Indonesia merupakan negara dengan jumlah suku terbanyak di dunia. Keberagaman adat dan istiadat membuat banyaknya bahasa dan ciri khas yang unik  di setiap sukunya. Tak terkecuali dengan salah satu suku di banten.Â
Suku tersebut tak lain ialah suku baduy. Mungkin, beberapa dari kita mengenal suku baduy dengan ciri khas madu dan tenun. Dan memang, di baduy sendiri banyak sekali masyarakat yang berpenghasilan sebagai penenun dan penjual madu.Â
Banyaknya flora dan fauna disana menjadikan masyarakat baduy menjadi masyarakat yang mampu memberdayakan kebutuhan ekonomi secara mandiri.Â
Kemampuan kreatif mereka pun di dapat karena kecerdasan mereka memanfaatkan sumber daya alam. Uniknya, kecerdasan mereka tidak di raih di bangku sekolahan. Sebab, salah satu peraturan di baduy adalah tidak boleh adanya pendidikan seperti belajar mengajar.
Lalu bagaimana mereka mengenal huruf dan angka supaya dapat membaca dan menghitung?
Memang, kehidupan di baduy yg di kelilingi seribu satu peraturan ini tidak menghendaki adanya elektronik masuk ke daerah mereka. Akan tetapi, untuk transaksi jual beli masih di perbolehkan.Â
Meskipun untuk barang jangka panjang seperti tanah dan lahan pertanian yg tidak di boleh untuk di jual belikan. Jual beli tersebut baru di perbolehkan apabila di lakukan di luar daerah baduy. Sedangkan jual beli yg ringan seperti ; jual beli kain tenun, madu, hasil kerajinan tangan masih di perbolehkan di daerah baduy.
Jadi, cara mereka untuk mengenal huruf dan angka ialah dengan memanfaatkan transaksi di luar baduy. Ketika adanya transaksi jual beli di luar baduy, mereka juga mempergunakan untuk mengamati perlakuan masyarakat sekitar.Â
Hebatnya, tanpa di ajari pun mereka sudah bisa mencerna bahkan meniru perbuatan yang dilakukan masyarakat tersebut. Dari hasil pengamatan itu kemudian di tiru kembali ketika di daerah mereka, yang nantinya ada pentransferan ilmu secara tidak langsung.
Oh iya, sebelum membahas tentang aturan di suku baduy. Saya akan membahas tentang baduy itu sendiri. Baduy sendiri menurut bahasa sunda ialah babaduyan yang artinya berpindah pindah dengan berjalan secara komunal.Â
Memang, pada zaman kesultanan Sultan Maulana Hasanuddin, suku baduy itu muncul ketika  para pejuang menyelamatkan diri ke hutan di daerah banten dan kemudian membangun tempat tinggal disana.Â
Dikarenakan penyembunyian mereka juga tidak di rencanakan secara pasti jangka waktunya, otomatis segala perbekalan dan perlengkapan yg di bawa pun seada-adanya.Â
Oleh karena itu meraka memanfaatkan berbagai macam sumber daya alam yg ada untuk bertahan hidup. Dari situ lah kemudian ada aturan di suku baduy yang tidak di perkenankan untuk membangun rumah secara permanen seperti memakai paku, semen, bata, dll.Â
Bahkan bagi orang baduy sendiri tidak diperbolehkan nya untuk memelihara hewan ternak. Jadi, cara mereka untuk mencari makan adalah dengan berburu.
Lalu, suku baduy sendiri terbagi menjadi dua : suku baduy dalam dan suku baduy luar. Salah satu perbedaan diantara keduanya ialah dari segi pakaian adat.Â
Untuk pakaian suku baduy dalam sendiri memakai lomar (semacam kain ikat kepala) yg berwarna putih, koja (mirip tas selempang), gelang berwarna putih, dan kain di pinggang (semacam rok). Dan untuk suku baduy luar sendiri memakai pakaian yg sama, akan tetapi warna yg di gunakan memakai warna biru hitam.
Keduanya memang secara adat istiadat masih sama. Masih mempergunakan sistem Puun (ketua adat) dan Jaro (kepala desa) akan tetapi suku baduy luar masih bisa bertoleransi dengan perkembangan zaman. Mereka sudah mulai melek dengan teknologi meskipun tidak boleh ada listrik di dalamnya.Â
Jadi apabila mereka membutuhkan listrik, mereka datang ke daerah luar baduy yang terdekat. Masyarakat suku baduy luar juga sudah banyak yg mempergunakan kendaraan bermotor. Hebatnya, meskipun mereka sudah mengenal kebiasaan masyarakat di luar, adat istiadat mereka tidak luntur.Â
Peraturan adat mereka pun di jalani tanpa adanya paksaan. Apabila ada yg melanggar, tak tanggung tanggung hukumannya adalah di usir dari daerah baduy tersebut.
Suku baduy dalam sendiri terdiri dari 3 kampung, yaitu : cibeo, cikeusik, dan cikartawana. Menurut orang disana, cibeo dikenal dengan daerah yg paling bisa toleransi perihal aspek kemanusiaan.Â
Kepekaan mereka terhadap kehidupan bersosial juga lebih tinggi. Sedangkan daerah cikeusik dikenal sebagai daerah yg kental akan spiritualitasnya. Karena itu, cikeusik menjadi daerah yg banyak menghasilkan para tokoh kepercayaan. Bahkan, menurut masyarakat disana, banyak masyarakat luar baduy yg sering meminta kelancaran untuk urusannya ke daerah tersebut.Â
Sedangkan cikartawana menjadi daerah yg sangat mampu melestarikan alam dg baik. Kepekaan mereka dalam menjaga alam bahkan patut di acungi jempol.Â
Sebab, masyarakat disana benar-benar melarang adanya perusakan alam. Mereka juga bahkan mampu mengenal jenis tumbuhan dan mempunyai teknik tersendiri dalam menjaga tumbuhan supaya dapat tumbuh subur hingga berumur panjang.
Banyaknya peraturan di suku baduy tak membuat mereka keberatan dalam menjalaninya. Sebab, ada makna yg tersirat di balik aturan tersebut.Â
Seperti membuat rumah dengan bahan alami, maknanya adalah supaya tidak merusak alam dan tekstur tanah. Dalam pembuatan rumahnya pun, area pintu sengaja di buat sedikit lebih pendek dengan filosofi bahwa mereka haruslah sopan dan rendah hati terhadap suku mereka sendiri.Â
Lain halnya, filosofi ketika mereka membuat satu pintu saja dalam satu rumah adalah supaya di dalam hidup mereka tidak boleh menikah dua kali dan apabila mereka sudah di akad dengan satu orang, mereka tidak boleh menggugat cerai. Memang, di suku baduy sendiri masih menganut sistem perjodohan antar suku. Sehingga kawasan mereka tetap di huni dengan suku mereka sendiri.
Di baduy juga memiliki banyak filosofi, seperti panjang tak boleh di potong, dan pendek tak boleh di sambung. Filosofi tersebut mengajarkan supaya bisa hidup sederhana tanpa berlebihan. Kecukupan mereka menjadikan diri mereka rendah hati.
Kiranya tak cukup dengan tulisan sepatah dua patah kata, keunikan suku baduy tak akan pernah berhenti. Bahkan, dituliskan artikel, disertasi, jurnal, dan lain-lain tidak akan pernah bisa terungkap secara menyeluruh tentang keindahan dan keunikan tersebut. Untuk mengungkapnya sendiri, pembaca bisa langsung datang ke daerah tersebut dan menikmati beribu macam cerita yang tidak bisa di temui di internet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H