Hingga hari ini, masyarakat sendiri senantiasa diingatkan oleh pemerintah, terutama lewat peraturan dan kebijakan yang telah dibuat. Berkaitan dengan lingkungan kerja, pasal 33 ayat 1 sudah menjelaskan tentang kewajian menggunakan bahasa Indonesia sebagai komunikasi resmi. Lebih luasnya lagi, PP. 57 tahun 2014 menerangkan bahwa bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi nasional.
Berkaitan dengan peluang bangsa Indonesia untuk menguasai lebih dari satu bahasa, Swiftkey menyatakan bahwa negara Indonesia sebagai negara terbesar yang menggunakan 3 bahasa dalam komunikasi kesehariannya. Penelitian tersebut memang membuktikan bahwa bangsa Indonesia sebenarnya mampu menjadi pengguna tiga bahasa (multilingual). Dukungan lain pun datang dari penelitian yang menyebutkan bahwa penutur dwibahasa atau lebih dapat membuat otak lebih sehat dan cerdas.
Jadi, bagi bangsa Indonesia, tak akan ada kerugian dari mencintai bahasa Indonesia. Tak akan ada kesulitan dalam mempelajari bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki otak yang cerdas dan sehat. Sudah sewajarnya, bangsa Indonesia mencintai (kembali) bahasa Indonesia.
Sebuah Kekhawatiran
Sejarah telah mengisahkan; undang-undang dan kebijakan sudah ditetapkan; serta hasil penelitian mantap menunjukkan fakta ihwal bahasa Indonesia. Ketiga hal tersebut sudah sangat meyakinkan pentingnya bahasa Indonesia.
Namun, kekuatan sejarah, hukum, dan ilmu pengetahuan belum cukup kuat untuk menantang hegemoni bahasa asing yang dikenalkan lewat budaya populer. Alat-alat budaya seperti radio, televisi, game hingga internet menggiring dengan cepat arus pikiran bangsa Indonesia kepada budaya popular bangsa lain.
Kekuatan hegemoni itulah yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi arus pikiran bangsa Indonesia. Pada akhirnya, salah satu yang menjadi ancaman adalah tersisihkannya bahasa Indonesia di negeri sendiri. Lebih mengutamakan bahasa asing adalah salah satu kenyataan dari sebagian besar bangsa Indonesia.
Kekhawatiran datang dari seorang peneliti sekaligus peminat bahasa Indonesia, Ivan Lanin. Ia memaparkan bahwa terdapat dua sebab yang menjadi masalah bangsa Indonesia terhadap bahasanya, yakni memudarnya kebanggaan bahasa Indonesia dan menurunnya keterampilan berbahasa Indonesia.
Pertama, terkait memudarnya kebanggaan bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia tampak pada penyisipan bahasa asing dalam padanan bahasa Indonesia, penggunaan bahasa asing sebagai nama acara dan tempat, dan penggunaan bahasa asing sebagai pengantar dalam acara di Indonesia.
Salah satu contoh menarik, kritikan pernah dilayangkan A.S. Laksana kepada Presiden Joko Widodo terkait penggunaan bahasa Inggris Presiden Joko Widodo di acara internasional yang kurang fasih dan baik. Tentunya hal tersebut menimbulkan kekecewaan bagi bangsa Indonesia. Selain penggunaan bahasa asing yang tidak baik, Presiden Joko Widodo dianggap juga melanggar UU nomor 24 Tahun 2009 pasal 28 terkait penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato di luar negeri. Karena peristiwa tersebut akhirnya dibuat aturan baru.Â
Bangsa ini masih merasa rendah diri terhadap bahasanya sendiri. Ada apa?