Pra Kerja, Â Progam pelatihan kerja yang dicanangkan oleh Pemerintah ini belakangan ini menuai pro dan kontra. Bahkan sejak awal dicanangkan progam ini menuai banyak kritikan baik dari kalangan politisi maupun akademisi.Â
Hingga akhirnya setelah progam ini secara resmi dan serentak dilakukan banyak mendapat sorotan tajam di masyarakat. Banyak yang menganggap progam ini masih abu-abu,tidak tepat sasaran, tidak sesuai, terburu-buru, dan penuh nepotisme. Terlebih dengan kondisi penyebaran virus covid-19 yang telah memberikan dampak di berbagai sektor, baik sosial maupun ekonomi, seperti banyaknya gelombang PHK hingga pelemahan ekonomi baik bagi masyarakat yang bekerja di sektor formal ataupun informal yang tedampak secara langsung maupun tidak langsung.
Kembali lagi ke progam Pra Kerja, mengutip cnbcindonesia.com, untuk diketahui bersama, pada awalnya, Pra Kerja ini muncul pada masa kampanye Presiden Joko Widodo, program kartu pra kerja direncanakan dengan tujuan meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang unggul sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Terlenih saat munculnya Isu Asean Economic Community dan Revolusi Industri 4.0 dimana yang menjadi target utamanya adalah warga negara Indonesia (WNI)berusia minimal 18 tahun yang sedang mencari kerja yang diharapkan mampu menumbuhkan bibit-bibit kewirausahaan baru.
Oleh karenanya, konsep dari kartu pra kerja ini berupa pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, agar bisa mendapatkan pekerjaan atau menjadi wirausahawan baru. Wirausaawan baru ini tidak lepas dari semakin banyaknya start-up baru yang bermunculan dan didukung oleh bonus demografi yang pada masa kampanye tersebut disinggung atau dimasukan sebagai isu di dalam masa kampanye saat itu di jadikan sebagai salah satu isu yang penting dan harus diakomodir oleh pemimpin baru nantinya.
Sementara kondisi saat ini sangat jauh berbeda dari apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Penyebaran virus covid-19 telah membuat pengeruh yang besar di berbagai sektor, termasuk sektor perekonomian; banyak perusahaan yang harus merumakan karyawanya akibat dari kondisi pasar yang berpengaruh terhadap tidak stabilnya jumlah permintaan dan penawaran, selain itu untuk tetap bertahan banyak perusahaan yang berusaha seefisien mungkin menekan pengeluaran biaya produksi yang sala satunya adalah opsi merumakan sebagian karyawanya.Â
Selain itu banyak usaha lain di bidang informal yang bergantung pada bidang formal yang juag terpengaru sehingga banyak yang memilih untuk tutup. Terhitung hingga 13 April 2020, jumlah pekerja yang bergerak di bidang formal dan informal yang di-PHK dan dirumahkan sudah mencapai 2,8 juta orang. Dalam sepekan ada lonjakan sampai dua kali lipat dibandingkan 7 April yang masih 1,2 juta pekerja PHK dan dirumahkan.
Terlepas dari hal tersebut, masih banyak sebagian masyarakat yang skeptis bahkan apatis kepada progam tersebut. Terlebih dimana salah satu vendor yang ikut di dalam progam tersebut merupakan milik staf khusus kepresidenan. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu vendor yaitu Ruang guru merupakan start up milik Adamas Belva Syah Devara. Banyak pihak menilai bantuan yang diberikan kepada masyarakat melalui program Kartu Prakerja tak efisien dan berisiko hanya menjadi pemborosan anggaran. Pasalnya, Rp 5,6 triliun dana bantuan yang diberikan pemerintah untuk 5,6 juta peserta penerima manfaat program Kartu Prakerja akan mengalir ke kantong-kantong lembaga pelatihan yaitu para vendor atau start up yang terlibat saat ini. Mereka mayoritas adalah startup yang bekerja sama dengan pemerintah tersebut sekaligus menjadi penyedia pelatihan yang dilakukan secara online.Â
Selain itu banyak yang menanyakan tentang keefektifan dan keefisienan progam tersebut terlebih di tengah masa pandemi seperti saat ini, banyak yang beranggapan progam tersebut hanya membuang anggaran, selain itu juga banyak pelatihan online yang disediakan secara gratis di platform online seperti youtube yang bisa diakses secara gratis. Selain itu progam tersebut hanya diperuntuka bagi kalangan menengah ke atas yang melek informasi dan teknologi, tidak untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah yang masih awam teradap informasi dan teknologi serta keterbatasan akses karena tidak meratanya sarana dan prasarana yang menunjang bagi masyarakat di berbagai daerah yang ada di Indonesia sehingga dinilai tidak efektif.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mengutip pendapat dari denny siregar melalui situs tagar.id bahwa Saat ini Pemerintah telah menganggarkan Rp 20 triliun untuk 5,6 juta peserta pelatihan tenaga kerja. Kemudian masing-masing peserta dapat uang Rp 3,55 juta per orang. Dari Rp 3,55 juta itu, yang Rp 1 juta harus buat ikut pelatihan kerja. Sisanya, yaitu Rp 2,55 juta untuk biaya hidup mereka, sebesar Rp 600 ribu per orang per bulan selama 4 bulan.Sehingga secara tidak langsung yang diuntungkan bukan vendor atau perusahaan mitranya, tetapi para pengajar.Â
Ada guru, ada wiraswatawan, ada montir, dan lain-lain. Mereka inilah yang jadi pengajar dan mendapat insentif dari apa yang mereka ajarkan Jadi, peserta pelatihan nantinya akan mendapatkan uang saku setiap bulan yang digunakan untuk bertahan hidup selama mereka ikut pelatihan. Selain itu mereka juga dapat Rp 150 ribu untuk uang survei yang nantinya dilakukan setelah mendapat paket pembelajaran. Dari uang Rp 1 juta untuk pelatihan itu, peserta diberi kebebasan memilih pelatihan dari 8 mitra yang ditunjuk. Â Diantaranya ada Bukalapak, ada Tokopedia, dan ada juga Ruangguru.
Sehingga bukan uang Rp 1 juta dikalikan 5,6 juta peserta - totalnya Rp 5,6 triliun - dikucurkan langsung ke perusahaan-perusahaan unicorn itu. Peserta bebas menggunakan uangnya  Rp 1 juta dari 8 mitra pelatihan itu. Alasan pemilihan 8 mitra pelatian tadi adalah karena perusahaan online yang siap di masa pandemi ini sementara hanya 8 perusahaan itu. Kartu prakerja ini awalnya didesain bekerja sama dengan banyak mitra offline seperti balai latihan kerja dan lain-lain. Tapi kemudian corona menyerang, sehingga sistemnya harus diubah dengan konsep "berlatih di rumah". Konsepnya, perusahaan mitra tadi hanya sebagai mediator, mempertemukan para pelatih dengan orang yang akan dilatih. Sehingga yang sebelumnya offline, diubah menjadi online karena keadaan.