Berwudhu' dengan Perkara selain Air Mutlaq yang Suci Mensucikan
Sesuatu selain air mutlaq yang suci mensucikan, jenis-jenisnya dari arah cakupan diperbolehkannya wudhu' dengannya, yang akan disebutkan dalam keterangan yang akan datang pada jenis-jenis ini. Cakupan diperbolehkannya wudhu' itu dengan setiap jenis :
- Jenis yang Pertama :
Air yang disandarkan kepada selain air, dan tidak menjadikan suci dengannya. Maka tidak diperbolehkan wudhu' dengan air ini. Jenis ini dibagi menjadi tiga yakni :
- Sesuatu yang terkait dengan perkara-perkara yang suci seperti air mawar.
- Sesuatu yang suci yang tercampur dengan air dan menjadikan nama air berubah dan mendominasi pada bagian air, sehingga menjadi sesuatu yang lain : tinta, pewarna, cuka atau sejenisnya.
- Sesuatu yang dimasak didalam air kemudian menjadikan air tersebut berubah, seperti rebusan kacang polong.
Seluruh ketiga pembagian ini tidak diperbolehkan berwudhu' dengannya. Dan tidak menghasilkan suci dengannya.
Ibnu Qudamah Al-Hanbali berkata : saya tidak mengetahui dalam hal tersebut kekhilafan kecuali hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abi Laili dan Ashom dalam bab air yang tercampur bahwa sesungguhnya air tersebut suci, bisa mengangkat hadats dengannya dan dengan air tersebut bisa menghilangkan najis.
Ibnu Mundzir berkata : Semua ulama' ahli ilmu yang menghafal hadits sepakat bahwa wudhu' tidak diperbolehkan dengan air mawar, air pohon, air tanaman, dan tidak diperbolehkan bersuci kecuali dengan air mutlaq yang bernama air.
- Jenis Kedua :
   Air yang disandarkan pada selainnya dan diperbolehkan wudhu' dengan air tersebut.  Jenis ini adalah air yang disandarkan pada tempatnya. Contohnya : air sungai, air sumur. Dan tidak ada khilaf dalam kebolehan wudhu' dengan air ini.
- Jenis Ketiga :
   Air yang bercampur yang memungkinkan dihindari darinya, kemudian berubah salah satu sifat air : rasa, warna atau bau air. Contohnya air Za'faron. Ahli Ilmu berbeda pendapat mengenai kebolehan wudhu' menggunakan air ini. Jumhur Ulama' tidak ada yang memperbolehkan wudhu' dengan air ini. Imam Abu Hanifah memperbolehkan.
- Jenis Keempat :
Air yang bercampur dengan sesuatu yang tidak mungkin dihindari darinya, seperti lumut dan segala sesuatu yang tumbuh dengan air, begitu juga daun pohon yang gugur dalam air, dan sesuatu yang kembali menarik banjir dengan air, jerami, dan perkara yang dibuang dalam air, dan perkara yang ada di tempat diamnya air seperti miyak dan aspal. Jika air mengalir di atasnya dan mengubahnya atau jika berada di tanah tempat air itu menggenang, maka semua itu dima'fu karena sulit untuk dihindari. Oleh karena itu , diperbolehkan berwudhu' menggunakan air jenis ini.
- Jenis Kelima : Air yang bercampur dengan debu.
   Jika terdapat debu sedikit, maka diperbolehkan wudhu' dengan air ini. Jika debunya sangat banyak sekiranya air tidak bisa mengalir pada anggota, maka tidak boleh wudhu' dengannya, karena air tersebut telah menjadi lumpur dan tidak ada air yang tersisa.
- Jenis Keenam : Air yang berubah disebabkan lamanya diam.
   Ketika air tetap di tempatnya pada waktu yang lama, kemudian berubah dengan sebab lamanya tersebut dengan tanpa bercampur dengan sesuatu yang merubahnya, maka air ini tetap atas kemutlakan dan kesuciannya. Dan diperbolehkan wudhu' dengan air ini.
- Jenis Ketujuh : Air yang bercampur dengan air musta'mal.