Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara LGBT, Hak Asasi Manusia, dan Kasus Reynhard Sinaga

9 Januari 2020   02:35 Diperbarui: 9 Januari 2020   02:49 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reynhard yang memperkosa berpuluh-puluh bahkan ratusan pria yang ditidurinya ataupun diperkosanya, tentu menjadi hal yang tidak wajar. Apalagi setelah diketahui bahwa Reynhard melakukan hal itu dengan membius para korbannya. Reynhard juga terlihat santai ketika memasuki area persidangan dan penentuan atau keputusan hukuman yang akan diterimanya.

Terdapat berbagai kemungkinan di sini:
Reynhard berada di lingkungan gay di Inggris, sehingga dia memiliki kecenderungan yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan. Jika kasus yang terjadi adalah pemerkosaan terhadap banyak pria, dan merekamnya menggunakan video, maka jelas terdapat kelainan dalam jiwanya.

Kemungkinan terbesarnya adalah faktor 'trauma', atau sebagai ajang 'balas dendam' karena dia pernah diperlakukan seperti itu juga. Maka dari itu, ketika dia telah puas menyalurkan hasrat pembalasan dendamnya, maka ketika ia ditangkap dan publik gempar, dia nampak santai seperti tidak terjadi apa-apa. (Ini hanyalah kemungkinan, bersifat sangat subjektif dari dugaan saya).

Jika kemungkinan ada penyebab lain, semisal sejak dari kecil, maka terdapat 'trauma' baginya yang mungkin ia pernah mendapat kekerasan seksual saat masih kecil. Ketika hak asasi bersuara dan membela hak-hak LGBT sebagai warga negara yang setara dengan orang-orang yang normal, maka kemungkinan terbesarnya akan tertolak karena asumsi masyarakat mengenai hal ini masih menganggap bahwa penyakit kejiwaan seperti ini adalah suatu wujud penyimpangan seksual yang harus diberantas habis.

Karena kebanyakan korban awalnya merupakan orang biasa, maka yang harus diberantas adalah akar-akar kekerasannya, atau bisa dengan sosialisasi keluarga yang lebih intensif agar lebih bisa memahami keadaan anaknya. Inilah perlunya keluarga sebagai penunjang karakter fundamental pada anak.

Namun, seorang yang telah terlanjur sebagai penderita LGBT harus tetap memperoleh hak-hak yang sama di dalam masyarakat. Seperti yang telah ditulis oleh Komnas HAM di dalam Prinsip-prinsip Yogyakarta: Prinsip-prinsip pemberlakuan hukum HAM Internasional dalam kaitannya dengan orientasi seksual dan identitas gender.

Intoleransi kerap terjadi karena kelompok LGBT telah dicap sebagai perilaku menyimpang/amoral, dan pandangan serta kekhawatiran yang didasarkan karena homophobia ini seringkali mendatangkan kekerasan, tindakan sewenang-wenang serta pengucilan yang dijustifikasi oleh masyarakat kepada kelompok LGBT.

Pembenaran ini lantas memunculkan sikap diskriminatif kepada kelompok LGBT. Namun, di sisi lain, sebagian besar masyarakat lebih bisa menoleransi orang yang mengubah jenis kelaminnya.

Kebijakan negara perihal hak asasi manusia masih terbilang kontradiktori, atau bahkan inkonsisten.

Dogma-dogma seperti itu telah tertanam dengan cukup kuat dalam pikiran masyarakat, sehingga perlindungan negara terhadap kelompok kejahatan atau kekerasan seksual yang menjadi penyebab adanya kelainan pada orientasi seksual korbannya tidak terlalu ketat, bahkan penjahat itu masih bisa berkeliaran dan mencari mangsa yang lebih banyak.

Namun yang terkena dampak justru para korban kekerasan seksual tersebut. Namun bukan berarti penyebab LGBT semata-mata karena kekerasan seksual, tetapi kebanyakan seperti itu. Bisa jadi karena depresi, kurangnya pola asuh keluarga, dan kurangnya interaksi dengan orang-orang terdekat. Yang jelas bahwa kelompok LGBT harus tetap mendapat perlakuan yang adil dari negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun