Mohon tunggu...
Rizki Maulana
Rizki Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Instagram: materialism3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sinergitas Pemerintah dan Masyarakat dalam Membangun Konsep Tata Ruang Kota Berlandaskan Nilai Etika dan Estetika

1 Desember 2023   17:22 Diperbarui: 1 Desember 2023   20:38 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foto operasi satpol PP sumber: Kotomono.co

Keteledoran tata ruang yang berpotensi memperbanyak gelandangan dan pengemis di Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah permasalahan yang cukup kompleks, maka dari itu masyarakat sebagai sambung tangan pemerintah juga berperan sangat penting untuk menciptakan Kota Yogyakarta terbebas dari pengemis dan gelandangan. 

Pasalnya komunitas yang penulis sebut Gerakan Pengemis Nasional ini menjadikan masyarakat atau pengunjung sebagai sasaran empuk mereka, maka apabila masyarakat faham akan dinamika ini tentu para pengemis dan gelandangan akan kehilangan targetnya. 

Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat atau pengunjung Kota Yogyakarta, antara lain:

  • Masyarakat perlu memulainya dari hal yang sederhana, berhentilah memberi uang kepada pengemis dan gelandangan di sekitar kota khususnya tempat wisata. Bukan menghapus budaya simpati, akan tetapi pemerintah melalui perda No.1 Tahun 2014 telah memberikan pemberdayaan berupa rehabilitasi, dan reintegrasi sosial terhadap para pengemis dan gelandangan.
  • Perlu  bergotong-royong  memasang  baliho  atau  selogan  anti  pengemis  dan gelandangan di setiap sudut dan tempat umum.
  • Masyarakat  perlu  melaporkan  mereka  ke  satpol  PP  apabila  masih  ditemukan pengemis dan gelandangan yang masih beroperasi di daerah larangan. Sejalan dengan amanah yang ditegaskan oleh Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad yakni masyarakat diharapkan mampu melakukan kerja sama dengan Satpol PP di tingkat kota  maupun  kabupaten  untuk  melakukan pengawasan  adanya  pengemis  yang beroperasi di wilayah masing-masing.

Dengan diimplementasikannya upaya-upaya tersebut maka masyarakat dan pemerintah akan mendapati pola tata ruang Kota Yogyakarta yang berlandaskan nilai etika dan estestika, sesuai dengan tujuan pengelolaan tata ruang yang termaktub dalam Undang Undang No. 26 tahun 2007 yaitu mensejahterakan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan kesesuaian antara sumber daya alam (SDA) dengan sumber daya manusia (SDM) yang berbuntut pada keharmonisan lingkungan. 

Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat Kota Yogyakarta terutama kalangan akademisi dan pelajar atau mahasiswa bekerja sama dalam membangun tata ruang daerah yang lebih baik. Seperti simbiosis mutualisme, kedua komponen ini tidak dapat terlepaskan untuk menciptakan sebuah perubahan dalam suatu negara. 

Dengan terbebasnya Kota Yogyakarta dari komunitas pengemis dan gelandangan, maka rancangan tata ruang wilayah telah sampai pada tujuan mulianya. Terciptanya tata ruang yang teratur dan komphrensif secara langsung akan berorientasi meningkatkan citra positif kota Yogyakarta semakin baik di mata publik. 

Namun, tentu hal tersebut hanya akan didapatkan dengan upaya kolektif pemerintah dan masyarakat secara berkelanjutan, sebaliknya jika pemerintah dan masyarakat lebih mementingkan eksploitasi yang berujung kontradiksi maka pola tata ruang yang sesuai dengan undang-undang tidak mungkin dapat terealisasikan. 

Penulis berharap integrasi antar masyarakat dan pemerintah kedepannya terus terakomodasi dengan baik sebagai interpretasi dari sila ke-3 Pancasila yakni persatuan Indonesia. 

Lebih lanjut strategi semacam ini diharapkan mampu diikuti oleh seluruh kota di Indonesia sebagai upaya menekan angka kemiskinan berbasis tata ruang untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. 

Jika semua itu dapat terealisasikan maka besar potensi Indonesia terpandang oleh dunia karena secara nyata telah berkontribusi mewujudkan  Sustainable Development Goals (SDGs) dalam memberantas angka kemiskinan yang tiada henti menghantui isu global sampai saat ini (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun