[caption caption="Photo by : Nanang"]
Jam 20.00 lebih, konvoi hari pertama diakhiri di Q-Hotel, salah satu hotel terbaik di kota Sangatta. Walau bukan hotel berbintang, tetapi interior bangunan bertema minimalis dan kelihatannya masih baru, membuat hotel ini cukup nyaman untuk beristirahat. Q-Hotel mungkin termasuk kelas hotel budget, tetapi kamarnya memiliki kamar mandi yang luas, dilengkapi dengan beranda kecil, serta tersedia pemanas air, teh dan kopi. Parkiran hotel ini sangat luas, pembaca yang kelak ingin mencobai jalur darat Balikpapan-Derawan dan memilih hotel ini untuk singgah tidak perlu bingung memarkir kendaraaannya.Â
Tiba di hotel, kita disuguhi lezatnya menu ikan dan soto. Sambil makan malam sambil evaluasi perjalanan hari pertama dan briefing persiapan perjalanan hari kedua. Setelah sepanjang perjalanan jarang sekali mendapatkan sinyal, hore, akhirnya free wifi kini di tangan. Sayangnya satu kamar hanya bisa satu akun. Tiap tim harus berebut kalau tidak mau bergantian. Sinyal handphone dan internet adalah tanda kesenjangan Jawa dan Luar Jawa yang begitu kentara.  Kalau sepanjang jalanan Jawa kita bisa asik ber-sosmed ria, tidak di Kalimantan. Tidak tertinggal rombongan, tetap dalam jangkauan radio rig dan iman kepada GPS adalah tips aman tidak tersesat di lebatnya belantara. Belantara lebat yang saya membayangkan ini seperti di Jurassic Park, yang tiba-tiba bisa saja nongol Dinosaurus. Tetapi itu si tidak terjadi, paling orang utan yang kerap terlihat bergelantungan menyambut di beberapa bagian hutan.Â
Hari Kedua : Sangatta - Miau Baru - Tanjung Redeb
Setelah semalam beristirahat sambil mengerjakan report harian berupa tulisan, foto dan video. Jam 07.00 pagi seluruh riser sudah sarapan dan peregangan tubuh. Riser yang terbagi tiap mobil masing-masing 3 orang ini siap melanjutkan perjalanan dengan rotasi driver diatur masing-masing. Dari Sangatta, kita akan melewati daerah Muara Wahau, menuju Kongbeng, tepatnya Desa Miau Baru. Di Desa ini, kita akan berinteraksi dengan masyarakat dan anak-anak setempat di Rumah Dayak Miau Baru.
Di jalan yang kita tempuh kali ini, tidak banyak rumah penduduk yang terlihat. Hutan dan semak belukar mendominasi pemandangan. Medan jalan yang dulunya berat kini sudah nyaman dilalui karena hampir semua ruas jalan sudah diaspal. Walau tetap ada kerusakan disana-sini. Di Kecamatan Muara Wahau rombongan berhenti sejenak untuk sekedar meluruskan badan dan menyambangi toilet. Saya terkesima ketika melihat antrian panjang di satu-satunya SPBU di daerah ini, ada ratusan mobil sudah berderet dalam kondisi mesin mati, mereka menunggu tanki pemasok bahan bakar yang tak kunjung datang. Oh, repotnya untuk sekedar mendapatkan bahan bakar di tempat ini, daripada menunggu lama mungkin orang lebih baik membeli bahan bakar eceran saja. Bensin eceran dijual Rp 10.000 perliter disini.
Hajat ke toilet kali ini ditunaikan di sebuah warung makan Lamongan. Di samping warung tersebut ada warung makan Kebumen. Di beberapa titik pemberhentian, selalu saja bertemu orang Jawa. Beberapa diantaranya mereka ditakdirkan menetap di Pulau ini karena program transmigrasi sejak era Pak Harto dulu. Begitulah, Indonesia yang begitu luasnya, tapi dimana-mana kita bertemu saudara.Â
Lewat tengah hari, akhirnya rombongan tiba di Rumah Dayak Miau Baru. Rumah tradisional Dayak disebut Lamin. Lamin yang digunakan untuk kegiatan interaksi sosial kali ini terbilang cukup besar, ini semacam auditorium yang mungkin bisa menampung 1.000 orang. Di tempat ini, manajemen Datsun melaksanakan program CSR berupa pemberian bantuan alat sekolah dan uang tunai untuk anak-anak di SDN 1 Miau baru. Di tempat ini pula, para riser membentuk kelas inspirasi singkat kepada anak-anak sekolah yang datang. Beragam materi yang diberikan, mulai dari motivasi cita-cita, menyanyi, dongeng dan sastra serta penyuluhan kesehatan singkat.Â
[caption caption="Photo by: Shendy"]
Dari Sangatta hingga Kelay, selain hutan dan rumah-rumah panggung, kita juga bisa menyaksikan ladang kelapa sawit serta blok-blok pertambangan. PT Kaltim Prima Coal adalah tambang terbesar yang beroperasi di sini, blok ekslorasinya bisa kita lihat di sisi kanan ruas jalan yang kita lalui. Lepas dari Kelay, tidak ada lagi tambang dan semakin tidak terlihat rumah-rumah, ini hutan yang paling gung liwang-liwung yang harus kita lewati. Kemalaman di rute ini adalah hal yang mengerikan. Terlebih beberapa ruas jalan masih dalam proses pengerukan dan pengaspalan.
Mobil riser 3 satu-satunya mobil yang dikendarai oleh perempuan-perempuan itu sempat mogok ditengah tanjakan yang rusak, sepertinya terjadi gagal RPM sehingga roda depan mengalami spin seperti gangsing. Tapi ketika beberapa orang hendak mendorong, mereka sudah bisa mengatasi keadaan dan melaju kembali dengan baik. Datsun Go+ Panca memakai sistem penarik depan. Permainan persneling harus cantik agar tidak terjadi spin pada roda depan saat harus menanjak di jalan yang rusak. Mobil penarik depan pada aslinya lebih ramah untuk di jalan datar, bukan di tanjakan. Tetapi itu bisa disiasati, tipsnya adalah dengan menjaga keseimbangan dalam menginjak pedal gas dan kopling, RPM dipertahankan jangan sampai dibawah 1.500. Tetap melaju dengan gigi rendah walau perlahan ketika jalan rusak, daripada ancang-ancang kencang dari bawah tapi berhenti di tengah tanjakan.Â