Dunia rasanya sesak jika terus dipenuhi segala ambisi orang yang berlomba ingin terlihat lebih benderang dr yg lain.
Merasa harus menjadi nomor satu dr sepersekian ribu. Aku memilih untuk tidak menambah kesesakan dunia smacam itu.
Bukan berniat untuk berhenti berlomba dan keluar dr medan juang. Bukan pula tidak ingin berjuang karena takut kalah dalam arena perang.
Yaa untuk saat ini, lakukan saja yg terbaik yg memang semestinya diri ini lakukan. Niatkan saja pada rumut yg bergoyang. Ia berlambai tidak ingin karena dilihat orang.
Menenduhkan mata seraya menentramkan pikiran orang yg memandang. Yapss ia bertugas sebagaimana selayaknya. Tidak mengharap curahan siraman dr orang yg ta peduli bahkan menganggapnya harus d basmi.
Cukuplah orang yg mampu menikmati kesunyian dgn hamparan hijau yg menenangkan untuk menghargai.
Lebih nyaman diam sesekali memberi makna hanya untuk pengabadian kelak d masa mendatang. Kita tak tahu hati stiap insan akan sebuah kabar baik buruk nya suatu keadaan.
Memilih menikmati kesuksesan dgn keluarga sndiri. Tp kadang juga takut kebahagiaan yg kurasakan menjadi luka nestapa bagi mereka.
Bahkan ke sohib sendiri yg kurasa tempat berbagi kebahagiaan pun, ikut terluka dg kabar bahagia yg saya punya.
Tidak munafik jg, kadang saat dlm kondisi terpuruk pun saya merasakan hal serupa.
Ada satu hal yg menjadi ketakutan, lantas pada siapa segala kisah klasik tertuang?
Jangan-jangan kelak jodoh juga merasakan hal demikian?
Ahhh, tidak lah nyaman.
Ada satu kata kunci yg patut kita cari dalam komunikasi yaitu frekuensi dan kestabilan hati yg serupa agar segala rasa yg ingin kita bagi tidak justru berbalik melukai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H