Mohon tunggu...
Rizki Vonna
Rizki Vonna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Unsam

Pendidikan Sejarah Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Samudra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aceh: Modal Kemerdekaan RI

19 Mei 2021   10:19 Diperbarui: 19 Mei 2021   10:26 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengalaman pahit Belanda dalam perang Aceh menyebabkan Belanda memperhitungkan dengan seksama untuk tidak kembali menduduki daerah Aceh. Sifat Keacehan yang dikenal dengan sebutan Aceh gila (Aceh Pungoe), tidak pernah berhenti sebelum tujuan berhasil diraih, pertahanan dan perjuangan kian berputar dari satu daerah ke daerah berikutnya. Aceh memiliki pandangan sesuai yang tersirat dalam makna hikayat perang sabil, perang suci yang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang di lakukan.

            Aceh berpengaruh besar dalam revolusi medan area. Partisipasi rakyat Aceh dalam perempuran di Sumatra Timur juga telah dibuktikan,

banyaknya tentara-tentara dan lascar rakyat dari Aceh yang dikirimkan ke Sumatra Timur melawan Belanda di front Medan Area (M. Ibrahim, 1991: 216). Tidak hanya itu, Aceh menyumbangkan berbagai macam keperluan untuk menegakan perjuangan kemerdekaan RI, seperti makanan, ekonomi, pakaian, serta hal-hal lain yang mendukung perjuangan.

            Hal lain yang mendukung Aceh dijuluki dengan daerah modal. Aceh memiliki alat komunikasi yang dapat menyiarkan serta mengetahui hal apa yang dibutuhkan dalam perlawanan. Sejak awal masa perang kemerdekaan tahun 1946, Aceh telah memiliki alat penyiar Radio yaitu radio Kutaraja, memiliki peran penting pada saat agresi militer Belanda I, bahkan pada saat para lascar-laskar yang sedang berjuang di Medan Area.

Namun terlepas dari radio kutaraja, pada tahun 1947 Aceh telah mendirikan sebuah pemancar lagi yang didirikan di Aceh Tengah, Takengon, yang dinamai dengan Radio Rimba Raya. Hari demi hari Kekuatan Radio Rimba Raya semakin kuat. Ketika radio Batavia (Jakarta) dan radio Hilversum di negeri Belanda memberitakan bahwa Indonesia tidak ada lagi, karena Yogyakarta telah berhasil direbut oleh Belanda, maka dengan tegas Radio Rimba Raya membantah semua berita yang dapat merugikan RI di mata Internasinal (Rusdi sufi, 1999:71). Disinilah peran yang sangat mendalam tersiarlah suara dari radio Rimba Raya bahwa Republik Indonesia masih ada, tentara RI masih ada, Pemerintah RI masih ada, serta wilayah RI masih ada.

Tepat pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan agresi Belanda I di Aceh, dengan melakukan serangan udara terhadap lapangan terbang Lhok Nga. Dalam menghadapi agresi Belanda I masyarakat Aceh sama-sama memperkuat kekuatan dan kepercayaan agar tidak bisa di adu domba, bahkan di pecah belah oleh strategi Belanda.

Kemudian Belanda mencoba menguasai Aceh melalui Sumatra Timur, namun Aceh pun dapat mempertahankan bahkan tentara dan lascar Aceh di kerahkan. Serangan-serangan yang dilakukan Belanda dapat dipatahkan. 

Pada masa Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh menjabat sebagai Gubernur Militer, beliau berkuasa atas Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, terjadilah agresi Militer II tepatnya pada tanggal 19 Desember 1948, hari pertama agresi militer II, sebagian besar wilayah Indonesia di duduki oleh Belanda, keresidenan Yogyakarta di ambil alih, Presiden Soekarno dan Moh Hatta, beserta beberapa mentri dan tokoh pahlawan lainnya di tawan.  

Pemerintah memberi intruksi kepada Mr. Syariffudin Perwiranegara agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Adapun pembentukan pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra adalah berdasarkan Intruksi Presiden RI, 19 Desember 1948 yang ditandatangani pada tahun 1949 oleh Presiden Soekarno dan Mohd. Hatta, pada saat agresi militer II, yang member mandate kepada MR. Syariffudin untuk membentuk PDRI di Sumatra yang berkedudukan di Bukit Tinggi (M. Ibrahim, 1991: 217). Kemudian di Pindah ke Kutaraja (sekarang Banda aceh ) setelah Tebing Tinggi diambil alih oleh Belanda. Guna melancarkan roda pemerintahan.

Ketika Soekarno Berada di Aceh

Kesetiaan rakyat Aceh terhadap Negara Republik Indonesia terus berlanjut sampai di bacakan teks proklamasi oleh bapak Soekarno-Hatta. Setelah Indonesia di proklamasikan, Negara sekutu, Belanda, tidak dapat menerima peristiwa tersebut, sehingga datangnya sekutu yang diboncengi NICA, dan mulailah agresi Belanda I dan II.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun