Penyakit Kulit benjol atau dikenal dengan Lumpy Skin Disease (LSD) adalah penyakit viral yang biasa menyerang pada hewan ruminansia, seperti sapi, kerbau, dan banteng liar.
LSD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) yang memiliki kekerabatan dengan genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae.
Penyakit ini menyebar sangat cepat melalui vektor pembawa virus yaitu nyamuk (genus aedes dan culex), lalat (Stomoxys sp, Haematopota spp, Haematobia irritans), migas penggigit dan caplak (Rhipicephalus appendiculatus dan Amblyomma hebraeum), ataupun kontak langsung dengan peralatan kandang, lesi kulit, air liur, darah dan susu ternak yang terinfeksi.
Asal Muasal dan Perkembangan Lumpy Skin Disease
Penyakit LSD awalnya hanya ditemukan pada satwa liar seperti jerapah dan impala yang keracunan terhadap gigitan serangga di Afrika.
Namun, penyebarannya semakin meluas dan kini telah menyebar ke seluruh Benua Afrika, Eropa, dan Asia, bahkan ditemukan di negara-negara seperti China, Bangladesh, dan India pada tahun 2019. Di tahun 2020, beberapa negara di Asia seperti Bhutan, Hongkong, Nepal, Myanmar, Taiwan, Vietnam, dan Sri Lanka juga telah dilaporkan terjangkit penyakit ini.Â
LSD masuk ke negara tetangga, yaitu Thailand dan Malaysia setelah tiga tahun kemudian. Sinyal LSD yang sudah masuk ke negara tetangga itu tidak membuat pemerintah Indonesia diam, dan segera melakukan pencegahan dini, namun tak lama kemudian di tahun 2022 tepatnya dibulan februari, LSD masuk ke Indonesia.
Berdasarkan analisis data dari WOAH (World Organisation for Animal Health), mencatat laporan wabah LSD mulai dari Januari 2005 hingga Januari 2020.
Dapat dilihat bahwa Afrika melaporkan jumlah wabah LSD terbanyak dengan total 29.966 laporan, diikuti oleh Asia dengan 8.837 laporan, dan Eropa dengan 2.471 laporan.
Selama periode tersebut, Afrika mengalami tren wabah yang bergelombang dari tahun 2005 hingga 2019, namun pada akhir 2020, jumlah wabah telah turun tajam dan tetap rendah secara konsisten.
Di sisi lain, Eropa mencatat puncak jumlah wabah pada tahun 2016, kemudian mengalami penurunan tajam pada tahun 2017, dan stabil pada tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, Asia mengalami tiga kali puncak jumlah wabah sepanjang periode tersebut.
Data ini menunjukkan bahwa wabah LSD masih menjadi masalah yang signifikan di Afrika, Asia, dan Eropa, meskipun tren dan tingkat keparahan wabah berbeda di setiap wilayah.
Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan pengendalian yang tepat sangat penting untuk mengurangi dampak penyakit ini pada populasi hewan ternak dan mencegah penyebarannya lebih lanjut.
Dampak dan Ancaman Lumpy Skin Disease
Dampak yang terjadi akibat penyakit menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dalam sektor industri peternakan, khususnya ruminansia dan bisnis pangan global.Â
Selain itu, penyakit ini juga dapat mengganggu ketahanan pangan global dengan menurunkan jumlah dan produktivitas ternak, di antara lain yaitu: emasiasi (kurus), abortus (keguguran saat melahirkan), terjadinya mastitis pada ambing, kerusakan kulit, karkas, dan produksi susu serta berujung pada kematian walaupun rendah, namun jika tidak ditangani dengan baik maka akan merugikan peternak.Â
Penurunan produktivitas ini berpengaruh terhadap produsen penghasil protein hewani, khususnya daging dan susu. Jika dibiarkan, terjadi kekurangan pasok terhadap kebutuhan konsumsi yang menyebabkan kelangkahan dan naiknya harga pangan olahan ternak serta kekurangan gizi akan protein hewani secara global.
Dalam kasus wabah LSD hewan ternak, beberapa kondisi dapat mempengaruhi nilai kelompok ternak setelah terkena wabah tersebut. Hewan ternak yang terdampak akan dilakukan pengelompokan menjadi dua kategori yang terdiri atas : terinfeksi (menunjukkan gejala klinis) dan tidak terinfeksi (tidak menunjukkan gejala klinis).
Untuk hewan ternak yang terinfeksi, ada empat kondisi yang saling eksklusif yang dapat terjadi.Â
Pertama, hewan tersebut dapat mati, di mana nilai hewan secara keseluruhan hilang, dan akan menimbulkan kerugian oleh peternak. Kedua, hewan tersebut dapat dijual sebagai hewan hidup dengan nilai yang lebih rendah daripada sebelumnya. Ketiga, hewan tersebut dapat dipotong dan dijual sebagai daging dengan nilai yang lebih rendah dari sebelumnya. Dan keempat, hewan tersebut dapat dipelihara di peternakan dan sembuh dengan nilai hewan yang lebih rendah daripada jika hewan tersebut tidak terkena penyakit.
Penyebaran Lumpy Skin DiseaseÂ
Wabah LSD pada ternak biasanya terjadi secara musiman selama musim hujan dan musim gugur. Namun, wabah ini dapat terjadi kapan saja karena tidak ada daerah yang benar-benar bebas dari vektor yang menyebarkan penyakit ini, seperti nyamuk, lalat, dan caplak.
Selain itu, telah dilaporkan adanya penyebaran internasional dari penyakit ini yang disebabkan oleh perubahan kecepatan dan arah angin, yang merupakan bagian dari perubahan iklim. Ketika angin berubah, insekta yang membawa virus penyebab LSD dapat menyebarkan penyakit ini kembali ke daerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.
Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit ini tidak hanya terbatas pada daerah tertentu dan membutuhkan tindakan pencegahan yang tepat untuk mengendalikan penyebarannya.
Gejala Penyakit Lumpy Skin Disease Pada Ternak
Penyakit LSD pada hewan ternak dapat menunjukkan gejala klinis yang bervariasi, mulai dari subklinis (tidak menunjukkan gejala yang jelas) hingga gejala yang lebih parah.
Beberapa gejala yang mungkin terlihat pada hewan yang terinfeksi LSD meliputi demam tinggi, pembesaran limfoglandula, dan nodul-nodul (penonjolan padat pada kulit) yang jelas di seluruh tubuh. Nodul-nodul ini kemudian dapat berkembang menjadi jaringan nekrotik dan meninggalkan bekas parut pada kulit hewan tersebut.
Upaya Tindak lanjut Lumpy Skin Disease Pada Ternak
Untuk mengendalikan penyebaran LSD ternak, ada beberapa tindakan awal yang dapat dilakukan. Pertama, populasi ternak yang terinfeksi harus dikarantina atau diisolasi agar penyakit tidak menyebar ke hewan lainnya.
Selain itu, melakukan sanitasi peralatan atau seluruh lokasi peternakan juga perlu dilakukan untuk meminimalisir virus.
Pengendalian lalu lintas ternak atau karantina hewan yang baru datang setidaknya 3-4 minggu sebelum dimasukkan ke dalam peternakan adalah tindakan pencegahan yang penting selama periode wabah. Hal ini dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit dari hewan baru yang mungkin membawa virus.
Insekta penghisap darah seperti lalat dan nyamuk adalah vektor utama yang menyebabkan penyebaran LSD ternak. Oleh karena itu, untuk mencegah penyebaran penyakit, peternak harus memusnahkan tempat-tempat di mana insekta berkembang biak dan menghilangkan kotoran ternak secara teratur. Pembersihan dengan pestisida juga perlu dilakukan secara teratur untuk mendesinfeksi dan menghilangkan vektor.
Vaksinasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengendalikan penyebaran LSD ternak. Vaksin LSD yang tersedia secara komersial adalah vaksin 'live attenuated', yang telah terbukti efektif dalam mengurangi angka kejadian penyakit di daerah-daerah endemik.
Vaksin LSD 'live attenuated' tersedia secara komersial untuk kebutuhan pemberantasan atau eradikasi LSD. Kemungkinan keberhasilan pengendalian yang efektif dengan vaksin ini adalah sekitar 80%. Vaksin ini, yang dikenal dengan nama Neethling vaccines, adalah satu-satunya vaksin LSD yang tersedia di seluruh dunia.
Setelah vaksinasi, kekebalan hewan akan naik dalam waktu 10-30 hari. Vaksin LSD direkomendasikan untuk semua umur hewan, kecuali hewan yang menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Namun, vaksinasi sebaiknya dilakukan pada hewan yang sehat dan dalam kondisi baik untuk memastikan bahwa vaksinasi memberikan kekebalan yang optimal.
Meskipun vaksinasi merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan penyebaran LSD, peternak juga harus tetap memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak, seperti kebersihan dan sanitasi peternakan, pengendalian vektor, serta pencegahan penyebaran penyakit melalui pengendalian lalu lintas ternak dan karantina hewan yang baru datang. Dalam situasi wabah, tindakan awal yang cepat dan tepat serta pemberian vaksinasi yang tepat dapat membantu mengendalikan penyebaran penyakit dan meminimalkan kerugian ekonomi yang diakibatkan.
Pemberantasan LSD ternak merupakan tantangan yang sulit. Deteksi dini sangat penting untuk keberhasilan pengendalian dan pemberantasan, terutama jika vektor terlibat.
Pada beberapa wilayah di Eropa tenggara, telah terjadi keberhasilan dalam mengendalikan LSD, tetapi beberapa negara masih berjuang untuk menghentikan wabah ini sejak tahun 2015.
Di Eropa selatan, vaksinasi telah digunakan secara efektif untuk mengendalikan wabah LSD. Namun, di wilayah lain, vaksinasi belum terbukti berhasil dalam mengendalikan penyebaran penyakit ini. Oleh karena itu, pengendalian dan pemberantasan LSD harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan epidemiologi setempat.
Sapi dan kerbau yang dipelihara secara ektensif di lahan terbuka dapat menjadi reservoir virus jika terpapar LSD. Dalam kejadian ini, pemberantasan akan menjadi sangat sulit.
Oleh karena itu, pengendalian dan pencegahan penyakit juga harus dilakukan pada populasi hewan liar serta melalui program vaksinasi yang tepat pada hewan ternak yang rentan terhadap infeksi.
Meskipun pemberantasan LSD adalah tantangan yang sulit, upaya yang tepat dalam pengendalian dan pencegahan penyakit dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit dan meminimalkan kerugian ekonomi bagi peternak. Peternak harus selalu memperhatikan kebersihan dan sanitasi peternakan mereka serta menerapkan tindakan pencegahan yang dianjurkan untuk mencegah penyebaran penyakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H