Sam memandang kalung dengan liontin "Orin" itu dengan pikiran yang terus tertuju pada gadis penari yang sempat ia lihat. Dua hari lalu, Sam menyaksikan pertunjukan tari di seuah gedung kesenian. Para penari di sana bergerak dengan begitu indah. Membuat semua orang akan terpukau ketika melihatnya, mengajak semua orang untuk ikut tersenyum bersama mereka. Tapi, penari dengan selendang hitam itu berbeda. Senyumnya seperti mengandung banyak kesedihan, gerakan luwesnya seperti menggambarkan kepasrahan dan sorot matanya...entahlah, tapi Sam merasa gadis itu tengah kesepian....dan saat keluar dari gedung, Sam melihat gadis itu tersenyum ke arahnya. Tapi, sebelum Sam berhasil ke tempat gadis itu, ia sudah kehilangan jejaknya. Hanya ada kalung yang sekarang tengah ia genggam dan sebuah kertas bertuliskan "jln. Melati No. 3".
      Karena itulah, sekarang sosok lelaki berumur tujuh belas tahun itu berdiri di depan rumah berlantai tiga sesuai alamat yang ada di kertas dalam genggamannya. Mungkin saja, ini rumah si penari. Ia mencoba membunyikan bel rumah. Tak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki tua yang mungkin adalah seorag tukang kebun.Â
      "Cari siapa nak?", tanyanya.
      "Eh, saya cari Orin, pak... ini rumah Orin kan?" tanya Sam dengan sopan. Mendengar jawaban Sam, sontak bapak itu terlihat begitu gugup. Dengan sedikit takut, ia bertanya kepada Sam. "memangnya adik ini namanya siapa? dan ada hubungan apa dengan non Orin?", Sam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Benar juga! Apa hubungannya dengan penari yang sama sekali tidak ia kenal itu? Kenapa ia mau repot-repot datang untuk  menemuinya?.
      "Saya...temannya, pak. Sebenarnya belum begitu dekat dan baru ketemu dua hari lalu di gedung kesenian saat dia sedang menari dan, oh iya! dan ini kalungnya jatuh, pak" jawab Sam sambil menyerahkan kalung ke tangan bapak tua itu. Bapak itu terlihat begitu bingung, "dua hari yang lalu? Jam berapa?", tanyanya.
      "Sekitar jam sembilan malam, pak", wajah bapak itu terlihat semakin bingung dan membuat Sam mulai curiga.
      "Memangnya kenapa, pak?", tanya Sam. Sang bapak terlihat begitu cemas dan mengajaknya masuk ke ruang tamu setelah menoleh ke kanan kiri dengan was-was. Saat masuk ke rumah megah itu, Sam bisa merasakan kesunyian di sana. Seperti tidak berpenghuni...tidak pernah ada tawa di sana...satu-satunya yang membuat rumah itu masih terasa hidup bagi Sam adalah foto Orin yang tengah tersenyum manis dengan  dress hitam selutut.
      Cantik..., pikir Sam.
      "Jadi, Orinnya ada, pak?", tanya Sam. Bapak itu terlihat semakin bingung.
      "Non Orin...sudah dua hari ini tidak pulang dan tidak ada seorang pun yang tau kemana perginya, nak.", jawabnya dengan lancar setelah beberapa kali menghela napas.
      Dua hari yang lalu?, pikir Sam sembari mengingat-ingat pertemuanya dengan Orin.