Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apakah Aneth Memang Sudah Gila?

8 Oktober 2021   19:19 Diperbarui: 8 Oktober 2021   19:43 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap aku meneleponnya di malam hari, dia selalu saja sedang dalam posisi bersantai di rumahnya sambil menikmati udara malam. Bagiku, dia aneh. Sebagai anak dari Kepala Polisi Daerah, tentu dia bisa menikmati kesempatan untuk hidup yang lebih menyenangkan daripada harus melulu melamun, menikmati udara malam, ataupun memikirkan tujuan kehidupan. Bisa saja dia membeli pakaian dengan mode yang sedang trendi agar terlihat semakin menarik. Bisa juga dia membeli produk-produk kecantikan agar bisa terlihat lebih cantik. Namun dia selalu menertawakan hal-hal seperti itu.

"Sorry, ya, aku tidak mau menjual tubuhku sebagai tontonan. Biarlah orang-orang di luar sana membeli penampilan dan kepribadian untuk dipertontonkan melalui media sosial. Bagiku, semuanya adalah omong kosong jaman. Segalanya kini melihat aspek permukaan tanpa melihat sesuatu secara substansial." dia berceramah seakan-akan bertindak sebagai tukang moral---jelmaan nabi jaman sekarang.

"Jangan munafik. Kita hidup sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial yang bisa eksis untuk memperluas jaringan. Lagi pula, kita hidup di dalam perkembangan jaman yang begitu cepat."

"Eksistensi tanpa esensi, maksudmu? Kupikir, orang-orang hanya menjual kepalsuan sambil beradu kecepatan saja. Sekarang orang-orang mencari nilai ataupun rujukan kehidupan dari apa yang mereka tonton. Lihat saja bagaimana sekarang perempuan banyak yang terpikat oleh mitos kecantikan seperti yang ada di iklan-iklan atau film-film yang mereka tonton. Bagiku, semua sisi kehidupan ini jadi dagangan dan dagangan itu jadi tontonan. Tontonan mampu mengubah seseorang untuk tidak merasa puas atas dirinya sendiri. Tontonan menciptakan mitos ideal tentang yang seharusnya orang miliki dan tidak seharusnya orang miliki."

Aku terdiam. Aku merasa bahwa dia semakin tidak terkendali. Dia seakan-akan merasa sebagai orang paling gelisah di tengah peradaban masyarakat masa kini. Namun aku hanya merasa bahwa dia adalah sosok yang kesepian. Mungkin karena orang tuanya yang terlalu sibuk bekerja, atau justru aku yang kurang memberikan kasih sayang kepadanya?

"Kau tidak menonton televisi saja?" tanyaku berbasa-basi sambil berusaha mengalihkan perhatiannya.

"Tidak."

"Biasanya jam-jam ini banyak acara yang menghibur, lho."

"Tidak. Tadi aku sempat menonton acara di televisi, namun yang ada hanyalah gosip selebriti. Sekarang ini skandal atau sensasi seseorang dijadikan komoditas yang bisa diperjual-belikan. Setelah aku mengganti channel, yang kutemukan selanjutnya adalah acara yang menayangkan wujud simpati palsu dengan memberikan bantuan terhadap orang miskin, namun dipertontonkan untuk kepentingan komersial."

"Justru dengan dipertontonkan seperti itu, seharusnya kita lebih tergugah untuk bisa membantu orang lain."

"Sudah kubilang, itu semua palsu. Kebaikan yang ada kini hanya ada dalam wujud citraan saja. Yang berlaku tetaplah ideologi komersial yang wajib mempertimbangkan segala aspek untung dan rugi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun