Bagian (1)
"Kamu gak mandi, Lang?" tanya Anton saat Gilang sedang fokus bermain game online di ponselnya.
Anton tampak segar dengan rambut basah. Ia habis mandi tadi setelah rebutan sama anak kos lain dan menemukan Galang sedang duduk di teras sendirian.
"Ntar lagi."
"Udah mau maghrib, loh! Jangan mandi maghrib-maghrib Lang, kamu gak dengar apa yang dibilang Ibu kos kemarin?"
Anton dan Galang, mahasiswa yang baru saja pindah ke luar kota untuk melanjutkan kuliah. Baru kemarin keduanya pindah ke kos-kosan yang dekat dari kampus ini. Meski kecil dan kamar mandinya harus berbagi, tapi ini kos an yang strategis dengan harga murah.
"Halah! Gak usah bising, Nton. Kamu gangguin aku aja!"
"Kamu mah, dibilangin, kalau ada apa-apa aku gak tanggung jawab loh!"
"Biasanya aku mandi maghrib juga gak papa kali."
"Tapi ini beda tempat, Lang. Kamu mah mesti hormat kalo jadi tamu. Apa pun peraturan si tuan rumah mesti diturutin."
"Argghh!" teriak Galang keras membuat Anton terkejut hingga berjingkat dari tempatnya berdiri.
"Kalah, kan! Kamu berisik banget sih, Nton!"
"Lah, aku yang salah?"
Galang mendengkus kelas, menatap Anton galak. Ia kemudian masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya dengan sedikit hentakan.
"Astaghfirullah, anak siapa sih kamu Lang?" tukas Anton seraya mengurut dada. Ia beranjak menuju kamarnya juga, sekilas menatap langit yang sudah mulai merah. Sayup-sayup suara mengaji dari surau terdekat mulai berkumandang.
***
Hampir isya saat Anton keluar dari kamarnya. Dilihatnya kamr sebelah gelap, tempat Galang berada. Bahkan lampu teras lelaki itu juga gak nyala.
Penasaran Anton menuju ke kamar Galang. Mengetuk  pintunya dengan keras.
"Lang! Kamu gak lapar? Ayo kita beli makan!" teriak Anton keras. Namun, tak ada sahutan dari dalam kamar Galang.
"Galang!" panggil Anton lagi sembari mencoba membuka pintu kamaf kos Galang. Tak dikunci, membuat ia leluasa untuk masuk.
Suasana kamar gelap gulita, bias cahaya dari pintu yang terbuka menerangi kamar tersebut. Terdengar suara nafas berat dan deru nafas tak beraturan.
"Lang!" panggil Anton cemas, apalagi dalam keremangan cahaya ia melihat Galang tengah melotot padanya.
Cepat ia menuju saklar lampu, menyalakannya. Sontak terkejut saat melihat Galang tengah berbaring dengan kedua tangan memegangi leher, tubuhnya kaku dengan mata melotot. Wajahnya memerah tampak menahan nafas.
"Lang, kamu kenapa?" tanya Anton panik. Ia menggoyang-goyangkan tubuh Galang, namun lelaki itu sama sekali tak bergerak. Mulutnya rapat, tubuhnya kaku dan juga dingin. Hanya matanya yang melotot sampai memerahlah yang menjadi simbol bahwa Galang membutuhkan pertolongan sekarang.
Anton berlari keluar, memanggil seluruh penghuni kos untuk membantunya. Dalam beberapa menit kamar Galang dipenuhi oleh banyak orang.
"Kenapa? Galang kenapa?"
"Kok bisa gitu?"
"Kesurupan dianya itu."
"Anton panggil Ustad Halim di masjid, barangkali dia bisa bantu," ucap Pak Rudi sang pemilik kos yang kini mencoba memegangi tubuh Galang. Membisiki ayat-ayat di sana, namun seketika tubuh Galang yang dingin berubah menjadi panas.
Anton pergi, tak berapa lama ia kembali. Membawa seorang lelaki tua dengan kopiah dan sarung yang bersandar di pundak.
"Apa yang terjadi?" tanya Ustad Halim begitu masuk ke dalam kamar kos Galang.
"Tidak tahu Pak Ustadz, begitu saya masuk Galang sudah seperti ini."
"Boleh keluar dahulu sebagian? Agar di sini tidak terlalu pengap."
Orang-orang yang berkerumun di kamar Galang menurut. Perlahan-lahan muali berkeluaran satu persatu menyisakan Pak Rudi, Anton dan Ustad Halim yang berada di sisi Galang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H