelima : Bandara Kalimarau
Tibalah di penghujung ekspedisi. Hari terakhir tak lagi harus bangun pagi-pagi, meski saya tetap memilih bangun pagi mumpung ada di kota orang sayang kalau tidak memuaskan eksplorasi. Jam 10.00 semua riser dan kru sudah selesai sarapan, tibalah saatnya konvoi terakhir... hikz. Konvoi menuju Bandara Kalimarau, bandara kecil nan mewah yang dipunyai Kabupaten Berau.Â
Sebelum menuju Bandara, kita singgah dulu di toko oleh-oleh di sekitar Dermaga Tanjung Batu, Toko Basinang namanya. Disini aneka oleh-oleh tersedia dengan harga yang tidak bisa ditawar. Ciri khas Derawan diwakili dengan aneka ornamen berbentuk penyu. Pernak-pernik khas Dayak juga banyak pilihannya. Karena Berau daerah tepian laut, hasil laut menjadi pilihan oleh-oleh berupa makanan : Terasi, udang papai (udang yang kecil-kecil sekali), juga kerupuk amplang. Oh ya, konon terasi khas Berau adalah salah satu terasi paling enak di Indonesia loh.
Hampir satu jam memilah-milah, oleh-oleh sudah terbungkus rapi. Pasukan siap meluncur menuju Bandara. Kesempatan menyetir terakhir di tanah warisan Kerajaan Kutai ini tinggal tidak lebih dari setengah jam. Setelah menyeruak ladang dan hutan, tibalah kita di Bandara Kalimarau. Bandara dengan bangunan baru yang modern yang dihinggapi oleh pesawat jenis kecil hingga besar. Dengan pesawat Garuda Indonesia tipe Bombardier CJ1000, pesawat yang sama dengan yang membawa saya berangkat dari Yogya menuju Balikpapan kemarin, kini semua harus Say Hello.. Dengan transit di Balikpapan, para riser kemudian kembali ke kota masing-masing.
Begitulah sekelumit catatan perjalanan yang menyenangkan, mengesankan sekaligus banyak pengalaman dan ilmu baru. Kejelian para Kompasianers rekan seperjalanan dalam mengamati dan mengeksplorasi menjadi inspirasi tersendiri dalam menulis. Kecermatan tim Datsun dalam menyelenggarakan konvoi yang santun tapi cadas, tertib tapi aman menjadi tambahan jam terbang serta pengalaman dan ilmu dalam berkendara. Eksotisme rimba raya Kalimantan dan gugus pulau terdepan menjadi inspirasi petualangan eksplorasi Nusantara saya berikutnya. Â
[caption caption="Photo by: Nanang"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H