Mohon tunggu...
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino Mohon Tunggu... Dosen -

Membaca dan Menulis adalah Mutiara Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Neurotik Tama Lamong

30 Oktober 2015   14:19 Diperbarui: 30 Oktober 2015   14:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini pernah dimuat oleh Harian Suara NTB, 28 September 2015

Ditengah maraknya perilaku amoral yang melibatkan generasi tahun 1980 hingga 2000-an sebagai pelaku pornografi pornoaksi, miras, tawuran, pembegalan, penghinaan melalui berbagai media maupun secara langsung, seperti media social facebook, twitter, line, whatsap, yahoo messenger, geoogle, dan lain sebagai. Bahkan kasus-kasus korupsi, kolusi dan manipulasi yang prevalensinya banyak melibatkan orang-orang terdidik dan terpelajar. Hal ini sangat dominan di seluruh lembaga pemerintahan maupun masyarakat kelas bawah.

Hakekat neurotik dalam tradisi tama lamong adalah optimalisasi potensi terdidik yang bertumpu pada pembentukan karakter, sebagaimana kurikulum tradisi tama lamong (baca; Suara NTB). Neurotik dapat diamati pada fungsi pencerdasan masyarakat, sebagaimana terdapat dalam al-Quran surat Al-Baqarah: 219; Al-Imran: 191; Al-An’am: 50; Al-A’raf: 176-184; Yunus: 24; Al-Ra’d: 3; An-Nahl: 11-69; Ar-Rum: 8-21; Saba’: 46; Az-Zumar: 42; Al-Jatsiyah: 13; Al-Hasyr: 21 dan Al-Muddatstsir: 18, yang menjelaskan aktifitas manusia, seperti tafakkur (berpikir), tadabur (merenung), tabashshur (memahami), dan iqranisasi (membaca).

Pemaknaan neurotik kedalam tradisi tama lamong merupakan upaya integratif terhadap pengembangan potensi sumber daya manusia secara logis melalui individu dan eksistensinya dalam kehidupan sosial. Neurotik memuat sandi moralitas masyarakat yang dikemas dalam kurikulum tradisi tama lamong sebagai doktrin pengajaran aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Sebelumnya, kurikulum tradisi tama lamong menerapkan metode doktrin teologis dan etika prilaku (baca; Rusdianto harian suara NTB) yang merupakan landasan pengendalian prilaku “tak kenal kanggila” bagi masyarakat Sumbawa melalui pembinaan karakter dan naluri paham kanggila (malu). Penelitian beberapa waktu lalu, tingkat emosional masyarakat sumbawa berada pada taraf normal dan diatas rata-rata sehingga pembentukan karakter yang bersifat moderat dan rasional lebih mudah. Neurotik dalam tradisi tama lamong memiliki fungsi kontrol prilaku dengan karakter knowledge dan value-nya melalui spritualitasnya sehingga terintegrasi menjadi arus utama pembentukan karakter, budi pekerti dan moralitas pada lingkungan sosial, keluarga dan masyarakat.

Selama ini, masyarakat sumbawa tidak menaruh perhatian serius pada neurotik (ilmu kanggila) padahal sangat penting dalam merespon kondisi sosial untuk akselerasi dan brainstorming contectual culture tama lamong sebagai kanvas dan penggerak perubahan ke arah lebih baik. Hal ini harus menjadi komitmen kolektif pemerintah untuk mewadai kearifan lokal budaya tama lamong dan spirit kanggila. Sesuai UU 20/2003 tentang pendidikan yang memuat klausul pembentukan karakter. Sangat penting, supaya menjadi manusia yang berkualitas sehingga dapat tercapai kondisi lingkungan sosial yang enak, nyaman dan senang.

Penelitian Neurotik Tama Lamong

Penelitian penulis tahap ketiga per Maret – April 2015 beberapa waktu lalu di 4 (empat) kecamatan di Sumbawa terdiri dari Moyo Utara, Plampang, Alas dan Tarano dengan sampling random berbanding 100 (seratus) dengan pertanyaan kuesioner seputar efek perubahan karakter masyarakat sumbawa, bahwa hasilnya sangat jauh dari harapan untuk menuju masyarakat baik, sebagaimana cita-cita para pendahulu tana bulaeng samawa. Hasil tersebut menunjukkan 61 % meninggalkan peribadatan (kering spritualitas), 24 % konsumtif terhadap kebutuhan barang teknologi, pakaian dan termasuk boros makan minum dan paling menggerikan adalah permainan judi berupa togel dan saung (beradu) ayam sebesar 15 %.

Dari hasil penelitian diatas, faktor penyebab perubahan prilaku itu adalah ekonomi dan lemahnya sumberdaya manusia. Perubahan tersebut dialami masyarakat Sumbawa kurun waktu selama 10 tahun. Kendati, belum banyak perubahan kearah lebih besar aspek negatifnya maka sebaiknya masyarakat Sumbawa dimaksimalkan pada penguatan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dilakukan dalam waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, maka neurotik tama lamong harus terintegrasi dengan program kinerja pendidikan dan kebijakan pemerintahan untuk menata terlebih dahulu kemampuan daerah pada aspek ekonomi dan sumberdaya manusia yakni pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan sehari-hari. Hal ini penting untuk di perbaiki sebagai pondasi utama masyarakat Sumbawa kedepannya.

Selain itu, pembentukan ulang (review) karakter dan budi pekerti masyarakat Sumbawa harus di integrasikan dengan pendidikan masyarakat berbasis knowledge dan value yang mereka anut. Sudah tentu, mengandung makna bahwa kurikulum tama lamong berbasis neurotik (kanggilasains) merupakan pelajaran yang memberikan modal pengetahuan untuk melakukan pembangunan masyarakat itu sendiri.

Namun, perlu juga diperhatikan bahwa masyarakat Sumbawa 99,4 % yang masih bertahan pada level tersebut sejak tahun 1940-an hingga 2000. Tetapi, pada kurun waktu 2000-2015 masyarakat sumbawa menganut agama lain sekitar 4 %. Dengan perbedaan angka porsentase ini tentu ada hal-hal yang harus di perhatikan, termasuk transmigrasi dan perpindahan dari kota ke desa yang mempengaruhi seluruh struktur sosial di Sumbawa.

Neurotik; Fenomena Sarjana Nganggur

Tradisi tama lamong dengan intrumen neurotik dalam proses pembentukan karakter melalui berpikir logis sehingga mudah menata sikap dan tindakan untuk memberikan jalan keluar pada fenomena sosial. Berdasarkan, hasil penelitian penulis bahwa penyebab terjadinya degradasi pada generasi sumbawa adalah pengangguran dan menikmati hidup santai tanpa pemasukan sementara lebih besar pengeluaran. Artinya, penyebab pengangguran itu lebih pada masalah tingkat pendidikan, akses dan jaringan kerja ekonomis.

Sementara, data menujukkan di Sumbawa sebesar 700 orang pertahun bergelar sarjana mengalami pengangguran output dari berbagai perguruan tinggi di seluruh provinsi Nusa Tenggara Barat maupun di luar itu. Angka tersebut di hitung dari jumlah menjadi mahasiswa baru hingga wisuda per angkatan pertahun. Fenomena pengangguran sarjana di sumbawa sangat membengkak yang terdiri dari berbagai disiplin keilmuannya, yakni hukum, pendidikan, agama, dan sosial politik.

Fenomena ini sangat berkaitan dengan pembentuk karakter neurotik tama lamong sebagai pembatas prilaku dan tindakan. Walaupun pengangguran, tentu sarjana memiliki kreatifitas lebih di bandingkan masyarakat kelas bawah. Namun, hasil penelitian mengungkapkan bahwa 70 % keluhan masyarakat kepada para sarjana lulusan perguruan tinggi adalah belum bisa memberikan sesuatu yang terbaik dan sangat lemah daya geraknya, bahkan tak jarang sarjana ikut bermain judi maupun prilaku seronok lainnya. Padahal harapan masyarakat sangat besar kepada mereka untuk memperbaiki struktur sosial yang telah rusak.

Oleh sebab itu, neurotik dan spiritualitas tradisi tama lamong perlu tertanam dalam karakter masyarakat Sumbawa. Tidak lagi bersifat individualistik dan fokus pada pembangunan sumberdaya manusia secara bersama. Terpenting saat ini pegangan bagi leader generation dan pemerintah sumbawa agar ada evaluasi kebijakan untuk transformasikan ke arah produktif dengan menggunakan kesempatan kekayaan kultural yang ada.

Hal yang harus di hindari oleh leader generation sumbawa adalah pendidikan individu tanpa karakter seperti negara (pemerintah) tanpa pemimpin. (Rusdianto, 2013:145). Begitu pula, Martin Luther King berkata kecerdasan plus karakter, itu adalah tujuan akhir dari generasi sebenarnya. Juga Munir Mulkhan (2014) bahwa mendidik masyarakat pada aspek kreatifitas dan moralitas, sama dengan menghidupkan manusia seribu abad.

Kalimat diatas, merupakan aupaya dini untuk antisipasi berbagai prilaku dan tindakan diluar rasionalitas. Maka baiknya pemerintah bersama masyarakat mulai bangkitkan kesadaran kreatifitas usaha yang produktif melalui tahapan kebijakan bersifat populis untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi, politik, budaya dan usaha sehingga tercapai tujuan kesejahteraan dan bisa mengguranggi angka pengangguran maupun kematian usia produktif.

Rusdianto Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun