Pengalaman berkunjung ke Candi Prambanan mungkin bukan lagi hal yang eksklusif. Mengingat setiap harinya, candi yang terletak diantara Provinsi DIY dan Jawa Tengah ini, bisa dikunjungi ribuan orang.Â
Tapi tidak jika Anda bisa mendapat kesempatan seperti saya, tim Kompasiana on Loc, dan 8000an pelari Jogja Marathon 2018 yang digelar pada hari minggu lalu (14/4). Langkah kaki kami sudah memasuki komplek candi ketika bangunan peninggalan abad ke-9 M ini baru tampak siluetnya meski dari dekat.
Semakin mendekat ke area panggung dan food zone, jumlah pelari yang saya temui lebih banyak. Ternyata, Bank Mandiri sudah menyiapkan instruktur senam untuk melakukan peregangan badan agar peserta tidak cedera. Selain di depan panggung, peserta Mandiri Jogja Marathon ini juga melakukan pemanasan di berbagai tempat tak jauh dari titik start.Â
Kebanyakan dari mereka melakukannya dalam kelompok, karena datang dari komunitas yang sama. Bukan hanya itu, di jam 4 pagi berbagai tenant di dalam food zone juga sudah siap untuk melayani pelari atau kerabat yang menemani untuk sarapan dan mengisi energi.Â
Berbagai stand kuliner yang ada di sini menerima pembayaran non-tunai dengan menggunakan E-money atau Ecash, sehingga tidak menyulitkan pembeli untuk mencari pecahan rupiah yang pas atau menyimpan uang kembalian.
Tak mau ketinggalan lagi, saya bersiap di titik start untuk melihat bagaimana kerja hormon insulin, endorfin, dan entah apalagi yang menghasilkan semangat dan antusiasme mereka ketika mulai berlari.
Ketiganya bertugas melepas para peserta lari untuk berkompetisi di berbagai kategori yakni Full Marathon, Half Marathon (21K) ,dan 10K. Khusus di kategori 5K, selain mengibarkan bendera dan membunyikan terompet sebagai aba-aba mulai berlari, mereka kemudian juga ikut dalam kompetisi, tak mau kalah dengan peserta yang datang dari berbagai usia dan tempat ini.
***
Setengah jam sejak kategori terakhir dilepas, beberapa teman mengupdate status di Twitter yang menyatakan para pelari mulai melintasi garis finish. Saya yang sedang mengisi daya baterai ponsel langsung menuju ke sana tapi tidak dengan langkah yang terburu-buru.Â
Sebab, pemandangan Candi Prambanan yang menjulang ditingkahi sinar matahari yang belum terlalu terik, membuat langkah saya melambat dan tersenyum-senyum sendiri saking kagumnya akan perpaduan hasil karya manusia yang dibuat pada zaman purba dengan lanskap Gunung Merapi dan rimbun hijau pohon dan rerumputan.
Beberapa kesenian seperti Jathilan, Karawitan, dan Reog ini memang merupakan kerjasama antara pihak penyelenggara, yakni Bank Mandiri dengan warga sekitar untuk mengenalkan sekaligus melestarikan budaya yang ada.
Tak berapa lama, pelari pertama pada kategori Full Marathon melintas langsung di depan hidung saya. Ia menyelesaikan jarak 42 km dalam waktu 2 jam 21 menit saja! Tentu, pelari yang ternyata berkebangsaan Kenya ini, mendapat sambutan hangat dari penonton yang berkumpul di lintasan akhir.Â
Sebab, di kompetisi ini semua pelari bagi saya adalah pemenang yang mampu menantang diri sendiri menyiapkan tubuh dan pikiran jauh sebelum hari lomba, termasuk bertandang langsung ke Jogja (karena 80% peserta berasal dari luar kota dan mancanegara) di tengah hari sibuk mereka.Â
Kemudian pada hari H harus bangun di pagi buta, berlari sekian kilometer, menahan tumpukan asam laktat di persendian yang membuat pegal dan lelah. Tak hanya itu, mereka yang kebanyakan datang dengan komunitas atau kelompok juga berhasil menahan ego dengan menyemangati satu sama lain, baik sebelum lomba dimulai hingga pertandingan selesai.Â
Tapi sejauh yang saya tahu, tak ada yang menyerah. Seluruh peserta membiarkan medali yang dikalungkan panitia menggantung di dada hingga acara ini ditutup GAC, trio muda bersuara emas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H