Mohon tunggu...
Rizki Zakaria
Rizki Zakaria Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa

Penghuni bumi dan penyuka angin

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Indonesia, Jangan Inferior, Yah!

19 Desember 2022   15:39 Diperbarui: 19 Desember 2022   16:03 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Lebih memilih coffeshop, tower, park, school, dan office ketimbang warung kopi, menara, taman, sekolah, dan kantor. Bukti bahwa rasa minder itu jelas adanya. Mungkin, dalam sepi, bahasa Indonesia akan berujar, "da aku mah apa atuh", yang berarti hanya apalah aku ini.

Bahasa asing sudah merasuk ke dalam segala bentuk kehidupan bangsa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan penamaan. Nama makanan, minuman, toko, hotel, jalan, barang hingga nama anak sekalipun. Hari ini pun, sangatlah mudah untuk menemukan anak Indonesia bernama Edward, Kevin, Michael, atau David ketimbang nama Sutrisno, Jaka, atau Sumardi.  

Penyebab kedua, Ivan Lanin menyebutkan, terkait masalah bahasa Indonesia adalah menurunnya keterampilan berbahasa Indonesia. Dampak dari pembelajaran bahasa Indonesia di lembaga pendidikan yang kurang menarik dan menyenangkan adalah berkurangnya minat pada bahasa Indonesia. Lebih jauhnya lagi, berakhir pada kurang bangganya bangsa Indonesia pada bahasa Indonesia.

Sorotan tajam tertuju pada guru dan orang tua. Hanya guru dan orang tua yang bertanggungjawab menjadi pengarah, pembimbing, sekaligus pengajar bahasa Indonesia bagi anak maupun siswanya. Bagaimana mungkin siswa bisa bangga terhadap bahasa Indonesia jika gurunya sendiri tak merasa bangga dengan bahasa Indonesia. Fakta rendahnya minat baca dan keterampilan guru Indonesia menambah jelas persoalan yang terjadi pada bangsa Indonesia ini.

Motto Pamungkas

Dengan demikian, bahasa asing bukan berarti harus dikesampingkan dan bahasa Indonesia diutamakan. Jika demikian, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang kurang gaul. Sebaliknya, apabila bahasa Indonesia dinistakan dan bahasa asing diutamakan akan menjadikan bangsa Indonesia kehilangan identitasnya.

Sangatlah bijak apabila kita sebagai bangsa Indonesia mau mengamalkan motto yang berbunyi, "utamakan bahasa Indonesia, pelihara bahasa daerah, dan pelajari bahasa asing". Tetapi, motto hanya akan menjadi motto, tidak akan ada daya tanpa upaya yang nyata dan berkelanjutan.

Sangatlah utama apabila para pendidik mau mengamalkan motto tersebut sebagai upaya pendidikan bagi bangsa. Penulis meyakini betul bahwa cinta dan kebanggaan yang hilang itu disebabkan jarangnya membaca dan menikmati bahasa Indonesia melalui karya-karya sastra maupun nonsastra. Selain itu, perlu juga menelusuri lagi sejarah bangsa Indonesia.

Dengan demikian, penulis mengajak para pendidik (guru dan orang tua) untuk kembali lagi mencintai bahasa Indonesia dengan banyak membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia. Kemudian, para pendidik siap secara langsung untuk menularkan cinta dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia kepada anak atau siswanya. Cinta bahasa Indonesia yang dulu pernah tumbuh dan terasa dapat bersemi kembali.    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun