Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara LGBT, Hak Asasi Manusia, dan Kasus Reynhard Sinaga

9 Januari 2020   02:35 Diperbarui: 9 Januari 2020   02:49 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LGBT adalah kelompok yang rentan mendapatkan perlakuan yang tidak adil, diskriminatif dan ketidaksetaraan di hadapan hukum. Dalam UUD 1945 pasal 28, "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu".

LGBT sendiri merupakan singkatan Lesbian, Gay, Biseksual dan Trangender. Lesbian adalah perempuan yang menyukai sesama jenis, gay adalah pria yang menyukai sesama jenis, biseksual adalah penyuka pria dan perempuan, dan transgender adalah perubahan alat kelamin atau identitas gender yang alami.

Dalam konteks kesetaraan gender, LGBT adalah salah satu objek yang diperjuangkan untuk mendapat kesamaan hak dalam masyarakat, karena berkaitan dengan hak asasi manusia. Namun di Indonesia hal ini masih sangat tabu, karena bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Di sisi lain, Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, apalagi ditambah dengan apa yang tertera pada sila kedua dalam pancasila yang berbunyi, "Kemanusian yang adil dan beradab". Jadi untuk poin ini, khususnya di Indonesia, keadilan masih bersifat kontradiktif.

Pada kasus terdekat ini, Reynhard Sinaga, yang telah memperkosa 48 pria di Inggris dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Hal ini merupakan kasus terbesar sepanjang sejarah di Inggris. Reynhard merupakan mahasiswa asal Indonesia, lulusan arsitektur Universitas Indonesia, kemudian melanjutkan S2 jurusan sosiologi di Manchester University, serta S3 studi Human Geography di Universitas Leeds. Dia juga berasal dari keluarga kaya raya.

Pendidikannya yang tinggi serta kemakmuran keluarganya tidak menjamin ia untuk mengontrol egonya dan hasrat seksualnya yang sudah merupakan wujud dari deviasi diri. Kita tidak bisa menyatakan secara sepihak bahwa kesalahan Reynhard merupakan kesalahan yang mutlak dari dirinya. Persepsi ini akan semakin membangkitkan semangat akan adanya perlakuan tidak adil dan upaya diskriminatif dengan segala macam pembenaran untuk melakukan hal tersebut, teruntuk orang LGBT.

Untuk kasus Reynhard Sinaga, tentang pemerkosaan sesama jenis hingga berpuluh-puluh hingga ratusan, bahkan dengan kejahatan berupa pembiusan terhadap korban serta video saat melakukan aksi, juga mengoleksinya, tentu hal ini merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan. Namun terlepas dari itu semua, kita tidak bisa langsung menyalahkan kesalahan alami secara personal dari Reynhard semata. Pasti terdapat hal-hal lain yang membuat Reynhard berlaku demikian.

Reynhard tinggal di kawasan Gay yang ada di Manchester. Dia dikenal sebagai orang yang ceria, sehingga ketika berita tentang penangkapannya menyebar luas, orang-orang yang berada di kawasan itu meragukannya. Salah satu teman perempuannya mengatakan Reynhard memiliki banyak pacar sesama jenis.

Salah satu pacarnya ada yang bekerja di hotel dekat apartemennya. Salah satu pacarnya pernah meninggalkannya. Bahkan Reynhard cenderung ekstrem dalam merespons penolakan. (Baca: Merdeka.com dengan judul "Reynhard Sinaga Dikenal Sebagai Sosok Flamboyan dan Dicurigai Sebagai PSK Gay", reporter: Hari Ariyanti).

Penyebab adanya kelainan orientasi seksual juga tidak terjadi sejak dari bayi. Akar permasalahan ini tumbuh seiring berjalannya waktu, dan tentu saja oleh beberapa faktor, misalnya pola asuh keluarga yang salah, kekerasan seksual yang pernah menimpa, lingkungan tempat di mana ia berada, hingga pada trauma masa lalu.

Hal-hal ini terekam sangat jelas dalam ingatan yang membentuk kesadaran baru, di pikiran bawah sadar. LGBT atau kecenderungan untuk mempunyai ketertarikan sesama jenis (homoseksual) bisa dicabut atau dihilangkan atau "disembuhkan" secara permanen jika si penderita penyakit orientasi seksual ini mau atau berkeinginan untuk memulihkan kesadaran seperti sediakala. (Baca: Kompasiana dengan judul "Menguak Akar LGBT dari Sudut Pandang Hipnoterapis", oleh Endro S Affandy).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun