"Ayo kita ke toko buku yang seperti biasanya, Sayang." Aneth memelukku di atas motor seraya memohon untuk pergi ke toko buku siang itu. Lagi-lagi aku harus kembali menikmati kebosanan untuk melihatnya sibuk mencari buku. Paling tidak, kebiasaan ini bisa berlangsung selama satu jam lebih!
Aku merokok sambil menunggunya di luar toko. Terik matahari di kota cukup membuatku tersiksa. Selain sinar matahari yang mampu memanggang kulit, udara di kota ini lebih dari cukup untuk membuatku tergiur pada segelas es teh. Tak lama setelah aku terkantuk-kantuk, dia muncul dengan wajah yang tersenyum puas. Tidak ada buku di tangannya.
"Mana buku yang kaubeli?"
"Kata siapa aku mau membeli buku?"
"Lantas?"
"Lantas, ayo pergi makan soto." ucapnya santai sambil berjalan ke arah motorku yang sedang terparkir.
Sialan! Ternyata selama satu jam lebih itu dia hanya melihat-lihat buku. Dia tidak berniat untuk membeli buku. Sia-sia saja aku merasa tersiksa karena hawa panas yang menyengat. Ditambah lagi tidak ada yang menjual es teh di sekitar toko buku itu.
Bagiku, Aneth memang seperti itu. Dia adalah sosok perempuan yang manis, namun cuek dengan penampilan dirinya. Bukan saja tidak modis, bahkan dia tidak pernah sekali pun foto selfie seperti perempuan kebanyakan. Dia adalah tipe perempuan yang tampil seadanya, semaunya, dan sebebasnya. Dia tidak peduli pada pendapat orang lain berkenaan dengan penampilannya, sekalipun itu pendapatku sendiri.
"Kali ini, kau mau makan soto ayam atau sapi?" tanyanya begitu kami sudah duduk di warung soto.
"Terserah, sih."