Jika doktrin hokum oleh hakim tak segera di revitalisasi, tak tertutup jalan hakim akan melakukan sikap moral tercela. Tindakan para hakim yang sengaja demoralisasi hukum, tentu berakibat pada matinya keadilan dan mengacau-galaukan proses penegakan hukum. Kalau prilaku hakim berusaha mensamarkan fakta hokum sampai pada titik kesimpulan sah menurut hukum. Maka kenyataan yang akan dihadapi adalah rusaknya peradaban hakim yang dicita-citakan. Hakim menyelinap melalui celah hukum yang dapat ditukarkan dengan kepeningannya. Maka sudah jelas kiblat dunia hokum akan terjungkal dan rusak, bahkan masuk comberan lumpur hitam, keadilan pasti tergadaikan.
Todung Mulya Lubis (Kompas, 24/1/2015) mengatakan apabila tidak ikhlas, maka itu upaya pembiaran untuk melumpuhkan hukum. Kalau saja ada demoralisasi dan tidak ikhlas dalam proses hokum maka kejahatan pun mulus dilakukan. Adnan Buyung Nasution (1981:8) mengungkapkan di dalam proses pengadilan pun ada tawar menawar mengenai berat ringannya hukuman yang akan di jatuhkan dalam perkara pidana tentang siapa yang harus dimenangkan dan dimenangkan dalam perkara perdata.
Semulia apapun citra hakim apabila buruk dalam prilaku maka ikut merusak tatanan putusan hokum yang berdampak pada hilangnya hak-hak orang lain maupun mengacau-galaukan lembaga peenegak hokum yang ada seperti KPK, polri dan kejagung. Dibalik putusan dan pernyataan hokum, atas nama keadilan dan kebenaran hakim harus bersih serta penguatan pada sikap indefendensi sehingga peradaban hakim dapat dimuliakan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Kita hanya perlu keadaban hakim dalam praperadilan sehingga bisa menghadirkan keadilan. Semoga []
Rusdianto
Dosen Institute Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi