Mohon tunggu...
Rizki Amalia Putri Hidayat
Rizki Amalia Putri Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa Sastra dan Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bilik Kecil untuk Mimpi

1 Oktober 2024   19:07 Diperbarui: 1 Oktober 2024   23:07 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada Ibu. Aku ingin belajar di sekolah. Aku ingin belajar menulis lebih dalam Ibu. Karena aku ingin pandai dan membagi kepandaianku melalui tulisanku kepada sesama yang kurang mampu sepertiku untuk tetap belajar meski tidak sekolah". Sri menitihkan air mata mendengar perkataan yang masih sangat belia sudah mengerti arti berbagi. Ia hanya bisa mengusap rambut Lillah. 

"Besok kita ke taman baca ya, Nak? Kita mulai belajar di sana dan mencari apa keinginanmu."

Ia hanya merasa bersalah karena tidak bisa menyekolahkan anak bungsunya karena kakaknya tidak mungkin berhenti menjelang ujian akhir ini. Rencananya ia akan menyekolahkan Lillah setelah kakaknya selesai jenjang ini dan bergantian masanya untuk Lillah belajar. Akhirnya kedua manusia itu mulai tertidur karena malam semakin membuat mereka lelah.

Matari mulai meninggi. Hawa sejuk terasa dingin dengan awan yang cerah. Meski dingin cuaca hari ini tampak terang benderang. Sedari adzan subuh pun Sri dan Lillah sudah terbangun dan mulai bersiap-siap untuk perjalanan nanti. Memang bukan perjalanan jauh, mereka tetap bersiap-siap karena mempersiapkan minum dan bekal agar tidak mengeluarkan uang selama di luar dengan perut tetap kenyang. Sri pun mulai menanak nasi, memasak sayur dan menggoreng mendoan kesukaan Lillah.

Detik berganti menit. Menit berganti jam. Matari mulai memanas yang mengusir suhu dingin. Jalan telah mereka susuri. Kiri kanan jalan dipenuhi kendaraan karena hari tersebut hari kerja. Hal ini juga alas an sang kaka tidak bisa ikut karena bersekolah. 

Sekitar 15 menit mereka tiba di tujuan. Memasuki pintu mata-mata terbelalak melihat banyak sekali buku terpajang di rak-rak besar. Hawa di dalam terasa sejuk berbeda dengan jalanan yang panas terik. Lillah mulai berjalan menyusuri buku-buku mencari bacaan yang ia inginkan. Dari sekian banyak buku ia malah tertarik dengan koran-koran yang terletak di pojok ruangan. Ia mengambil satu persatu koran dan mulai membacanya. Ia mulai tertarik dengan bacaan-bacaan berita.

"Ibu, aku ingin menjadi penulis berita."

"Wartawan maksudmu Lil?"

"Aku tidak tahu Ibu. Aku hanya ingin mengenal banyak orang dan belajar banyak dari mereka dan membagikan apa yang kutahu melalui berita ini Ibu".

"Mulai hari ini belajarlah yang giat ya, Nak. Semoga kelak kau bisa jadi anak yang bermanfaat", lontar Sri sembari mengelus anak bungsunya.

Matahari mulai turun akhirnya mereka pun hendak Kembali ke rumah sebelum hujan turun. Jalan-jalan kembali mereka susuri. Mereka tampak Bahagia hari ini termasuk Lillah karena hari ini  Oktober hari ulang tahunnya. Di hari ulang tahunnya ia tak meminta apapun selain ingin sekolah. Anak sederhana ini memiliki semangat tinggi untuk bersekolah. Namun, takdir lebih sayang kepadanya dan mengambilnya di jalan pulang. Kecelakaan terjadi begitu saja. Motor butut yang ditungganginya harus tertabrak mobil truk dan terpental ke samping jalan. Kepala Lillah menjilat aspal dan kepalanya terbentur terguling-guling. Darah mengalir dari dahinya tak henti-henti. Ibunya pun di seberang sana tak sadarkan diri. Dengan cepat penduduk sekitar mendekat dan mengecek keadaan anak kecil yang tampan dari wajahnya, Tak di duga bahwa anak itu sudah tak bernapas dan nadinya telah berhenti berdetak.
Mimpi sucinya harus terbawa dengan nyawanya. Ibunya pun menyusul kepergian ayahnya. Hanya tinggal kakak seorang yang belum juga siap menghadapi dunia. Mimpinya tinggal mimpi. Pergi Bersama jiwa yang suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun