- Pergerakan Lempeng Tektonik
Lempeng tektonik merupakan bagian keras kerak bumi yang berada di atas astenosfer dan dapat bergerak serta berinteraksi dengan lempeng lain. Area pertemuan lempeng tektonik satu dengan lain dikenal sebagai daerah perbatasan lempeng. Daerah perbatasan lempeng ini merupakan area dengan kondisi tektonik yang aktif dan tidak jarang menimbulkan fenomena alam seperti gempa bumi, tsunami, terbentuknya gunung berapi, dan pembentukan dataran tinggi.
Mantel bagian atas yang mengalasi kerak bersifat padat dan bersama dengan kerak membentuk satu kesatuan yang dinamakan litosfer (Khairul Zikri, 2018: 16). Sehingga dapat dipahami, bahwa lapisan litosfer adalah batuan yang relatif dingin dengan bagian atasnya keras. Pada bagian bawah lapisan litosfer ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel bawah. Mantel ini sangat panas sehingga bersifat lunak dan dapat bergerak sesuai arus konveksi magma. Karena mantel bergerak maka lempeng tektonik yang mengapung di atas mantel juga ikut bergerak. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu pergerakan saling menjauh, saling mendekat, dan saling sejajar (transform).
Pergerakan lempeng tektonik yang terjadi secara mendadak atau terus menerus menyebabkan adanya akumulasi energi yang terus bertambah pada titik tertentu. Apabila akumulasi energi telah mencapai batas maksimum maka energi yang terakumulasi akan dilepaskan ke segala arah yang kemudian kita kenal sebagai gelombang gempa bumi.
Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang merupakan daerah perbatasan lempeng. Batas konvergen pertemuan Lempeng Indo-Australia yang menyusup ke dalam Lempeng Eurasia ditandai dengan adanya unsur-unsur tektonik. Unsur tektonik yang dimaksud adalah seperti palung laut atau oceanic trench. Aktivitas Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia tersebut membuat Pulau Lombok menjadi wilayah dengan tingkat frekuensi gempa yang cukup tinggi.
Â
- Kerentanan Seismik di Wilayah Lombok
Seperti yang dinyatakan Naryanto (2008) Indonesia adalah negara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar dunia, yaitu Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan dan cenderung ke arah barat laut, Â Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat seperti yang ditunjukkan ilustrasi (Gambar 3) di atas. Hal tersebut mengakibatkan beberapa wilayah di Indonesia memiliki tingkat kerentanan seismik yang tinggi dan bervariasi.
Pulau Lombok merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan tingkat kerentanan seismik yang tergolong tinggi. Tingginya kerentanan seismik ini disebabkan karena wilayah Lombok merupakan salah satu daerah yang berada di perbatasan dua lempeng yang konvergen (zona subduksi atau penunjaman). Terdapat dua sumber bencana seismik gempa di Lombok, yaitu Sesar Naik Flores (Flores Back-arc Thrust) dan subduksi Lempeng Indo-Australia.
Pengaruh adanya subduksi pada bagian selatan pulau dan adanya patahan Flores Back-arc Thrust pada bagian utara menyebabkan nilai seismisitas pulau Lombok bagian selatan dan bagian utara meningkat dan tergolong tinggi. Meskipun wilayah selatan Lombok dan utara Lombok memiliki tingkat seismisitas tinggi, tetapi terdapat wilayah di Lombok yang memiliki potensi bahaya gempa yang rendah dan dinilai aman. Wilayah tersebut adalah wilayah Lombok bagian tengah.
- Mitigasi Gempa Bumi untuk Wilayah Lombok
Seperti yang disampaikan sebelumnya, Lombok merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana gempa bumi. Karena itu, perlu diketahui dan dilakukan upaya mitigasi. Sebelum melakukan mitigasi, kita perlu mengetahui karakteristik dan sifat geologis area yang dimaksud. Beberapa daerah di Lombok, salah satunya Kabupaten Lombok Utara, tersusun atas tanah jenis andisol yang halus sehingga sensitif terhadap getaran yang cukup tinggi. Karena kondisi ini maka perlu dilakukan upaya mitigasi yang sesuai.
Sesuai yang dinyatakan Abdillah (2010) bahwasannya mitigasi adalah proses ataupun tindakan pencegahan guna mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul dari sebuah peristiwa bencana alam. Pernyataan tersebut tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Bakornas yang menjelaskan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana yang akan datang. Mitigasi bencana meliputi perencanaan yang dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk meminimalisir risiko dari sebuah bencana.
Perlu dilakukan upaya atau strategi mitigasi tertentu, khususnya pada wilayah dengan tingkat risiko gempa bumi yang tinggi. Setidaknya ada empat strategi mitigasi yang harus kita lakukan. Pertama, mengetahui karakteristik suatu wilayah serta potensi terjadinya gempa bumi atau bencana alam lain di wilayah tersebut. Dalam hal ini, sistem informasi mengambil peran penting. Kedua, penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan bencana, termasuk pengadaan akses jalan dan jalur evakuasi yang memadai. Ketiga, penyelenggaraan sosialisasi dan simulasi gempa bumi secara intensif. Keempat, menetapkan standar konstruksi bangunan tahan gempa.
Â
Â
Daftar Pustaka:
Gemeliarini, I., & Helmi, M. (2018). Strategi Mitigasi Berdasarkan Model Geospasial Risiko Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Utara Nusa Tenggara Barat (Doctoral dissertation, School of Postgraduate). Â
Kurniawan, S., Warnana, D. D., & Rochman, J. P. G. N. (2019). "Pemetaan Kerawanan Bencana Gempa Bumi Dengan Metode PSHA Periode Ulang 2500 Tahun Studi Kasus Pulau Lombok--Nusa Tenggara Barat." Jurnal Geosaintek, 5(3), 109-112. DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v5i3.5387
Panjaitan, L. M., Fattah, E. I., Suhendi, C., Wulandari, R., & Perkasa, H. Y. (2020). "Analisis Pergerakan dan Akumulasi Coulomb Stress Gempa Utama Lombok Selama Tahun 2018 dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Gunung Rinjani." Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 7(1), 38-42. DOI: https://doi.org/10.36754/jmkg.v7i1.215Â
Perdana, Y. H., Wijaya, A., & Suardi, I. (2021). "Analisis Gempabumi Lombok 2018 Berdasarkan Mekanisme Sumber, Distribusi Slip, Asperity, dan Perubahan Nilai (Coulomb Stress) Pada Bidang Sesar." Jurnal Geofisika, 19(1), 1-9. DOI: http://dx.doi.org/10.36435/jgf.v19i1.430Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H