Mohon tunggu...
Rizki Nuramalia
Rizki Nuramalia Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Perempuan Di usia 20-an, gemar menulis dan menyukai hal manis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setitik Harapan dari Seorang Pria Pengantar

27 Desember 2020   09:00 Diperbarui: 27 Desember 2020   09:33 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendapati diri bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Aku memang begini orangnya, tak pandai bersyukur makanya berpikir seperti itu. Berharap yang muluk-muluk agar bisa menjadi orang yang termahsyur. Aku memang begitu orangnya, senang mengkhayalkan sebuah cerita memiliki kehidupan seperti pahwalan, membawa segudang harapan, membagikan kebahagiaan. Sayang saat berkaca diri tak lebih dari manusia biasa dan bukan apa-apa.

Duduk dan leha-leha disofa menanti apa yang akan datang, bertanya-tanya apa yang bisa dilakukan, bukankah ingin jadi pahlawan katanya. Tapi hanya melamun saja kerjanya. Mataku lurus memandang seorang anak yang tersenyum medapat sebuah kotak. 

Kotaknya biasa-biasa saja, terbungkus dengan tidak luar biasa, tak berkialuan juga, hanya ditutup plastik biasa dan terakhir, bukan pula didapat dari Santa.  Bukan sebuah cerita yang penuh dengan magic dan keajaiban. Tapi bisa menciptakan sebuah senyuman yang terukir diwajah mungilnya dan berhasil membuatku menirukan lakunya. 

Berteriak kegirangan kemudian, berkata bahwa dirinya mendapat sesuatu yang telah lama ia tunggu. Masih kuperhatikan, tangan kecilnya membuka dengan sangat tak sabar, melepas perekat yang terlalu lekat, mungkin tadinya agar menjaga sesuatu didalamnya tetap aman dan padat. Wah, katanya, mulutnya terbuka, matanya membulat sempurna, bukan apa-apa ternyata. Hanya sebuah sandal dengan gambar robot-robotan.

Ah begitu rupanya. Mengapa aku berpikir begitu jauh saat apa yang kuinginkan tampak sebesar gajah didepan mata. Mengapa berpikir untuk nanti setelah bergelimang harta baru bisa membagikan kebahagiaan pada sesama, harus menang sebuah perang dulu agar bisa memberikan sebuah kabar berita yang membahagiakan, membawa banyak bingkisan berkilawan untuk bisa menjadi orang baik dan dermawan.

Yang jelas tampak dari banyaknya khayalan, dari banyaknya bayangan, dan renungan. Pada akhirnya terpikir tak perlu jadi pahlawan, tak perlu menjadi seorang pujangga yang ditunggu-tunggu manusia. 

Tak perlu pula mengalahkan seeokor naga, tak perlu berusaha memerdekakan sebuah negara, karena kita bukan hidup dizamannya. Hanya seorang pria bertopi pengantar paket dirinya, bukan turun dari seekor kuda karena bukan kesatria dirinya, hanya sepeda motor biasa. Namun bisa memenuhi apa yang dinanti, memberikan apa yang selama ini diinginkan, dan tengah ditunggu bersama waktu. 

Tak melakukan sesuatu yang besar atau membuat cerita yang mengharukan untuk mengetuk pintu hati. Ia hanya datang bahkan dengan mengetuk pintu rumah di depan. Namun bisa memberikan kebahagian yang tak terkirakan, membawa apa yang telah lama diharapkan, hingga menyantuni kebaikan. Bahkan membuat anak laki-laki tadi kegirangan, padahal yang dibukanya hanya sebuah sandal bergambar robot-robotan. Sederhana bukan?

Tak perlu kita menciptakan sebuah teknologi yang bertenaga tinggi atau berpikir untuk menciptakan sebuah vaksin covid yang telah lama datang mengahampiri untuk menciptakan kegembiraan dalam kehidupan seseorang, atau berkhayal sepertiku ingin menjadi seorang pahlawan dan bisa memiliki kekuatan yang bisa menciptakan keajaiban, untuk melengkungkan senyuman diwajah seseorang. 

Meski beberapa hal besar memang penting untuk dilakukan, tapi yang kecil bisa membawa setitik harapan menjanjikan kebahagiaan lain yang juga bisa ikut terwujudkan. Termasuk pengantar paket yang membawa sesuatu sampai ketangan kita, berisikan apa-apa saja yang kita ingin dapatkan. Ada kebahagiaan tersendiri saat keinginan itu bisa kita wujudkan, si pengantar paket itu menjadi bagian dari pembawa harapan dari apa yang kita inginkan, turut andil membawakan kebahagiaan.

Aku mendengar bahwa lawan dari kebahagiaan adalah tidak adanya harapan, berdiri disini memandangi seseorang, mengantarkan barang-barang yang tengah dinantikan. Ah, jadi seperti itu, hanya menjadi seseorang yang bisa membawakan apa yang sudah lama diinginkan, menjadi yang terpercaya saat dibutuhkan, menjadi yang aman untuk dititipkan bisa membawa harapan dan yang diharapkan, bisa menciptakan sebuah kebahagiaan.  

Tak perlu dilabeli ini dan itu, tak perlu bernamakan diri seindah dan sepanjang apapun itu dirimu untuk jadi orang yang membawakan harapan. Bahkan hanya bertuliskan tiga huruf, JNE tertera disana, entah apa maksud namanya, namun sarat makna bagi penerima apa yang dibawakannya. Menjadi dirimu, dengan apa yang jadi pekerjaanmu, dengan tulus dan sepenuh hati bisa menciptakan karma baik bagi dirimu dan orang-orang yang bersamamu.

Karena manusia memang begitu, meski bukan apa-apa dan meski yang diinginkan hanyalah sebuah hal yang biasa namun ada harapan didalamnya, ada yang dinantikan, hati sudah bisa menghangat dengan sebuah paket bingkisan. Karena kita hidup didalam kehidupan manusia yang membutuhkan harapan, kebudayaan yang mengaharapkan dan menyantuni kebaikan, untuk menjalani kehidupan tetap dalam kegembiaran dan kesukacitaan.

Seperti anak laki-laki tadi dan tangan lainnya yang telah melewati waktu untuk menunggu apa yang mereka harapkan, hingga seorang pengantar paket datang membawakan apa yang mereka nantikan. Mereka yang menanti dan membagikan harapan, aku menjadi saksi bagaimana harapan dan kebahagiaan kecil itu berpindah tangan, saling berbagi dan membagikan kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun