Belanda kembali melakukan agresinya di daerah bekas jajahannya. Setelah tiga tahun Indonesia Merdeka, Â tepatnya pada bulan Juni 1948 di hotel Atjeh, Banda Aceh. Setelah melakukan rapat akbar di halaman Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Terjadilah dialog serius antara Presiden Soekarno dengan sejumlah tokoh masyarakat Aceh.
Dalam pertemuan dengan sejumlah anggota Gabungan Saudagar Indonesia bagian Aceh (GASIDA), Bung Karno menjelaskan berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia saat Itu. Dalam pembicaraan itu, Bung Karno menyinggung tentang upaya-upaya konsolidasi dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Konon, pada saat itulah muncul ungkapan Bung Karno yang mengisyaratkan perlunya Indonesia memiliki pesawat yang dapat membuka jaringan hubungan antara Jawa dan Sumatra yang masih berada dalam kungkungan colonial Belanda (Satya D, 2006: 34). Tercatat dalam buku Aceh Merdeka dalam perdebatan (1999:7), Presiden Soekarno sendiri memberikan julukan kepada Bangsa Aceh, "Berkat dominannya perjuangan rakyat Aceh itu pada tahun 1948, yaitu dalam pertemuan dengan rakyat Aceh, Presiden Soekarno menyebutkan Aceh sebagai Daerah Modal Republik Indonesia".
Ungkapan tersebut disambut dengan penuh rasa simpati oleh masyarakat dan para GASIDA. Maka dalam dua hari digalangkanlah upaya pengumpulan dana tersebut. Alhasil, Â terkumpullah sebanyak 24 dolar dan 20 kg emas. Dana tersebut diserahkan langsung oleh ketua Gabungan Saudagar Indonesia bagian Aceh, Muhammad Juned Yusuf kepada Presiden pertama RI, Ir. Soekarno.
Tidak hanya menyumbang uang dan emas, masyarakat Aceh juga menyumbang kepada pemerintah Republik Indonesia berupa senjata, makanan, serta hal-hal lain yang mendukung perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Sumatra Timur.
Beberapa bulan kemudian, atas sumbangan masyarakat Aceh tersebut dibelilah dua buah pesawat Dakota yang bernama Seulawah dengan nomor seri RI-001 dan RI-002. Seulawah Dakota RI-001 menjadi pesawat pertama yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang berfungsi untuk menjembatani pulau Sumatra dan Jawa, selain itu untuk menerobos blockade Belanda menerbangkan tokoh-tokoh politik Indonesia.
Seulawah RI-002 dihadiahkan kepada pemerintahan Birma, sebagai tanda terima kasih atas semua fasilitasbyang diberikan perwakilan Garuda beroperasi di Birma. Menurut A. Hasjmy, bahwa penyelewengan terhadap pembelian pesawat yang kedua, beliau mengatakan bahwa penyelewengan ini dilakukan di Singapura, tetapi pelakunya belum di ketahui.
Dengan pesawat inilah pada tahun 1949, wakil presiden Muhammad hatta berkunjung ke Aceh. Pada saat ini, aceh kembali menyumbang sejumlah emas batangan, uang, dan perabotan kantor kepada pemerintahan pusat yang sedang mengalami krisis keuangan.
Kesimpulan
Aceh merupakan salah satu wilayah yang setia kepada NKRI. Masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang sangat berperan dalam perjuangan terhadap pertahanan kemerdekaan Republik Indonesia. Sifat keberanian yang terdapat dalam jiwa raga orang-orang Aceh sangatlah panas sehingga Aceh disebut dengan Aceh Pungoe (Aceh Gila), sifat kegigihan, keberanian, serta sifat tidak takut mati. Mereka dimotivasi dengan makna hikayat prang Sabil, artinya perang melawan kafir. Dalam hikayat perang sabil tersirat makna bahwa siapa saja yang gugur dalam perang tersebut akan mendapatkan pahala syahid.
Partisipasi masyarakat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan RI dapat dibuktikan dengan berbagai macam hal, seperti mengerahkan tentara-tentara serta lascar-laskar ke medan Area, menyumbangkan harta, senjata, pangan, sandang, serta hal lain yang mendukung dalam peperangan. Aceh merupakan satu-satunya modal NKRI yang dapat mewakili seluruh wilayah Indonesia di Den Haag dalam konferensi Meja Bundar, karena satu-satunya wilayah yang tidak diduduki oleh Belanda. Aceh dijuluki dengan daerah modal bukan hanya kekuatan-kekuatan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan, namun partisipasi rakyat Aceh Aceh juga sama besarnya, terlepas dari itu di Aceh juga terdapat alat komunikasi yang dapat mempermudah hubungan antar pemerintahan dalam perjuangan kemerdekaan.
Refferensi: