"Aku ngeliat dia bawa cowo sepantaran kita ke gudang anak-anak bunuh diri!" Serunya.
Tio merinding. Selama ini ia duduk bersama seorang pembunuh berantai dan ia bahkan mencoba mendekatinya. Akhirnya Tio dan Bulan memutuskan untuk pergi mencari dimana keberadaan siswa dan juga Caca.Â
Tio panik dan takut. Bagaimana kalau mereka sampai terlambat? Apakah mereka akan terluka? Pertanyaan itu memenuhi kepalanya seraya ia berlari ke arah gudang kosong yang ada di dekat sekolah.
Sesampainya mereka ke sana, mereka mulai berpencar dan mencari keberadaan sang sandera. "Tio!" . Berhenti. Jantungnya seperti berhenti ketika mendengar suara yang memanggilnya itu. Ia memutar badannya menghadap ke arah sumber suara. Disanalah dia berdiri, Cahaya Putri Tantono, dengan segala glorynya. Dengan wajah yang polos sepertinya tidak bersalah. Tio menghampirinya dengan perlahan. Langkahnya berat untuk menuju Caca. Setelah sampai di depan Caca, Tio mencengkram lengannya dengan keras. Caca meringis kesakitan dan meminta Tio untuk berhenti.
"Apaan sih kamu?! Sakit Tio!" Teriaknya. Caca menatap wajah Tio dan langsung berhenti bergerak. Wajah Tio seperti sedang melihat setan, dan mungkin memang sedang melihat setan. Ia membawa Caca ke tempat di dekat pintu masuk dan memegang kedua tangannya di belakang tubuh Caca.
"Kamu jujur sama aku, kamu kemaren bareng sama ibu-ibu gak?" Tanyanya datar, walaupun Caca tahu bahwa kalau itu menatap mukanya lagi, pasti Tio akan memucat. Awalnya Caca tidak mengerti, kemudian ia tersadar apa yang dimaksud dengan pertanyaan Tio tersebut. Caca tidak percaya bahwa Tio menanggap dirinya sebagai pembunuh berantai.
"Kamu mau tau? Lepasin dulu Ti" ujar Caca. Tio malah makin mengeraskan cengkramannya di lengan Caca. "Aku bilang jawab Ca" ucapnya dengan penekanan di kata 'jawab'.
"Iya aku jawab! Lepas dulu Tio tanganku berdarah!" Teriak Caca dengan lantang. Tio yang mendengarnya melihat kebawah dan mendapati bahwa tangan Caca yang sedari tadi ia cengkram ternyata luka. Tio tidak sadar. Ia langsung melepaskan genggaman tangannya. Caca langsung menutup lukanya dengan tangannya yang lainnya. Lalu setelah beberapa saat akhirnya Caca menatapnya dengan tatapan tajam dan bercampur sedih.
"Kamu gak sadar? Sekarang aku tanya, setiap korban ada hubungannya apa nggak?" Tanya Caca kepada Tio. Heran, Tio hanya menatapnya aneh. Untuk apa ia bertanya balik padahal pertanyaannya saja belum ia jawab. Tio yang melihat bahwa Caca menunggu untuk mendapatkan jawaban akhirnya menghela napas dan mencoba untuk berpikir.
"Mereka semua itu ngeganggu kamu Ti. Kamu masa gak sadar sih?" Ujar Caca. Tio tambah heran. Apalagi hubungannya dengan dia? Caca melihat Tio masih tidak percaya dengan perkataannya, jadi ia mendekatinya.
"Maksudku, coba kamu pikir-pikir lagi, murid-murid yang bunuh diri pernah ngegangguin kamu gak? Ibu-ibu itu?" Tanyanya lagi kali ini dengan tatapan yang meyakinkan. Tio tiba-tiba teringat, murid-murid yang bunuh diri adalah orang-orang yang pernah merundungnya waktu ia kelas 2, dan ibu-ibu yang hilang adalah orang yang tidak sengaja menyerempetnya saat ia sedang berjalan pulang. Ia tidak mempercayainya, Caca melakukan semua itu?