Mohon tunggu...
RIZKI JULIANA ROSALINDA
RIZKI JULIANA ROSALINDA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

hallo everyone!!! perkenalkan saya rizki juliana rosalinda, mahasiswa universitas jember, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, program studi pgsd. hobby saya mendaki, membaca novel dan berlari. motto hidup : dari mama papa, untuk mama papa. pesan : siapapun boleh jadi apapun asal jangan jadi tuhan so selamat membaca ketikan saya..thank youu

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pendekatan Sosiologi Terhadap Etika Interaksi Tokoh Publik : Studi Kasus Gus Miftah Sebagai Pemuka Agama Terhadap Bapak Pedagang Es

11 Desember 2024   19:16 Diperbarui: 11 Desember 2024   19:19 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 

PEMBAHASAN

Etika Komunikasi Dalam Perspektif Sosiologi

Dalam sosiologi, konsep etika interaksi dapat dilihat melalui teori interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teori ini menekankan pentingnya simbol dan makna dalam hubungan sosial. Setiap tindakan yang dilakukan seseorang, terutama oleh tokoh publik, memiliki nilai simbolis yang dapat memengaruhi cara masyarakat memahami norma dan etika. Selain itu, teori dramaturgi dari Erving Goffman juga relevan, di mana individu dianggap memainkan "peran" di depan umum sesuai dengan harapan masyarakat. Tokoh publik, dalam hal ini, memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menjaga "panggung depan" yang mencerminkan etika dan moralitas.

Etika komunikasi dalam sosiologi menekankan pentingnya kesadaran akan posisi sosial dan pengaruh yang dimiliki seseorang dalam struktur masyarakat. Hal ini mencakup pemahaman terhadap urutan sosial dan bagaimana interaksi bisa memengaruhi hubungan antar individu. Gus Miftah, sebagai seorang tokoh agama yang dihormati, diharapkan mampu menunjukkan sikap yang penuh rasa hormat dan empati kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada dalam kelompok ekonomi yang lebih rendah, seperti pedagang kecil. Dalam konteks ini, komunikasi yang terkesan merendahkan atau mengabaikan mereka bisa dilihat sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap ketimpangan sosial yang ada dalam masyarakat.

Dalam perspektif teori interaksi simbolik yang dikemukakan oleh George Herbert Mead, komunikasi lebih dari sekadar sarana untuk menyampaikan informasi; komunikasi juga mencerminkan cara individu memahami, merespons, dan menghargai peran serta posisi orang lain dalam interaksi sosial. Mead menganggap bahwa setiap tindakan komunikasi tidak hanya berdampak pada penerimaan pesan, tetapi juga pada bagaimana hubungan sosial antara pengirim pesan dan penerima pesan dibentuk dan dipelihara. Oleh karena itu, ketika seorang figur publik, seperti Gus Miftah, gagal untuk memperhatikan dan menghargai dimensi sosial ini dalam komunikasi mereka, hal tersebut bisa menciptakan gangguan dalam hubungan sosial yang lebih luas. Ini bisa mengakibatkan terjadinya jarak emosional antara tokoh tersebut dan masyarakat yang menjadi audiensnya, yang pada gilirannya bisa merusak hubungan saling percaya dan solidaritas.

ANALISIS KASUS

Gus Miftah dikenal sebagai seorang pemuka agama yang sering berdakwah dengan gaya santai dan humoris. Namun, dalam interaksi dengan seorang pedagang es, ia dianggap melakukan tindakan yang merendahkan harga diri pedagang tersebut. Kejadian ini dapat dianalisis dari beberapa aspek:

  1. Relasi Kuasa dan Status Sosial

Sebagai seorang tokoh agama, Gus Miftah memiliki status sosial yang tinggi. Ketika ia berinteraksi dengan seorang pedagang yang berada di posisi sosial lebih rendah, relasi kuasa ini memengaruhi dinamika interaksi. Perilaku merendahkan dapat mencerminkan ketimpangan kekuasaan dan mengabaikan prinsip kesetaraan dalam hubungan sosial.

  1. Pengaruh terhadap Masyarakat

Perilaku seorang tokoh publik sering kali menjadi panutan atau pembelajaran bagi masyarakat. Dalam hal ini, tindakan Gus Miftah dapat memberikan dampak negatif, yaitu menguatkan stereotip bahwa orang dengan status sosial lebih rendah dapat diperlakukan tidak hormat. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mengajarkan penghormatan terhadap sesama.

  1. Respons Publik dan Media Sosial

Dalam era digital, tindakan seorang tokoh publik mudah tersebar luas melalui media sosial. Publik cenderung memberikan penilaian secara langsung tanpa melihat konteks penuh dari peristiwa tersebut. Respons terhadap kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki harapan tinggi terhadap tokoh agama dalam menjaga nilai-nilai etika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun