Kasus Nenek Saulina yang divonis 1 bulan penjara karena menebang pohon durian untuk membangun makam leluhurnya menggugah nurani dan mempertanyakan rasa keadilan dalam sistem hukum Indonesia. Peristiwa ini menjadi cerminan buram di mana penegakan hukum terkesan tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Di tengah situasi ini, Pancasila sebagai dasar etika bangsa Indonesia menawarkan landasan moral yang kokoh untuk membangun sistem hukum yang adil dan berpihak kepada rakyat. Nilai-nilai Pancasila seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial menjadi pedoman penting dalam menegakkan hukum secara berimbang dan proporsional.
Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kasus Nenek Saulina:
-Ketuhanan: Mengingatkan kita bahwa setiap manusia memiliki hak asasi yang dijamin oleh Tuhan, termasuk hak hidup dan hak atas tempat tinggal yang layak.
-Kemanusiaan: Menekankan pentingnya penghormatan terhadap martabat manusia, termasuk hak para lansia untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan bermartabat.
-Persatuan: Mengimbau rasa persaudaraan dan gotong royong untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dan musyawarah mufakat.
-Kerakyatan: Menegaskan bahwa kedaulatan hukum dipegang oleh seluruh rakyat Indonesia, dan penegakan hukum harus berpihak kepada rakyat.
-Keadilan Sosial: Memperjuangkan terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera, di mana akses terhadap keadilan dan hukum tidak bergantung pada status sosial atau ekonomi.
Rekomendasi Solusi Berdasarkan Pancasila:
•Peninjauan Ulang Vonis: Vonis 1 bulan penjara bagi Nenek Saulina perlu ditinjau ulang dengan mempertimbangkan usia lanjut, niat baiknya untuk membangun makam leluhur, dan upaya damai yang telah ditempuh.
•Penyelamatan Aset Keluarga: Aset keluarga Nenek Saulina yang disita sebagai jaminan atas perkara ini perlu dikembalikan untuk memastikan mereka tetap memiliki tempat tinggal dan sumber penghidupan.