Mohon tunggu...
Rizki Ardi
Rizki Ardi Mohon Tunggu... Penulis - Manajer Koperasi (open to work)

Seorang yang belajar menjadi hamba Allah.

Selanjutnya

Tutup

Money

Uangnya ke Mana?

20 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 20 Juli 2022   09:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pertama kali saya berkarir sebagai manajer koperasi ada satu pertanyaan yang juga tantangan yang dilontarkan ke saya dari ketua koperasi. Uang koperasi kemana aja? 

Bagi saya yang latar belakangnya manajemen, dan juga keuangan, itu pertanyaan yang aneh juga lucu. Mengapa? Karena koperasi itu kan bisnis, dan bisnis ini sudah berjalan kurang lebih setahun. Tapi kok tidak tahu uangnya kemana aja, memangnya mereka tidak buat laporan keuangan! Memangnya di koperasi tidak ada yang ngurusin keuangan! Kacau nih koperasi. Padahal koperasinya masih kecil, masa iya sih tidak tahu uangnya berapa dan dimana. Begitu pikir saya saat itu.

Lalu segera saya lacak dan catat transaksi-transaksi yang terjadi, yang cash maupun yang non-cash. Jadi ternyata pembukuan di koperasi saat itu hanya mencatat transaksi-transaksi yang sifatnya cash. Sedangkan transaksi non cash seperti pengakuan pendapatan, pengakuan beban, pengakuan utang-piutang, depresiasi, semua itu tak ada catatannya. 

Pun pengeluaran kadang salah dikategorikan sebagai beban usaha atau beban operasional. Singkatnya, semua berhasil dilacak dan dibuatkan neracanya. Tidak butuh waktu lama, kurang dari satu bulan akhirnya ketahuan uang koperasi ada dimana saja.

Kemudian loncat jauh dimasa depan, di koperasi yang sama. Sekitar enam tahun dari peristiwa tadi, tiga tahun setelah saya mengundurkan diri dari koperasi tersebut. Pertanyaan yang sama menyeruak. Uang koperasi dimana aja? Kali ini uangnya sudah bukan puluhan juta lagi, tapi sudah milyaran. Tapi pertanyaannya tetap sama. 

Di saat saya menjabat manajer koperasi selama kurang lebih tiga tahun, saya buat prosedur keuangan, saya buat laporan keuangan bulanan. Kapanpun ditanya oleh pengurus koperasi, dimana uang koperasi saya bisa jawab dengan detail. Dengan bantuan neraca, juga buku-buku pembantu, lengkap dengan bukti-bukti transaksi jika memang diperlukan untuk diaudit.

Lantas mengapa pertanyaan tersebut muncul lagi di kemudian hari? Apakah saya gagal membangun sistem? Apakah SDMnya tidak kompeten? Apakah ada fraud? Pelan-pelan, saya jawab satu per satu.


1. Tentang Sistem Keuangan

Sistemnya sudah ada. SOP sudah ada, sudah pakai software accounting, staf sudah dilatih. Sayangnya sistemnya masih prematur ketika saya tinggal, sistem tersebut baru berjalan kurang lebih satu tahun. Jadi masih perlu pembiasaan, troubleshooting, penyempurnaan. 

Ternyata sistem tidak bisa ditinggal begitu saja, perlu dikawal, setidaknya menurut saya selama 3 tahun oleh orang yang membuat atau paling tidak mengerti tentang sistem tersebut. Ternyata sistem keuangan yang sudah saya bangun tidak dijalankan secara konsisten, banyak pelanggaran SOP, input transaksi tidak disiplin, tidak sesuai nomor akunnya, dsb.


2. Tentang SDM

Apakah SDM nya kompeten? Saya menilai lumayan, kalau harus menilai antara 0 hingga 100 mungkin diangka 65 sampai 70. Tidak bisa dibilang bagus juga tidak bisa dibilang jelek. Koperasi karyawan memang sulit memberikan gaji yang kompetitif yang membuat lulusan perguruan tinggi yang berkualitas tertarik bergabung, mereka jelas lebih tertarik bergabung dengan perusahaan swasta besar atau BUMN. 

Jadi SDM yang ada dilatih, didampingi, namun masih perlu diawasi secara rutin. Dan satu lagi integritasnya kurang, dalam artian rawan untuk dipengaruhi terlebih oleh mereka yang jabatannya lebih tinggi. SDM tersebut masih mau bernegosiasi dengan SOP yang sudah dibuat jika ada faktor-faktor yang memaksa.


3. Tentang Fraud

Inilah penyakit bangsa ini yang seolah tak terhindarkan. Tidak di pemerintahan, BUMN, swasta, hingga koperasi pun ternyata ada. Tak perlu diceritakan detailnya tentang fraud tingkat receh ini. Pemalsuan nota, diskon dari supplier yang tidak dicatat, gratifikasi dari vendor, pemalsuan upah tenaga kerja harian, pencurian aset kecil-kecilan, dsb.

Intinya masalah keuangan tidak boleh dilepas pengawasannya barang sebentar. Meskipun sistem sudah dibangun tetap harus dikawal, diperbarui, disesuaikan, disempurnakan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun