Dalam masyarakat yang sangat plural, setiap individu diharapkan untuk menghargai sikap toleransi, saling menghormati, dan menerima perbedaan yang ada di sekitarnya. Toleransi ini menjadi kunci utama dalam menciptakan kehidupan yang penuh keberagaman. Keanekaragaman yang dimiliki oleh Indonesia akan menjadi lebih indah dan bermanfaat jika dikelola dengan bijak untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Dengan menerapkan sikap toleransi, tujuan utamanya adalah menciptakan kehidupan yang menjunjung tinggi persatuan tanpa memandang perbedaan dan latar belakang. Menurut Abdulatif & Dewi (2021) Toleransi merupakan syarat mutlak untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya dan menjamin hubungan baik diantara sesama warga Negara Indonesia. Toleransi bukan saja didefinisikan sebagai sikap namun juga sebagai kesadaran dan cara berpikir yang memaksa kemauan diri untuk menerima dan menghormati perbedaan Shofa (dalam Abdulatif & Dewi, 2021, p. 104)
Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman suku, agama, dan ras, serta dikenal sebagai negara yang ramah dan toleran dalam hal kehidupan beragama. Pluralisme agama telah ada di Indonesia sejak lama, bahkan lebih awal dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir (terutama sebelum 2014), banyak insiden yang mengungkapkan sikap intoleran sebagian masyarakat Indonesia terhadap agama. Hal ini masih menjadi perhatian berbagai organisasi internasional seperti Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC), Komisi Hak Asasi Manusia Asia (AHRC), serta Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), dan lain-lain.
METODE DAN BAHAN
Dalam pembuatan artikel ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan studi kepustakaan. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Penelitian kualitatif bersifat penemuan. Menurut Sukmadinata (dalam Wekke dkk., 2019, p. 34), dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dalam suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kualitatif melalui studi kepustakaan, atau yang sering disebut dengan Literature Review, adalah suatu pendekatan penelitian yang menggunakan data sekunder berupa literatur, jurnal, buku,artikel ilmiah, dan dokumen lainnya sebagai sumber utama informasi. Kemudian data-data dianalisis, diklasifikasikan dan dideskripsikan untuk sampai pada sebuah kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia dengan keanekaragaman budaya, agama, suku, bahasa yang dimilikinya menunjukkan sebagai salah satu bangsa yang memiliki masyarakat multicultural. Menurut Akhmadi (dalam Azahra dkk., 2024, p. 4191). Keanekaragaman menjadi suatu berkah jika dikelola dengan bijak, menjadi ciri khas dan kekuatan tersendiri. Namun, keberagaman ini bisa menjadi tantangan apabila tidak disikapi dengan kebijaksanaan, karena dapat berpotensi menjadi ancaman dan menimbulkan konflik yang merusak keharmonisan dalam masyarakat. Keragaman budaya merupakan fenomena alamiah yang terjadi akibat pertemuan berbagai budaya di suatu tempat, di mana individu dan kelompok dengan latar belakang budaya masing-masing membawa cara hidup yang unik.
Hubungan Agama Dalam Pancasila
      Menyandingkan agama dengan Pancasila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bukanlah langkah yang rasional. Hal ini dikarenakan agama merupakan dasar negara yang menjadi sumber utama dan pertimbangan dalam setiap tindakan bernegara, baik oleh masyarakat maupun pemerintah, yang berlandaskan pada Sila Pertama Pancasila. Dalam kontek hukum nasional, Sila Pertama Pancasila yang merepresentasikan nilai Ketuhanan, mengamanatkan bahwa tidak boleh ada  bertentangan dengan agama atau bersifat menolak atau bermusuhan dengan agama Kusumaatmadja & Sidharta (dalam Nahuddin & Prasetyo, 2020, p. 281) Dengan pengertian tersebut, agama merupakan indikator mutlak untuk menilai sebuah produk hukum nasional sesuai dengan Pancasila sebagai Dasar Negara atau tidak.
      Hal tesebut sesuai dengan apa   yang dikatakan Ir.Soekarno 1 Juni  1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) menyatakan, "Prinsip Ketuhanan!  Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan,   tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya  sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan  menurut  petunjuk  Isa  Al  Masih,  yang Islam menurut petunjuk Nabi  Muhammmad SAW, orang Budha  menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab  yang  ada  padanya.  Tetapi marilah  kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah  Tuhannya dengan lelusa. Segenap  rakyat  hendaknya  ber-Tuhan. Secara   kebudayaan yakni dengan tiada "egoisme  agama".  Dan  hendaknya  Negara Indonesia   satu   negara   yang   ber-Tuhan" Hamdan Zoelva (dalam Marhaeni, 2017, p. 113). Begitu pentingnya kedudukan Pancasila, maka Pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan adalah milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan, menurut terminologi Pancasila, adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, dan maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Buddha, dan agama lainnya Chaidar (dalam Tsoraya, 2023, p. 16). Bentuk penyelenggaraan Pancasila harus didasarkan pada nilai-nilai dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, di mana setiap aturan yang dibuat harus memperhatikan sikap toleransi antar agama.
Peran Pancasila dalam membangun toleransi antar umat beragama
      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila mengajarkan pentingnya sikap saling menghormati, menghargai, toleransi, serta kerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda, sehingga tercipta dan terus terpelihara kerukunan hidup antar umat beragama. Masyarakat diharapkan dapat berkembang dengan menginternalisasi nilai-nilai dan karakter Pancasila, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat. Karakter ataupun kepribadian masyarakat yang baik sesuai dengan nilai pancasila sendiri adalah sebagai berikut Menurut Hani Risdiany (dalam Azahra dkk., 2024, p. 4192)