Mohon tunggu...
Rizki Edo
Rizki Edo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110018 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Sepak bola dan Futsal

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 13 - Pemeriksaan Pajak - Proses Auditing Sektor Usaha Perkebunan Sawit Pada PT. Gua Selomangleng - Prof Apollo

8 Desember 2024   23:33 Diperbarui: 8 Desember 2024   23:37 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dengan jumlah produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2023, jumlah produksi CPO diperkirakan sebesar 50,07 juta metrik ton, meningkat dari 46,82 juta metrik ton pada tahun 2022 (Badan Pusat Statistik, 2023). Pengelolaan industri kelapa sawit sangat relevan dengan konsep Deep Ecology karena industri ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, dan keseimbangan ekosistem. Berikut adalah beberapa alasan dan kaitannya dengan prinsip-prinsip Deep Ecology.

  1. Berdampak besar pada keanekaragaman hayati
  2. Berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem
  3. Berdampak pada keseimbangan ekologis
  4. Berdampak kepada Masyarakat lokal
  5. Perubahan Iklim dan Polusi

SOLUSI BERBASIS DEEP ECOLOGY DALAM PENGELOLAAN KELAPA SAWIT

1.Peningkatan Keberlanjutan: Mengadopsi standar keberlanjutan seperti RSPO atau ISPO, yang memastikan produksi ramah lingkungan.

2. Rehabilitasi Ekosistem: Menghijaukan kembali lahan yang terdegradasi akibat perkebunan kelapa sawit.

3. Penghormatan terhadap Keanekaragaman Hayati: Melindungi kawasan dengan biodiversitas tinggi, seperti hutan primer dan lahan gambut.

4. Keterlibatan Komunitas Lokal: Mengintegrasikan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan dan memastikan manfaat ekonomi yang adil.

5. Pendidikan dan Advokasi: Mengedukasi masyarakat dan pelaku industri tentang pentingnya keberlanjutan ekologis.

Pemeriksaan pajak pada sektor kelapa sawit menjadi isu yang sangat penting dalam konteks Indonesia, mengingat industri ini berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara. Sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan bahwa entitas di sektor ini mematuhi kewajiban perpajakan mereka dengan transparan dan akuntabel. Sektor industri kelapa sawit mejadi sektor prioritas oleh DJP dalam melakukan pemeriksaan pajak karena kontribusi yang sangat signifikan terhada negara. Namun, kompleksitas industri, termasuk aspek keberlanjutan lingkungan dan praktik operasional yang bervariasi, menambah lapisan tantangan dalam proses auditing.

Dalam kerangka pemeriksaan pajak, pendekatan hermeneutis Wilhelm Dilthey menawarkan perspektif mendalam. Hermeneutika menekankan pentingnya memahami data dan proses pemeriksaan sebagai hasil interaksi antara auditor, auditee, dan sistem yang lebih luas. Dalam hal ini, auditor tidak hanya menginterpretasi angka dan dokumen, tetapi juga memahami konteks operasional, budaya organisasi, dan dinamika sektor kelapa sawit.

Pemeriksaan dalam sektor ini umumnya dibagi menjadi empat tahapan utama:

  1. Tahap Perencanaan dan Identifikasi Risiko                                                                                                                                                                                      1. Pada tahap ini, fiskus mengidentifikasi area yang memiliki risiko tinggi terhadap kesalahan penyajian material. Misalnya, identifikasi potensi manipulasi laporan keuangan terkait volume produksi, pengelolaan aset biologis, dan pengeluaran operasional. 2. fiskus juga menetapkan strategi untuk memahami bisnis dan operasional perusahaan kelapa sawit, seperti mencatat aktivitas pembukaan lahan, pemanenan, dan proses produksi minyak kelapa sawit.
  1. Strategi dan Penilaian Risiko
  1. Setelah identifikasi risiko, fiskus merancang strategi pemeriksaan yang sesuai. Misalnya, penilaian risiko terhadap kepatuhan perusahaan terhadap PSAK 69 terkait aset biologis.
  2. fiskus menentukan apakah pengendalian internal perusahaan memadai untuk mengurangi risiko salah saji.
  1. Eksekusi
  1. Pada tahap ini, fiskus melakukan pengujian substantif terhadap laporan keuangan. Contohnya, melakukan verifikasi terhadap aset biologis, biaya operasional, dan perhitungan pendapatan dari hasil penjualan minyak kelapa sawit.
  2. Pengujian juga mencakup evaluasi terhadap pemenuhan regulasi terkait pajak dan pengelolaan lingkungan.
  1. Kesimpulan dan Pelaporan:
  1. fiskus menyimpulkan hasil pemeriksaan berdasarkan bukti audit yang dikumpulkan. Misalnya, memberikan opini terhadap kepatuhan perusahaan terhadap PSAK 69 dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.
  2. Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada pemangku kepentingan dengan rekomendasi untuk perbaikan tata kelola dan pengendalian internal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun