Mohon tunggu...
Rizka afrimulia Nofsan
Rizka afrimulia Nofsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Pendidikan Islam di Era Globalisasi

17 April 2022   20:02 Diperbarui: 17 April 2022   20:25 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantangan global tersebut. Mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi. Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Islam menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi persoalan pendidikan yang amat strategis dan komplek. Manajemen pendidikan Islam, sebagai cabang dari manajemen, yang sangat penting fungsinya bagi para kritisi, para cendekia, dan tunas bangsa ini untuk menjadi pembelajar sekaligus pendidik yang baik dan bermoral. Peran pendidik dalam mengkritisi globalisasi sangat penting. Bahkan, dalam manajemen pendidikan Islam haruslah diperhatikan, dan kritis terhadap persaingan global. 

Konsep Manajemen Pendidikan Islam

         Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu berasal dari kata manus, yang berarti tangan, dan agree yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dalam bentuk kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management ditransliterasi ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen dengan arti pengelolaan. Sedangkan pengertian manajemen secara istilah adalah pemanfaatan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dimaksudkan.

         Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, manajemen berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Ketika digabungkan dengan kata pendidikan, Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai Suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien. 

         Mujamil Qomar memaknai manajemen pendidikan Islam sebagai suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Pengertian ini kemudian secara spesifik dirinci oleh Muhaimin bahwa pendidikan Islam sekurang-kurangnya bernafaskan dua hal penting yaitu merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan dengan niat manifestasi ajaran dan nilai-nilai keislaman dan sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Ciri khas pendidikan Islam sebagaimana pandangan Abuddin Nata ialah pendidikan yang mendasarkan seluruh aktivitas pembelajarannya pada ranah ketauhidan.

       Selain itu, pendidikan Islam berfungsi untuk menyiapkan manusia sebagai khalifah yang mewakili Tuhan di muka bumi. Manusia yang mengorientasikan hidupnya bukan saja untuk kemaslahatan dunia, tetapi lebih dari semua itu, secara transendental menautkan segala aktivitas keduniawian sebagai bekal menelusuri kehidupan yang lebih abadi, yaitu kehidupan akhirat. 

Manajemen Pendidikan Islam Di Era Globalisasi

           Kehadiran globalisasi menuntut perubahan yang mendasar bagi setiap individu dalam memandang arus globalisasi sebagai sesuatu keharusan bukan sebagai ancaman. Dalam menjawab tantangan globalisasi maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkarakter handal dan berdaya saing tinggi. Untuk mewujudkannya maka disinilah manajemen pendidikan Islam harus menampilkan diri sebagai bagian dari tantangan globalisasi tersebut. Manajemen Pendidikan Islam ditantang untuk melakukan perubahan dan menghasilkan para lulusan yang berdaya saing tinggi (qualified) bukan justru sebaliknya mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut. 

        Posisi manajemen pendidikan Islam sungguh dilematis pada satu sisi. Ia dihadapkan pada kekuatan pasar yang harus segera direspon, dan pada sisi lain, ia harus mempertahankan misi awal sebagai media penciptaan. Masyarakat/pasar yang islami melalui pelestarian nilai-nilai keislaman yang terorganisir dan terlembaga. Jika terlalu bergerak ke sudut kekuatan pasar dengan berbagai selera yang dimiliki, pendidikan islam bisa kehilangan identitas dan jati dirinya. Jika terlalu bergerak ke sisi idealisme, pendidikan islam bisa kehilangan pasar potensialnya, karena terdapatnya jarak yang melebar antara dirinya dan selera pasar.

Problematika Manajemen Pendidikan Islam Dalam Perspektif Globalisasi 

1. Sikap skeptis masyarakat terhadap lembaga pendidikan islam 

      Dalam kurikulum madrasah tahun 1994, madrasah wajib melaksanakan mata pelajaran agama 100%. Namun pada kurikulum madrasah tahun 1995, kurikulum madrasah memuat 70% mata pelajaran umum dan 30% mata pelajaran agama. Hal ini menyebabkan madrasah setaraf dengan sekolah-sekolah umum lainnya. Dengan adanya kebijakan tersebut, eksistensi madrasah sebagai lembaga Pendidikan Islam mulai dipertanyakan oleh masyarakat. madrasah pada awalnya diharapkan akan mampu mencetak ahli-ahli agama dan para pemimpin Islam mulai diragukan kemampuannya. Walaupun mempunyai kedudukan setaraf dengan sekolah umum, dalam perjalanannya madrasah tetap berbeda dengan sekolah-sekolah umum. Madrasah masih dianggap lembaga pendidikan kelas dua, dimana ada pandangan dari pada tidak sekolah lebih baik masuk madrasah.

2. Lemahnya visi dan misi kelembagaan

      Sekarang ini, visi dan misi menjadi masalah serius bagi lembaga pendidikan Islam. Jika ditinjau di lapangan, banyak lembaga khususnya madrasah di Tanah Air tidak memiliki visi atau arah yang jelas mengenai pengelolaan pendidikan yang baik, sehingga madrasah belum mempunyai perencanaan dan penataan baik yang mengakibatkan pada tatanan implementasi cenderung berjalan apa adanya.

3. Kurikulum yang overloaded 

      Kurikulum menjadi persoalan yang sangat urgen dalam dunia pendidikan. Kurikulum di madrasah sarat dengan materi (overloaded) dan bahkan tidak memiliki keterikatan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum. Kurikulum di madrasah lebih menekankan pada ranah kognitif saja, sementara ranah afektif dan psikomotorik menjadi terabaikan. Seharusnya, kurikulum harus segera diperbaiki karena tanpa kurikulum yang tepat, maka lembaga Pendidikan Islam akan sulit mencapai tujuan pendidikan.

4. Rendahnya daya saing lembaga pendidikan islam 

       Dilihat dari aspek lulusan, lulusan madrasah sangat berbeda dengan lulusan dari sekolah-sekolah umum dimana lulusan sekolah umum memiliki aspek yang lebih terbuka untuk melanjutkan ke perguruan tinggi umum, sedangkan bagi lulusan madrasah memperoleh keterbukaan yang luas hanya pada perguruan tinggi Islam. Sebenarnya madrasah memiliki keunggulan yang lebih dibanding dengan sekolah umum karena muatan pendidikan agama di madrasah lebih banyak daripada di sekolah umum. Ini berarti pendidikan moral yang dikandung dalam pendidikan agama lebih banyak diberikan pada madrasah. Namun pada kenyataannya, madrasah masih kurang mampu untuk bersaing dan bersaing dengan lulusan sekolah umum.

5. Tenaga pendidik dan kependidikan yang kurang profesional

       Pada lembaga pendidikan Islam, khususnya madrasah, banyak guru yang mengajar bukan pada bidang keahliannya. Hal ini menjadikan aspek profesionalisme guru terabaikan. Oleh karena itu proses pembelajaran yang berlangsung lebih cenderung pada pola mengajar (teaching, ta'lim) saja, bukan mendidik (education, tarbiyah dan ta'dib).

6. Dikotomi ilmu pengetahuan

       Saat ini pendidikan dikembangkan dengan memisahkan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Para tokoh agama mempunyai pendapat bahwa cukuplah hidup di dunia ini dengan berbekal ilmu agama, walaupun gagap ilmu dan teknologi tidak akan membuat kita merasa terancam dan terasing oleh kehidupan dan justru akan mampu mengendalikan kehidupan dengan baik, bukan sebaliknya dikendalikan oleh kehidupan itu sendiri. Berbeda halnya dengan kehidupan yang hanya dibekali dengan ilmu-ilmu umum saja, mereka akan merasakan kehidupan yang hampa walaupun terlihat nyaman dalam buaian ilmu dan teknologi. Pendidikan Islam selama ini hanyut dalam pemikiran sekuler, sehingga secara tidak sadar melakukan dikotomisasi antara pendidikan keimanan (ilmu-ilmu agama) dengan pendidikan umum (ilmu pengetahuan) dan pendidikan akhlak (etika).

         Pemisahan ini berdampak pada perbedaan sikap di kalangan umat Islam terhadap kedua disiplin ilmu tersebut. Ilmu agama diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral dan wajib dipelajari, sedangkan ilmu umum, baik ilmu kealaman maupun sosial bersifat profan dan tidak wajib untuk dipelajari. Hal ini berimbas pada kemunduran umat Islam di bidang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, terjadi reduksi ilmu agama dan pendangkalan ilmu-ilmu umum. Situasi tersebut membawa akibat ilmu-ilmu agama menjadi  tidak menarik karena terlepas dari kehidupan nyata, sedangkan ilmu-ilmu umum berkembang tanpa sentuhan etika dan spiritualitas agama, sehingga kehilangan makna dan bersifat destruktif.

Paradigma Manajemen Pendidikan Islam

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik

        Sebagai seorang pendidik barang tentu harus memiliki kualitas agar mutu pembelajaran tidak dipandang sebelah mata. Guru dianggap sebagai pusat pembelajaran bagi peserta didik, dimana ia harus tau dan tempat mencari tau. Sudah septutnya guru dilengkapi dengan bekal yang matang agar mutu yang diberikan juga jelas dan menghasilkan sdm yang berkualitas.

2. Menentukan visi misi yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits

         Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi, visi lembaga Pendidikan Islam harus dirumuskan berdasarkan tujuan pendidikan Islam, harapan dan keingingan masyarakat dan stakeholders pendidikan serta memuat cita-cita yang luhur dalam mewujudkan Pendidikan Islam yang berkualitas.

3. Memiliki sarana dan prasarana serta peningkatan daya saing melalui IPTEK

         Sarana dan prasaran berguna menunjang pendidikan agar sesuai dengan standar pendidikan nasional yang baik. Era globalisasi yang serba teknologi juga menuntut lembaga pendidikan untuk berinovasi menciptakan hal-hal berbau teknologi yang mendorong mutu pendidikan. Selain itu juga berguna agar peserta didik mampu berdaya saing ditengah arus globalisasi yang kuat. 

4. Keterpaduan antara Ilmu agama dan Ilmu umum

        Keterpaduan antara dua ilmu inni akan menimbulkan banyak dampak positif, tanpa harus mengorbankan salah satu diantara keduanya. Seperti yang dikatakan oleh seorang ilmuan terkenal Albert Eintein:

       " Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang. Agama tanpa ilmu adalah buta."

        Ini menunjukan indikasi keduanya sama-sama memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, terutama peserta didik yang masih dalam tahap tumbuh kembang. 

        Keterpaduan antara ilmu agama dan umum akan menimbulkan konsep islamisasi atau integrasi-interkoneksi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan ini sangat signifikan dalam mengatasi dualisme antara ilmu agama dan ilmu umum.

Kesimpulan

      Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Kehadiran globalisasi menuntut perubahan yang mendasar bagi setiap individu dalam memandang arus globalisasi sebagai sesuatu keharusan bukan sebagai ancaman. Dalam menjawab tantangan globalisasi maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkarakter handal dan berdaya saing tinggi. Untuk mewujudkannya maka disinilah manajemen pendidikan Islam harus menampilkan diri sebagai bagian dari tantangan globalisasi tersebut. 

Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar memungkinkan para anak didik dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab. Selain itu, pendidikan diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang bisa memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan di dalam kehidupan bermasyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun