Mohon tunggu...
Rizki Maulana
Rizki Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Instagram: materialism3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sinergitas Pemerintah dan Masyarakat dalam Membangun Konsep Tata Ruang Kota Berlandaskan Nilai Etika dan Estetika

1 Desember 2023   17:22 Diperbarui: 1 Desember 2023   20:38 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foto operasi satpol PP sumber: Kotomono.co

Keberadaan komunitas pengemis ini menjadi isu yang menarik untuk dikaji karena ada indikasi pengemis di berbagai titik terutama pada tempat wisata telah melibatkan sindikat tertentu  yang dengan sengaja memperjual belikan komoditas rasa iba untuk kepentingan mereka. 

Padahal melalui tata ruang yang baik Kota Yogyakarta sebagai etalase pariwisata DIY seharusnya terbebas dari kondisi seperti ini bukan? Tetapi pada kenyataannya justru tata ruang Kota Yogyakarta belum mampu mencapai tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan.

Perlu kita ketahui bahwa prencanaan tata ruang kota yang baik akan menentukan perkembangan dan kemajuan kota selama 20 tahun ke depan. Namun setiap wilayah atau kota pasti mengalami perkembangan dan perubahan setiap tahunnya, maka dari itu dalam merencanng tata ruang, pemerintah daerah acapkali merevisi perda dengan mempertimbangkan beberapa dinamika pendukung. 

Dinamika tersebut mencakup perencanaan struktur ruang, pola ruang, serta penetapan dan pengendalian ruang wilayah yang pelaksanaannya membutuhkan koordinasi dengan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota di DIY. 

Salah satu rancangan yang terbaru ialah Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2023-2043. Ini merupakan gebrakan inisiatif Pemda DIY guna memperbaiki tata ruang wilayah di DIY. 

Namun lagi-lagi melalui perda terbaru ini penulis tidak menemukan strategi khusus untuk mengikis jejak langkah pengemis dan gelandangan di wilayah ini. Padahal dari fakta-fakta di atas secara jelas mengidentifikasikan bahwa kesalahan dari tata ruang lah yang menjadi sebab fundamental dari maraknya pengemis dan gelandangan di Kota Pelajar ini.

Oleh karena itu teramat penting bagi pemerintah kedepannya merencanakan rancangan tata ruang yang akomodatif terhadap pembebasan kota dari gelandangan dan pengemis. 

Melalui pendekatan tata ruang yang dikemas dengan ide-ide brilian, diharapkan perencanaan tata ruang Kota Yogyakarta dapat menjangkau tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan.

Gerakan visioner ini haruslah representatif pada Perda N0 1 Tahun 2014. Dimana penanganan gelandangan dan pengemis ini wajib menjunjung tinggi asas: a) penghormatan pada martabat dan harga diri; b) non diskriminasi; c) non kekerasan; d) keadilan; e) perlindungan; f) kesejahteraan; g) pemberdayaan; dan h) kepastian hukum. 

Seluruh asas ini perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang, dengan demikian konsep tata ruang Kota Yogyakarta tidak hanya berlandaskan pada nilai estestika saja tetapi juga menjunjung tinggi etika sosial. 

Adapun langkah strategis yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengikis gelandangan dan pengemis berbasis tata ruang antar lain:

  • Pemerintah bersama Dinas Sosial harusnya menambah jumlah Rumah Perlindungan Sosial (RPS) sebagai sarana pembinaan dan perlindungan bagi gelandangan dan pengemis. Turunan dari strategi ini adalah operasi sigap dari satpol PP yang hendaknya beroperasi tidak pada jadwal tertentu saja yang mudah diprediksi oleh gelandangan dan pengemis. Karena dari beberapa kasus saat operasi dimulai para gelandangan dan pengemis sudah hilang jejak karena sudah mengetahui pola dari operasi satpol PP.
  • Melalui rekonstruksi tata ruang yang baru pemerintah diharapkan dapat membangun ruang publik borjuasi anti gelandangan seperti di Tiongkok dan Inggris dengan bersenjatakan paku-paku atau elemen lain yang membuat gelandangan dan pengemis enggan menempati lokasi tersebut. Mulai dari halaman muka dan sela-sela gedung apartemen, beberapa titik di tempat wisata, kolong jembatan, sampai bangku taman.
  • Pemerintah juga dapat  membangun pos-pos anti gelandangan dan pengemis di beberapa lokasi yang potensial dijajahi gelandangan dan pengemis, serta mendukung gerakan masyarakat untuk memasang baliho anti gelandangan dan pengemis.
  • Selanjutnya  dinas  sosial  dan  satpol  PP  dapat  memberikan  edukasi  kepada masyarakat untuk tidak memberikan bantuan kepada mereka, karena hal itu hanya strategi mereka dalam memperjual belikan komoditas rasa iba untuk kepentingan pribadi. Ini bertujuan agar hasrat mereka untuk datang kembali   dapat tertekan seiring berjalannya waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun