Salah satu contoh sensory marketing yang tanpa sadar kita temui di ruang publik ketika kita melewati gerai atau outlet brand Roti’O, kita bisa merasakan aroma roti kopi yang fresh walaupun tidak mengkonsumsi produknya sehingga menjadikan aroma tersebut sebagai media komunikasi kepada khalayak untuk menarik calon konsumen membeli produknya. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap emosi dan ingatan konsumen.
      Disisi lain strategi ini mampu meningkatkan brand awareness, yaitu bukan hanya menarik khalayak atau calon konsumen untuk membeli produk tetapi juga mengingatkan mereka terhadap sesuatu yang khas dari suatu brand. Hal ini termasuk dalam proses positioning branding kedalam benak khalayak. Dengan strategi yang dilakukan mampu mencakup berbagai respon yang di dapatkan oleh pelanggan mereka mulai dari kognitif, emosional, perilaku, dan ingatan pelanggan.
      Satu hal yang perlu diketahui bahwa sensory marketing dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian ulang (repurchase intention) artinya brand tersebut mampu meningkatkan penjualan dan peningkatan penjualan ini juga berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Sensory marketing dapat diterapkan di berbagai sektor, seperti ritel, makanan dan minuman, pariwisata, perhotelan, dan banyak lagi.
      Secara praktiknya, sensory marketing melibatkan pengembangan strategi multisensory yang konsisten dengan apa yang brand tersebut ingin sampaikan, implementasi strategi multisensory dalam praktik, dan pengukuran hasil.
      Semakin kompetitifnya dunia pemasaran, sensory marketing menjadi salah satu pendekatan yang cukup efektif kepada audiens ataupun calon konsumen serta membantu perusahaan membedakan diri dari kompetitor dengan menciptakan dan membangun pengalaman unik dan menarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H