Â
PEMBAHASAN
Etika Komunikasi Dalam Perspektif Sosiologi
Dalam sosiologi, konsep etika interaksi dapat dilihat melalui teori interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teori ini menekankan pentingnya simbol dan makna dalam hubungan sosial. Setiap tindakan yang dilakukan seseorang, terutama oleh tokoh publik, memiliki nilai simbolis yang dapat memengaruhi cara masyarakat memahami norma dan etika. Selain itu, teori dramaturgi dari Erving Goffman juga relevan, di mana individu dianggap memainkan "peran" di depan umum sesuai dengan harapan masyarakat. Tokoh publik, dalam hal ini, memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menjaga "panggung depan" yang mencerminkan etika dan moralitas.
Etika komunikasi dalam sosiologi menekankan pentingnya kesadaran akan posisi sosial dan pengaruh yang dimiliki seseorang dalam struktur masyarakat. Hal ini mencakup pemahaman terhadap urutan sosial dan bagaimana interaksi bisa memengaruhi hubungan antar individu. Gus Miftah, sebagai seorang tokoh agama yang dihormati, diharapkan mampu menunjukkan sikap yang penuh rasa hormat dan empati kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada dalam kelompok ekonomi yang lebih rendah, seperti pedagang kecil. Dalam konteks ini, komunikasi yang terkesan merendahkan atau mengabaikan mereka bisa dilihat sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap ketimpangan sosial yang ada dalam masyarakat.
Dalam perspektif teori interaksi simbolik yang dikemukakan oleh George Herbert Mead, komunikasi lebih dari sekadar sarana untuk menyampaikan informasi; komunikasi juga mencerminkan cara individu memahami, merespons, dan menghargai peran serta posisi orang lain dalam interaksi sosial. Mead menganggap bahwa setiap tindakan komunikasi tidak hanya berdampak pada penerimaan pesan, tetapi juga pada bagaimana hubungan sosial antara pengirim pesan dan penerima pesan dibentuk dan dipelihara. Oleh karena itu, ketika seorang figur publik, seperti Gus Miftah, gagal untuk memperhatikan dan menghargai dimensi sosial ini dalam komunikasi mereka, hal tersebut bisa menciptakan gangguan dalam hubungan sosial yang lebih luas. Ini bisa mengakibatkan terjadinya jarak emosional antara tokoh tersebut dan masyarakat yang menjadi audiensnya, yang pada gilirannya bisa merusak hubungan saling percaya dan solidaritas.
ANALISIS KASUS
Gus Miftah dikenal sebagai seorang pemuka agama yang sering berdakwah dengan gaya santai dan humoris. Namun, dalam interaksi dengan seorang pedagang es, ia dianggap melakukan tindakan yang merendahkan harga diri pedagang tersebut. Kejadian ini dapat dianalisis dari beberapa aspek:
- Relasi Kuasa dan Status Sosial
Sebagai seorang tokoh agama, Gus Miftah memiliki status sosial yang tinggi. Ketika ia berinteraksi dengan seorang pedagang yang berada di posisi sosial lebih rendah, relasi kuasa ini memengaruhi dinamika interaksi. Perilaku merendahkan dapat mencerminkan ketimpangan kekuasaan dan mengabaikan prinsip kesetaraan dalam hubungan sosial.
- Pengaruh terhadap Masyarakat
Perilaku seorang tokoh publik sering kali menjadi panutan atau pembelajaran bagi masyarakat. Dalam hal ini, tindakan Gus Miftah dapat memberikan dampak negatif, yaitu menguatkan stereotip bahwa orang dengan status sosial lebih rendah dapat diperlakukan tidak hormat. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mengajarkan penghormatan terhadap sesama.
- Respons Publik dan Media Sosial
Dalam era digital, tindakan seorang tokoh publik mudah tersebar luas melalui media sosial. Publik cenderung memberikan penilaian secara langsung tanpa melihat konteks penuh dari peristiwa tersebut. Respons terhadap kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki harapan tinggi terhadap tokoh agama dalam menjaga nilai-nilai etika.