Mohon tunggu...
Rizki Zakaria
Rizki Zakaria Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa

Penghuni bumi dan penyuka angin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Asyiknya Kreasi Alih Wahana Teks di SMA Negeri 1 Kibin

7 Desember 2022   16:14 Diperbarui: 12 Desember 2022   20:51 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Guru membagikan kelompok dan LKPD sesuai preferensi peserta didik. (Dokpri)

"Education is not preparation of life. Education is life itself."  

(John Dewey, Filsuf Amerika Serikat)

Saya sepakat. Aktivitas pembelajaran ini memberikan pengalaman berharga lewat konstruksi di dalamnya. Keterkaitan antar guru-peserta didik-lingkungan. Seperti laiknya kehidupan, pembelajaran di dalam ruang kelas tersaji beragam hambatan dan tantangan. Jarang membaca, bosan dengan arogansi rekan satu kelompok, hingga kegagapan dalam presentasi. Saya pastikan hal tersebut merupakan bumbu penyedap dan penyegar kegiatan yang ada di kelas X IPA 6, SMA Negeri 1 Kibin ini. Sekolah yang berada di sekitar lingkungan industri, Kabupaten Serang. Inilah. 

***

"Pak, mubeng, aja susah-susah!" keluhan peserta didik.

Saya jawab saja,

"Iya, tenang!"

Seperti itulah satu bentuk respons peserta didik di awal pembelajaran. Respons rutinan. Mungkin mereka nggak kuat dengan berbagai mata pelajaran yang dihadapi setiap harinya di sekolah. Jadi, ya, saya perlu memakluminya. Selanjutnya, pemakluman dalam hal komunikasi. Peserta didik terbiasa menggunakan bahasa Jawa Serang, hal tersebut berimbas pada rendahnya kemahiran mereka dalam menggunakan bahasa Indonesia. Yo wes, angel! 

Tak hanya itu, kurangnya pemanfaatan media (audio-visual) dalam pembelajaran mengakibatkan kekagetan pada peserta didik. Beberapa peserta didik masih begitu wah melihat segala perlengkapan belajar, seperti proyektor, kabel, hingga HDMI. Peserta didik yang terbiasa belajar melalui metode harus terbiasa juga dengan metode menyimak tayangan. 

Berkenaan dengan pembelajaran, teks naratif objektif tokoh sastrawan menjadi konten yang akan saya praktikkan dalam pembelajaran. Sebagai persiapan awal, saya coba mewawancarai beberapa peserta didik terkait literasi dan wawasan kesusastraannya.

"Kamu suka baca buku?" sebuah tanyaan awal.

"Nggak pernah, Pak, nggak punya buku, malas juga ke perpus! Nggak seru, Pak!" jawabnya santai.

"Kalau baca cerpen, puisi, atau novel gitu, pernah?" saya mencoba bertanya lebih spesifik.

"Pernah sih, Pak, waktu SMP. Mending liat Youtube aja, Pak! Kenapa mesti baca, Pak?"

Sebenarnya, jawaban mereka sudah saya duga sebelumnya tetapi wawancara tetap dilakukan sebagai bentuk penegasan bahwa mereka memang belum terbiasa membaca. Dari kegiatan itu, saya jadi berkaca pada diri. Apakah saya pun demikian? Berapa buku sastra yang sudah dibaca?

Saya merasa cerita ini penting dibagikan, selain untuk dokumen pribadi, cerita ini dapat dijadikan landasan pengembangan penelitian, sarana berbagi pengalaman, alat ukur efektivitas metode, media, dan model pembelajaran.

Sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, saya juga bertanggung jawab atas segala kelancaran maupun ketidaklancaran dalam pembelajaran, termasuk keabsahan model pembelajaran hingga kurikulum yang digunakan. Perhatian pun ditujukan juga terhadap nilai-nilai Pancasila dan GEDSI (gender, disabilitas, dan insklusi sosial). Nilai tersebut saya terapkan dalam berbagai bentuk, misalnya komunikasi saat pembimbingan, penentuan kelompok serta koreksi kalimat-kalimat pada teks yang dibuat peserta didik.

Peluang Penggalian Potensi Peserta Didik

Semua permasalahan awal berusaha saya hayati untuk kemudian diupayakan dalam bentuk rancangan pembelajaran inovatif. Dari penghayatan yang dilakukan, timbul beragam pertanyaan.

"Apa, ya, pembelajaran yang menarik dan bisa mengakomodasi peserta didik?"

"Bagaimana agar peserta didik merasa belajar tetapi mengasyikkan dan memberikan pelajaran/hikmah?"

"Apakah pembelajaran yang dilakukan bisa memberikan antusiasme yang tinggi?" 

Ya, ini tantangan. Saya cari ide lewat diskusi dengan Bu Fitri di sekolah, saya putuskan menggunakan model Projet Based Learning. Ditambah lagi, model tersebut bagus dan relevan untuk dipraktikkan. Saya juga baca artikel di www.teachthought.com dan www.edutopia.com  untuk mempelajari hal esensi dari model pembelajaran yang akan saya terapkan. Tak hanya itu, dosen pembimbing, Arip Senjaya, M.Phil. dan guru pamong, Saroh Jarmin, M.Pd. ikut memberikan pandangan serta masukan terkait penerapannya di kelas, khusus untuk tujuan yang ingin dicapai.

Seluruh perencanaan perlu disiapkan secara matang, sarana seperti proyektor dan perangkat lainnya mesti sedia dan berfungsi. Begitupun ketersediaan listrik dan internet. Demi mencapai tujuan, saya berupaya lakukan secara optimal. Saya bukan seseorang yang spekulatif, tetapi saya yakin bahwa penerapan model ini akan mengungkap potensi dari peserta didik. Keyakinan yang juga ditanamkan Elon Musk.

Tantangan lainnya, tentu datang dari subjek peserta didik dengan keragaman karakter, kesukaan, hobi, minat, hingga posisi duduk yang menjadikan mereka sebagai subjek pertimbangan. Syukur, semua hal dapat diatasi karena kolaborasi guru mata pelajaran bersama dengan pembimbing serta kolega.

Aksi Pembelajaran

Tujuan pembelajarannya itu menjadikan peserta didik mampu mengalihwahanakan teks naratif objek tokoh sastrawan menjadi bentuk lain, bisa berbentuk komik, poster, atau film. Pada praktiknya, saya awali dengan sebuah apersepsi.

"Nak, coba simak tayangan berikut ini, ya!" tanya saya.

Tayangan berisi cuplikan video Borobudur menjadi pembuka apersepsi pembelajaran. Dari video tersebut, peserta didik diajak untuk menyimak dan memperhatikan bahwa di tembok bangunan terdapat relief. Relief merupakan bentuk alih wahana dari teks yang sebelumnya berbentuk tulisan. Setelah itu, peserta didik diminta untuk merenungi sejenak video yang telah disimak.

Melalui apersepsi, saya berupaya mengenalkan konsep alih wahana sebagaimana kebutuhan tujuan pembelajaran. Apersepsi memang tahapan penting agar dunia yang ingin dituju bisa dimasuki oleh peserta didik. Itulah ruang yang saya coba buat dalam pembukaan pembelajaran. Tak hanya itu, saya jelaskan pula bahwa kegiatan Project Based Learning memiliki sintaks atau tahapannya.

Masih dalam pembelajaran, saya sampaikan tujuan pembelajaran hingga pembagian kelompok berdasarkan minat dan preferensi peserta didik sebagaimana tersaji dalam Gambar 1. Mengapa tidak berdasarkan gaya belajar? Karena gaya belajar mereka cenderung sama, yaitu kinestetik.

Untuk materi, tokoh sastrawan yang akan dibuatkan teks dan dialihwahakan adalah angkatan 80-an. Saya yang menentukan tokoh sastrawannya lalu peserta didik yang mencari informasi lalu dijadikan sebuah teks. Tokohnya, antara lain Remy Sylado, Dorothea Rosa Herliany, Budi Darma, Y.B. Mangunwijaya, dan Afrizal Malna. Meskipun ada juga yang punya pendapat lain, kelima tokoh tersebut cukup representatif untuk mewakili sastrawan pada angkatan 80-an.

***

"Pak, saya ingin buat film, ya!"

"Pak, saya nggak bisa edit? Bagaimana, pak?"

Sesuai ketentuan, mereka dapat memilih sendiri perihal produk yang akan dihasilkan. Ketika saya mendengar ada dua kelompok yang mengajukan produk berupa film, saya kaget. Ternyata ada juga peserta didik yang mampu mengoperasikan aplikasi edit video dan membuat film.  Saat itu, aplikasi yang digunakannya adalah Capcut.

Pembelajaran berlangsung, proses penyusunan teks naratif objektif dilakukan oleh tiap-tiap kelompok dengan cara berbagi tugas dan peranan. Sumber yang digunakan juga mereka upayakan sendiri melalui pemanfaatan telfon genggam masing-masing.

Terhitung, tiga kelompok memilih poster dan dua kelompok memilih film. Pembelajaran yang berlangsung selama 90 menit tidak terasa sudah hampir selesai. Selama proses penyusunan film dan pembuatan poster, saya menilai dan memperhatikan seluruh gerak-gerik peserta didik. Ada yang mendominasi, ada juga yang cuek. Meskipun begitu, saya melihat antusiasme mereka dalam mengikuti pembelajaran ini. Seketika teringat kutipan bijak.

"Love is not about apologize. Love too is not about guilty. Love is overflowing enthusiasm." 

(E.M. Cioran, Filsuf Rumania)

Akhirnya, saya meleleh sejenak.

***

Pada bagian penyajian hasil oleh tiap kelompok, saya kembali mendapati peserta didik yang memiliki kemampuan retorika yang baik dan jelas seperti dalam Gambar 2. Inilah momentum saya mendapati potensi peserta didik yang belum terlihat akhirnya tergali. Tak hanya itu, ternyata hasil film/video yang dibuat peserta didik sangat baik dan menarik sehingga berpotensi untuk dibagikan melalui media sosial sebagai film/video yang informatif. 

Gambar 2. Salah satu peserta didik memaparkan hasil karya kelompoknya. (Dokpri)
Gambar 2. Salah satu peserta didik memaparkan hasil karya kelompoknya. (Dokpri)

Tokoh yang dibuatkan film/videonya adalah Remy Sylado dan Budi Darma. Saya menyarankan agar film/video tersebut diunggah ke TikTok atau Instagram serta diberikan tagar. Tentu, bagian yang paling menyenangkan itu adalah menikmati hasil. Ya. Penayangan film/video dari dua kelompok karena berhasil memadukan gambar, suara, dan informasi. Tetapi, secara keseluruhan, hasil yang didapat setiap kelompok merupakan hasil terbaik dan ini di luar ekspektasi saya. Serius.

Sebuah Refleksi

Gambar 3. Guru menyimak salah satu hasil alih wahana teks naratif objektif tokoh sastrawan (Dokpri)
Gambar 3. Guru menyimak salah satu hasil alih wahana teks naratif objektif tokoh sastrawan (Dokpri)

Ketika pembelajaran akan berakhir, saya tanyakan bagaimana keseluruhan proses yang dilakukan. Apakah menyenangkan? Bermanfaat? Penting? Beberapa menyebutkan bahwa kegiatannya seru. Ada juga yang mengatakan bahwa waktunya kurang lama. Beberapa juga mengatakan sangat menyenangkan. Hal tersebut memang terlihat dari hasil karya yang dibuat peserta didik.

Terlihat tidak ada yang asal-asalan. Masukan seperti alokasi waktu yang tadi diutarakan juga menjadi perhatian dan catatan di pembelajaran berikutnya. Pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Project Based Learning memang secara umum membutuhkan waktu yang tidak bisa sebentar sehingga sangat masuk akal apabila masukannya menyangkut alokasi waktu.

Dari keseluruhan kegiatan, ternyata ada masukan dan ada kelebihan. Yang paling menarik adalah penggalian minat dan bakat peserta didik melalui pelaksanaan pembelajaran ini sehingga itulah sebenarnya yang ingin saya simpulkan. Ada kesulitan, tantangan, peluang, dan penggalian. Asyik!

Tayangan lengkap pembelajarannya dapat disimak di sini.


***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun