Mohon tunggu...
Rizka Utami Rahmi
Rizka Utami Rahmi Mohon Tunggu... Freelancer - Mom of two and happy wife

I'm a writer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tidak Semua Berani Melaporkan, 4 Alasan Korban KDRT Tetap Bertahan dalam Pernikahan Toxic

24 Oktober 2022   22:11 Diperbarui: 24 Oktober 2022   22:16 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepasang manusia yang disahkan dalam sebuah hubungan pernikahan memiliki kebahagiaan dan masalahnya masing-masing. Tidak melulu soal uang, tindakan baik dari pasangan kadang menjadi sumber kebahagiaan dalam sebuah pernikahan. Sayangnya banyak juga partner pasangan dalam pernikahan yang menjadi korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti kasus Lesty- Billar yang belakangan sedang menyita perhatian publik. Kasus tersebut sangat gempar mengingat keduanya sering digaungkan sebagai best couple selebriti.

KDRT umumnya terjadi pada wanita, namun tidak menutup kemungkinan pihak pria juga bisa mengalami KDRT. Padahal sudah ada peraturan UU Nomor 23 Tahun 2004 yang melarang seseorang melakukan tindak pidana KDRT. Selain itu sanksi tegas juga akan diterima oleh pelaku berupa denda dan kurungan penjara. Walau demikian, tetap saja sebagian besar korban enggan melapor dan tetap mempertahankan status pernikahan dengan pasangannya karena berbagai alasan.

Lalu apa sebetulnya yang menyebabkan seseorang  tetap mempertahankan pernikahannya dan enggan bercerai walau sudah menjadi korban KDRT? Padahal banyak sekali yang mendukung korban KDRT tersebut untuk melaporkan perbuatan tersangka. Sebagian orang bisa saja dengan mudah melapor, namun sebagian lainnya memiliki beberapa alasan tetap mempertahankan status pernikahannya seperti yang terangkum berikut ini.

1. Malu

Bukan rahasia lagi jika KDRT adalah sebuah aib bagi rumah tangga seseorang. Karena itu banyak korbannya memilih untuk menyimpannya sendiri dan tetap bertahan dalam pernikahannya dibanding harus melaporkannya kepada yang berwajib. Malu karrna sudah melakukan resepsi besar-besaran, malu karena selama ini terlihat seperti relationship goal di media sosial, atau malu karena tidak siap menyandang status janda.

2. Diancam

Ancaman untuk tidak mengadu kerap dilakukan oleh pelaku KDRT agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada pihak yang berwajib. Biasanya pelaku mengancam akan membunuh atau menyakiti keluarga korban jika ia mengadu. Untuk korban yang mungkin sudah lebih cerdas secara intelektual, umumnya ancaman seperti itu tidak akan digubris, namun untuk para korban yang masih awam tentunya akan merasa takut dan enggan mengambil risiko dengan melaporkan perbuatan KDRT yang menimpanya.

3. Ketergantungan ekonomi

Inilah sebabnya seseorang harus mandiri secara finansial. Perceraian dikhawatirkan akan memutuskan kebutuhan ekonomi yang biasa diberikan dari pasangan, sehingga korbannya memilih untuk tetap bertahan walau kondisi pernikahannya sudah tidak sehat. Biasanya hal tersebut terjadi pada pasangan pernikahan daru golongan menengah ke bawah. Tidak bekerja dan sudah memiliki anak dikhawatirkan akan sulit secara keuangan jika memutuskan untuk bercerai sehingga korbannya akan terus bertahan demi anak dan ekonomi yang tetap terjamin. Walau tidak semuanya juga tersangka KDRT yang tetap bisa memberikan nafkah secara bertanggung jawab terhadap pasangannya.

4. Sudah punya anak

Anak kerap menjadi pertimbangan untuk seseorang yang ingin mengambil sebuah keputusan besar. Kekhawatiran jika sang anak akan menjadi anak broken home menjadi alasan korban KDRT tetap bertahan walau pahit untuknya. Terlebih lagi jika sang anak yang masih kecil yang kerap menanyakan ke mana orangtuanya, hal tersebut tentunya cukup sulit untuk menjelaskannya kepada sang anak. Jika begini lagi-lagi korban KDRT memutuskan untuk tetap bertahan dalam pernikahannya.

KDRT dan perceraian adalah dua hal yang sangat bergantung satu sama lain. Tidak mudah memutuskan hubungan pernikahan yang sudah susah payah untuk dibangun. Kerugian yang ditimbulkan juga banyak, gangguan psikis adalah salah satu kerugian yang terparah. 

Namun alasan apapun KDRT tetap tidak dibenarkan dalam suatu ikatan pernikahan. Karena pasangan yang benar-benar sayang tidak akan tega melakukan kekerasan hingga melukai pasangan hidupnya. Jangan ragu untuk melaporkan dan menceritakan kepada orang yang bisa dipercaya agar bisa mencari solusi dari permasalahan yang ada. Agar pelaku KDRT menjadi jera dan korbannya tetap bisa menjalani kembali kehidupan normal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun