Mohon tunggu...
Rizki Maulana
Rizki Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Instagram: materialism3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Bukan Kabut, Itu Polusi!

25 November 2023   00:49 Diperbarui: 1 Desember 2023   17:32 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi polusi udara di jakarta, sumber pinterest.

BUKAN KABUT, ITU POLUSI!

"Mau punya penyakit asma? Datang saja ke Jakarta!"

Sebuah kalimat yang terdengar miris, namun nyatanya sangat realistis. 

Pernahkah anda melihat desain, poster, atau ilustrasi gambar bumi yang sedang memakai masker? Iya, dunia belakangan ini memang sedang mengalami gangguan pernapasan. 

Data Air Quality Indeks (AQI) menyebutkan setiap kota-kota besar di dunia berlomba-lomba menyumbang polusi udara setiap harinya. Dan diantara kota yang paling istiqomah menyumbang polusi udara adalah Jakarta. 

Tidak dapat dipungkiri disamping maraknya prestasi, Kota The Big Durian ini selalu unggul juga masalah polusi. 

Dan parahnya lagi Data Dinas Kesehatan DKI mengkultuskan polusi udara di Jakarta ini berpotensi membuat warga terserang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). "Presiden batuk-batuk, seratus ribu warga terkena ISPA." Ucap Rizal Wijaya dalam dialog publik YLKI pada Kamis, 16 November, 2023 lalu.

Lebih lanjut ia menyampaikan faktor utama pemicu polusi udara masih didominasi oleh transportasi khususnya kendaraan pribadi. 

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK menyebutkan 44% emisi di Jakarta berasal dari transportasi, 31% dari industri energi, 10% dari manufaktur, 14% dari perumahan dan 1% dari komersial. 

Dari data tersebut sangat jelas faktor transportasi masih mendominasi. "Ini masalah krusial dan akan semakin serius jika tidak segera diselesaikan, karena akan berdampak global." Tegas Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI. 

Tapi masalahnya warga Jakarta adalah tipikal manusia dengan tingkat ketergantungan kendaraan yang tinggi, padahal Jakarta sudah cukup andal menyediakan transportasi masal dengan sejuta manfaatnya. Ada KRL, MRT, Trans Jakarta, dan LRT. 

Namun tetap saja belum mampu membuat masyarakat hijrah dari transportasi pribadi ke trasportasi umum. Beberapa indikasi disebabkan karena faktor kenyamanan dan efisiensi, namun harusnya itu kembali pada kebutuhan masing-masing. 

Faktor lainnya berasal PLTU. Pak Tulus menjelaskan bahwa Jakarta dikepung oleh 17 PLTU besar di Jawa Barat dan Banten. Meski aktifitas PLN sudah dipastikan aman karena memiliki standar baku moto, tetap saja yang namanya PLTU akan menghasilkan emisi karbon yang tidak baik untuk lingkungan.

Lalu bagaimana solusinya? Tidak ada. Tidak ada masalah yang tidak memiliki solusi, walaupun serumit dan sekrusial masalah polusi udara di Jakarta. 

Namun sebelumnya perlu kita ketahui bahwa, untuk menyelesaikan masalah yang besar, perlu dimulai dari riset masalah dari skala terkecil hingga terbesar secara komprehensip. 

Adapun secara garis besar permasalahan polusi udara yang berdampak pada beberapa sektor lain di jakarta ini apabila dijabarkan secara eksplisit sebagai berikut:

Data Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK menyebutkan sumber utama penyebab polusi didominasi oleh transportasi, maka pemerintah harus memperbaiki dinamika transportasi seefektif mungkin. 

Warga kota lebih suka naik kendaraan pribadi disamping entitas transportasi umum, itu dikarenakan transportasi umum belum mencapai idealisme kenyamanan dan keamanan bagi penumpang, masih  rawan kriminalitas dan kekhawatiran publik di sana.

Kemudian fenomena ini mengorientasi pada maraknya penggunaan kendaraan pribadi, mirisnya kendaraan tersebut sebagian besar menggunkan bahan bakar berkualitas rendah yang potensial menghasilkan emisi karbon berlebih, seperti pertalite dan solar. 

Nah, ada bagusnya jika kedua BBM jenis ini dihapuskan saja. Ahmad Safrudin Ketua Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbal menegaskan usulan untuk penghapusan BBM berkualitas rendah dan kotor sudah dikerahkan. 

Penghapusan jenis BBM ini didasari pada dua persepsi, yaitu:

  • Jenis BBM tersebut tidak sesuai dengan teknologi kendaraan yang sudah diadopsi di Indonesia yaitu EURO2. Pertalite dan solar itu termasuk dalam EURO1. Harusnya bahan bakar yang tidak sesuai ini dihapuskan saja dari pasar agar tidak terjadi trouble pada kendaraan. Contoh kendaraan fourtuner diisi dengan bahan bakar solar, jelas itu dapat merusak kendaraan, demikian juga pajero dan kendaraan di atasnya yang lain menyesuaikan dengan jenis teknologi kendaraan yang ada.
  • BBM kualitas rendah akan menghasilakn emisi buruk yang dapat menyebabkan polusi udara.

Namun diantara empat jenis bahan bakar yang diusulkan untuk dihapus yaitu, premium 88, pertalite, solar 48, dan solar dexlite, baru satu bahan bakar yang berhasil dihapus yakni premium 88. 

Artinya masih ada tiga BBM jenis EURO 1 yang masih eksis di Indonesia. Hal ini dikarenakan permintaan masyarakat terhadap jenis BBM itu terus meningkat, itu terjadi karena harga BBM EURO 2 seperti pertamax mahal, maka di sinilah penting bagi pemerintah untuk menekan harga pertamax, kalau bisa disubsidikan saja kepada masyarakat dengan mempertimbangkan kelayakan sosial.

Kalau diartikan permasalahan lingkungan itu seperti lingkaran setan, susah untuk diselesaikan karena masing-masing memiliki kepentingan. 

Karena masalah polusi di Jakarta didominasi oleh dua faktor yakni transportasi dan industri energi, maka yang dibutuhkan adalah sintegritas bersama antar keduanya dalam menciptakan langkah visioner menekan polusi udara di Jakarta.

Masyarakat harus didorong dan dibiasakan menggunakan kendaraan umum untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Pembatasan penggunaan BBM pertalite perlu dilakukan untuk menekan emisi karbon berlebih.

Disamping itu perlu pngendalian reduksi bahan bakar yang kompatibel dengan aspek lingkungan, seperti pertamina yang saat ini sudah bertransisi membuat bahan bakar ramah lingkungan yang dikombine dengan minyak nabati. 

Dan yang paling penting, turunkan harga BBM. Pemerintah harus merestrukturisasi harga BBM, kalau tidak kita akan menjadi tempat pembuangan BBM Kotor. 

Karena negara-negara lain di Asia seperti Cina, singapura, Thailand mereka sudah mampu bergulat pada standar EURO 4 dengan harga yang murah. bahkan lebih murah dari pertalite EURO 1 yang ada di Indonesia. 

Dan terakhir dari sektor industri energi (PLN) sejauh ini juga sudah turut merealisasikan kepeduliannya terhadap lingkungan. Pembangkit listrik kini mulai transisi energi dengan PLTA. 

Kabar baiknya beberapa hari yang lalu Presiden juga sudah meresmikan PLTS terbesar di Asia Tenggara sebagai bukti komitmen kita menuju ke arah perbaikan energi. 

Dan sedikit sentuhan kecil dari masyarakat yang akan berdampak besar bagi peningkatan kualitas udara di Jakarta adalah, upayakan kurangi berkendara dan mulailah bersepeda atau berjalan kaki. 

Dengan demikian diharapkan tahun 2060 mendatang Indonesia net zero emission bukan sekedar fiksi tapi telah terealisasi (*)

Terima Kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun