Mohon tunggu...
Rizki Arrum
Rizki Arrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Salatiga

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Selebriti Berpolitik Wujud Masih Adanya Demokrasi di Indonesia?

26 Juni 2024   22:45 Diperbarui: 26 Juni 2024   22:45 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Aisatun Puspitasari dan Rizki Arrum Alifiana 

Politik Indonesia akhir-akhir ini sangatlah plot twist. Bagaimana tidak terdapat hal yang tak terduga muncul di ranah politik Indonesia saat ini. Dari anak presiden yang tiba-tiba menjadi ketua parpol padahal belum menjadi kader dari parpol tersebut hingga maraknya selebriti yang terlibat dalam politik. Keterlibatan selebriti dalam politik ini ternyata bukanlah hal yang baru, sejak Pemilu 2004 banyak deretan nama selebriti yang melenggang dalam dunia politik. Maka, wajar jika pada tahun 2024 ini banyak selebriti yang terlibat dalam politik. Beberapa selebriti ada yang lolos sebagai anggota DPR, menjabat Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota,Wakil Walikota, Bupati hingga Wakil Bupati.  

Awal Mula Selebriti berpolitik

Pada masa orde baru (orba) ternyata telah ramai selebriti yang berpolitik. Tapi, bukan sebagai caleg atau calon eksekutif. Mereka hanya didaulat sebagai juru kampanye. Pada masa orba, selebriti dikerahkan untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Tiga partai yang memanfaatkan popularitas selebriti ini yakni Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). (detikNews)

Golkar merupakan partai pertama yang mengandalkan kekuatan selebriti. Golkar menggandeng selebriti top yang kemudian dikumpulkan dan dikenal dengan Tim Kesenian Safari Artis. Pada pemilu 1971 Golkar menggunakan selebriti sebagai penghibur. Kemudian, pada pemilu 1977 Golkar memanfaatkan selebriti yang telah dibagi di daerah-daerah sebagai juru kampanye. Selanjutnya Golkar menemukan lawan yang seimbang dari PPP. PPP menggandeng Rhoma Irama sebagai juru kampanye. Pada Pemilu 1982 PDI menggandeng tiga selebriti yaitu Agust Melasz, Gito Rollies dan Iwan Fals.

Pro dan Kontra Selebriti berpolitik

Maraknya selebriti yang ikut serta dalam ranah politik menimbulkan pro dan kontra dimasyarakat. Banyak masyarakat yang tidak peduli atau ambil pusing mengenai ini namun ada juga yang menuding hal ini sebagai cara untuk meraup banyak suara. 

Trend selebriti berpolitik menjadi tanya tanya dikalangan masyarakat. Mereka meragukan akan kevistabilan para selebriti. Apakah mereka mampu untuk menjadi wakil rakyat?, apakah mereka bisa memimpin rakyat?, dimana mereka terbiasa dengan hidup yang hinar binar dunia. 

Apa sebenarnya tujuan mereka ikut berpolitik ini?, apakah karena sepinya job sebagai selebriti? atau ingin menambah penghasilan dari berpolitik?. Inilah yang banyak dikhawatirkan oleh masyarakat, karena sesungguhnya untuk menjadi wakil rakyat mereka harus mempunyai visi misi yang dapat mewakilkan suara rakyat. 

Popularitas dari selebriti digunakan untuk mendongkrak popularitas partai. Sehingga partai dapat dikenal oleh masyarakat luas. Ketika parpol dapat dikenal oleh banyak orang maka partai itu mampu meraih banyak suara. Namun, beredar banyak kasus bahwa selebriti tidak berperan banyak dalam menjabat sebagai anggota DPR atau menjabat sebagai kepala daerah. Hal ini sangat disayangkan, yang seharusnya ketika telah diberi kepercayaan oleh rakyat maka mereka harus mempertanggungjawabkan kepercayaan itu. Maka seharusnya sebelum mencalonkan diri sebagai anggota legislatif maupun eksekutif, mereka perlu mempersiapkan dan merencakan sebuah visi misi yang relevan untuk negeri ini. 

Menurut Sosiolog Politik, Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Agus Mahfud Fauzi berpendapat bahwa ada beberapa faktor terkait fenomena ini. Faktor pertama dari segi Parpol. Keterlibatan selebriti berpolitik ini sebagai ajang pengenalan Parpol. Karena selebriti yang memiliki kepopuleran sehingga Parpol dapat dikenal oleh penggemar dari selebriti tersebut. Selanjutnya dari segi selebriti sendiri, mungkin mereka memiliki tujuan sendiri atau kepentingan yang mereka perjuangkan. Pertama, para selebriti ingin mewakili profesinya. Misalnya sebagai penyanyi, mereka ingin memperjuangkan hak-hak para Musisi atau soal royalti yang masih menjadi perdebatan. Kedua, mereka memiliki misi untuk mewakili dapilnya. Mungkin saja di daerah mereka pembangunannya masih kurang atau belum ada yang tersentuh oleh pemerintah. Sehingga mereka harus memperjuangkannya dalam politik. Ketiga, adanya jejak para selebriti yang sebelumnya berhasil masuk atau menjabat dalam pemerintahan. Menurut Agus Mahfud Fauzi konsekuensi dari fenomena ini adalah dari segi demokrasi sangat bagus karena semua lapisan masyarakat dapat ikut serta dalam pemerintahan. Namun, dari latar belakang mengenai pemahaman politik dan pengalaman public policy menjadi tantangan untuk kedepannya. Sehingga Parpol harus menyiapkan Pendidikan politik bagi mereka sehingga dapat mendapatkan kursi dan sukse dalam memimpin. (UNAIR NEWS)

Sebenarnya keterlibatan selebriti dalam dunia politik sah-sah saja, hal ini bukanlah hal yang salah apalagi menyalahi aturan. Karena mereka merupakan warga negara Indonesia yang memiliki persamaan hak untuk memilih dan dipilih yang tertuang dalam UUD 1945 pada pasal 28. Dengan syarat mereka dapat melaksanakan tugas dan bertanggungjawab atas kepercayaan yang sudah diberikan serta memenuhi syarat sebagai pemimpin. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa ada yang lebih pantas untuk terjun kedalam politik. Dilihat dari segi Pendidikan, pengalaman politik dan organisasi. 

Dampak dari selebriti berpolitik, tejadinya kekhawatiran dari masyarakat bagi masa depan bangsa apabila dipimpin oleh selebriti. Mereka menilai selebriti masih kurang dalam pengetahuan politik. Menurut Arya Fernandes Peneliti dari Departemen Politik dan Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan bahwa pengalaman dan pengetahuan ternyata tidak wajib dimiliki oleh siapapun, baik itu selebriti ketika masuk pertama kali dalam ranah politik. Mereka dapat belajar sambil berjalan. Untuk masuk politik berarti tidak harus mengetahui secara matang atau bahkan nol terkait pengetahuan dalam bidang politik. 

Mereka direkrut karena popularitas yang mereka punya, sehingga dapat meraup suara yang banyak. Kepopuleran mereka menjadi nilai tambahan namun karena kurangnya Pendidikan politik, maka hal ini menimbulkan pro dan kontra. Namun, menurut penulis dengan maraknya selebriti yang terlibat dalam dunia politik ini tidak melulu berdampak negatif. Dari hal tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa masih adanya demokrasi di negeri ini. Terlihat dari semua lapisan masyarakat dapat berpartisipasi sebagai calon legislatif maupun eksekutif. 

Banyaknya masyarakat yang belum paham mengenai politik menjadi tantangan bagi politik di Indonesia. Mereka yang belum paham betul akan politik biasanya memilih karena tahu orang itu lewat media tanpa mengetahui visi dan misi dari calon. Menurut beberapa sumber banyak dari mereka yang mencoblos karena tahu dari televisi. Mereka menganggap bahwa tokoh mereka dalam film itu sama dengan kehidupan aslinya. Contohnya Rano Karno, mereka tahu Rano Karno karena sinetron yang dibintanginya Si Doel, dimana dalam sinetron tersebut ia memiliki sifat yang baik, pintar dan bijaksana, sehingga masyarakat menganggap hal itu sebagai watak aslinya. 

Fenomena selebriti ikut dalam dunia politik menggambarkan keadaan kaderisasi partai politik di Indonesia. Hal ini menandai bahwaasannya kaderisasi partai politik sangat buruk. Dalam perekrutan kader, mereka parpol mengesampingkan elektabilitas dan mengutamakan popularatas. Faktanya masyarakat lebih bersimpati dengan selebriti daripada tokoh elite politik. Sebab kurangnya pemahaman masyarakat dalam politik. Sehingga masyarakat mencoblos dari yang mereka tahu tanpa tahu visi misinya. 

Data Selebriti yang Terjun dalam Ranah Politik

Fenomena selebriti terjun ke dunia politik untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg) ini telah berlangsung pada masa reformasi. Menurut data yang ada, selebriti masuk politik mulai terlihat di Pemilu 2004. Pada saat itu terdapat 38 selebritis yang berpartisipasi. Lalu pada Pemilu 2009 terjadi peningkatan jumlah selebriti yang ikut mencalonkan sebagai legislatif, ada sekitar 61 orang. Selanjutnya, pada Pemilu 2014 terjadi peningkatan lagi, ada 71 selebritis yang berpartisipasi dan pada Pemilu 2019 terjadi pelonjakan partisipasi dari selebriti yakni 91 orang. Namun, pada Pemilu 2024 terjadi penurun sehingga hanya ada 62 orang yang ikut berpartisipasi. (Silvanus Alvin: Kompas.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun