Bisa dibayangkan, jika seorang ibu dan anak balitanya setiap hari berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Didukung juga oleh ayahnya, atau lingkungan di dalam rumahnya, maka terbentuk anak yang berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Jika dibarengi dengan bahasa daerahnya, maka anak akan bisa berkomunikasi dengan bahasa itu pula. Maka dia akan tumbuh menjadi anak bilingual, atau anak yang memiliki kemampuan berkomunikasi dalam dua bahasa.
Lalu bagaimana jika anak saya tidak merespon dalam bahasa yang sama dengan lawan bicaranya tapi dia mengerti bahasa lawan bicaranya?
Sebab yang paling bisa menjadi jawaban adalah dikarenakan bahasa lawan bicaranya dikenalkan dikemudian hari atau belum cukupnya input bahasa tersebut dalam otak anak sehingga dia bisa mengerti, tapi belum bisa melafalkannya. Tapi jika dua bahasa ini konsisten didengar terutama diusia maksimalnya, contoh saja dilingkungan kita pada umumnya, bahasa Indonesia di rumah, bahasa daerah di lingkungan mainnya diluar rumah, maka anak kita akan fasih menggunakan dua bahasa tersebut.
Ada dua istilah dalam belajar dan pemerolehan bahasa pada anak, yakni kompetensi(competence) dan performasi (performance). Kompetensi yakni dimana anak memperoleh bahasa yang ditargetkan orang tuanya, semisal bahasa Indonesia (sebagai bahasa kedua). Orang tua harus terus mengajak anak berkomunikasi dengan bahasa tersebut (konsisten) untuk bisa mencapai tahap performasi, yakni dimana anak telah mampu menggunakannya dalam berkomunikasi.
Ada juga kasus dimana anak menggunakan dua bahasa sekaligus dalam satu kalimat. Misalnya, "Mama, minta kepeng." (Artinya: Mama, minta uang)
Jika kita lihat susunan 2 bahasa ini, 2 di antara alasan hal itu bisa terjadi yaitu: 1) kedua bahasa memiliki pola/struktur yang sama, (2) kata kepeng lebih sering didengar/di stimulus daripada kata uang, sehingga reflek keluarlah kalimat itu.
Lalu bagaimana jika trilingual, yakni ditambah dengan bahasa ketiga/bahasa asing?
Jawabannya sangat bisa, lagi-lagi diusia maksimalnya, yakni 0-7 tahun.
Yang harus diperhatikan adalah usaha menstimulus pada tahap kompetensi yang ekstra terhadap bahasa itu, disebabkan bahasa tersebut tidak digunakan oleh lingkungannya. Orang tua diuji dengan konsistensi untuk tetap menggunakan bahasa yang ditargetkan hingga anak mampu berkomunikasi dengan baik (tahap performasi).
Nah, apa nanti anak tidak bingung/lambat bicara kalau 3 bahasa digunakan/diajarkan dalam satu waktu?
Jawabannya akan dibahas pada tulisan berikutnya ya.