Mohon tunggu...
Rizki Nurianjaya
Rizki Nurianjaya Mohon Tunggu... Akuntan - Suka Merenung

Ingin berkontribusi, supaya tidak useless rizkinurianjaya@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hujan Bulan Juni yang Bijaksana

28 November 2022   20:06 Diperbarui: 28 November 2022   20:13 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sapardi Djoko Damono adalah maestro sastra yang raganya sudah tiada, namun karyanya tetap hidup minimal untuk saya sampai saat masih mengagumi karya-karyanya.

Salah satu puisi yang berkesan untuk saya adalah "Hujan Bulan Juni"

Kesan pertama ketika membaca puisi adalah gambaran kekaguman pada alam, tetapi ketika membaca dengan lebih teliti ternyata ungkapan yang digunakan adalah personifikasi. Betul, majas yang biasa dipakai untuk membuat benda atau sesuatu yang mati nampak hidup dan memiliki perilaku atau sifat-sifat manusia.

Saya mencoba menafsirkan isi dari ungkapan yang ditulis dalam sajak 'Hujan Bulan Juni' dengan versi saya.

Baik, kita masuk ke bait pertama :

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Pilihan kata tabah di kalimat pertama memiliki arti yang khusus, terutama untuk kultur ketimuran yang cenderung menyimpan perasaan daripada mengatakannya dengan terang. Definisi tabah bagi saya adalah kesiapan menjalani hidup dengan tekun, bahkan diam jika diperlukan menyimpan rasa yang sesungguhnya meski sebenarnya ingin berontak. 'Tabah' ada kemiripan dengan kata nrimo dalam bahasa Jawa, perbedaannya nrimo cenderung menerima nasib karena tidak bisa melawan sedang tabah adalah menerima kenyataan karena menyadari itulah yang terbaik, jika pun punya kekuatan melawan keadaan tetap memutuskan untuk menahan diri (tidak memaksa).

Hujan bulan Juni adalah frasa sangat menarik diperhatikan selain menjadi judul dalam puisi, untuk mengetahui apa yang penulis maksudkan dengan pilihannya ini saya pribadi memerlukan waktu sejenak untuk merenungkannya.

Mari kita berandai hidup tahun 1989 (ketika puisi ini ditulis), iklim dunia masih dalam situasi normal. Dalam arti Indonesia adalah negara tropis memiliki 2 musim kemarau dan penghujan. Ketika situasi normal, idealnya pada bulan Juni tidak mungkin terjadi hujan, sehingga pilihan frasa "hujan bulan Juni" memiliki pesan sebuah kemustahilan. 

Lalu pertanyaan selanjutnya, apa yang mustahil terjadi?
Kita tidak bisa tahu pasti apa yang Pak Sapardi maksudkan, hanya dari kalimat selanjutnya saya berani menerka kemustahilan yang beliau maksud adalah rintik rindu (perasaan cintanya). Kalimat terakhir yang diwakili pengandaian pohon berbunga memiliki arti cinta yang sedang merekah.

Baik, saya berusaha coba menyampaikannya dengan bahasa yang lain.. 

Penulis puisi sedang jatuh cinta dan hatinya berbunga-bunga. Namun ia tahu bahwa cintanya tidak akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya, tidak diceritakan penyebabnya hanya jelas penulis berkata bahwa harapannya adalah kemustahilan lalu menyimpan rindunya menjadi rahasia. Penulis menyimpulkan sikapnya ini sebagai sebuah ketabahan. 

Kita masuk ke bait dua : 

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Pola dalam menyampaikan pesan kurang lebih sama, namun kesimpulan sedikit berbeda. Kali ini kata 'bijak' menjadi yang paling penting, diceritakan menggunakan kalimat menghapus jejak kaki yang ragu-ragu. 

Lalu apa kaitan menghapus jejak dengan kebijaksanaan?

 

Jejak kaki adalah gambaran kenangan masa-masa ketika bersama memadu kasih. Namun ia juga menyadari ketika memadu kasih pun ada kekhawatiran dalam hatinya. Khawatir tentang apa boleh ditafsir masing-masing, atau bisa dikaitkan dengan pengalaman dan konteks hidup pembaca. 

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

Kita masuk di bait ke tiga : 

Kata 'arif' biasanya bersanding dengan kata 'bijaksana' menjadi frasa untuk menekankan maknanya. Kata yang tak terucapkan berarti adalah perasaan yang tidak ia ungkapkan mirip dengan bait pertama tentang merahasiakan. Pesan yang ingin disampaikan kurang lebih tidak jauh berbeda dengan bait pertama hanya menjadi penekanan dan membuat bait puisi lebih estetik dengan penegasan. Penulis ingin menceritakan tentang perasaan yang ada dalam hati namun tak terkatakan. 

"Aku tidak akan mengingkari jika sampai saat ini menyimpan keinginan namun aku tidak memaksakan kehendak, untuk itu aku merelakan".

Dalam tulisan ini saya menafsirkan sajak 'Hujan Bulan Juni' dari sudut orang yang jatuh cinta. 

Jika mengalihkan sudutnya dari jatuh cinta pada renungan kehidupaan, saya mengartikan : dalam banyak situasi kita sering mampu mengendalikan, berkuasa atau bahkan bisa memaksa segala sesuatu sesuai dengan kehendak diri. Namun, alih-alih menuruti kehendak, pilihan yang diambil justru kebalikannya menahan diri demi melakukan tindakan yang benar dan adil. 

Saya memberanikan diri menyimpulkan paragraf di atas sebagai arif dan bijaksana yang juga berisi ketabahan.

Tangerang 28 November 2022

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun