Mohon tunggu...
Riza Siti Julaeha
Riza Siti Julaeha Mohon Tunggu... Lainnya - Rizaa_30

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Takdir Semesta

7 Februari 2021   21:07 Diperbarui: 7 Februari 2021   21:15 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu adalah rutinitasku di pagi hari, membereskan rumah memandikan ibu. Setelah itu aku akan pergi ke sekolah. Sangat sulit bagi ku untuk menjalani hidup seperti ini. Tak ada teman yang menyemangatiku. Mereka tidak ingin berteman denganku karena aku seorang anak narapidana. Mengapa ayah membuat ku seperti? Tapi  ada seseorang yang tak pernah menganggapku dengan sebelah mata, dia yang selalu menyemangatiku, yang menerimaku apa adanya.
 
Sesampainya di sekolah " Tia...." Teriakan itu membuat kepalaku lansung menoleh.
" Tia, pulang sekolah bisa anterin aku ke toko buku gak?" Tanya nya dengan senyum lesung pipi di wajahnya.
" Boleh aja Ta, tapi aku gak bisa lama soalnya aku harus pergi kerja."
" Oke, yang penting kamu mau menemaniku."
" Kalau gitu ayo kita ke kelas sebelum bel berbunyi." Kita pun langsung pergi  ke kelas.
Bel pun berbunyi tanda berakhirnya pelajaran hari ini. Aku dan Tania langsung saja pergi ke toko buku. Tak hanya membeli buku, Tania pun membeli alat tulis. Setelah membayar kita pun langsung keluar dari toko. " Makasih yah Tia, udah mau anterin aku dan maaf udah menyita waktumu." Ucapnya.
"Tidak usah minta maaf, Ta, aku seneng kok bisa anterin kamu." Jawabku.
Setelah itu, aku langsung berpamitan dengan Tania. " Kalau gitu aku duluan ya Ta."
" Oke, kamu hati-hati yah.." Sambil melambaikan tangannya.

Aku langsung berangkat untuk bekerja. Aku bekerja sebagai pelayan di toko bunga. Hanya ini pekerjaan yang aku punya, toko lain tidak bisa mempekerjakan aku karena aku masih anak SMA. Mungkin dari gaji ini bisa memenuhi kebutuhan sehari --hari, tapi tidak bisa untuk biaya terapi kaki ibu.

Sangat sulit sekali, setelah sekolah aku harus pergi bekerja. Sangat sulit melakukan semua ini, tapi aku harus semangat mengumpulkan uang demi kesembuhan ibu. Karena bagiku tidak ada yang lebih penting selain kesembuhan ibu.
 
Matahari mengundurkan diri tepat pekerjaanku selesai. Setelah membereskan toko, aku pun pamit pulang.
" Bu, saya pamit pulang dulu, semuanya sudah saya bersihkan." Pamitku kepada Bu Ayu yang mempunyai toko itu.
" Iya Nak, ini gaji kamu bulan ini." Menyodorkan amplop dan aku langsung menerimanya.
" Terima kasih Bu, saya pamit dulu."

Aku pun langsung pulang. Sebelum pulang aku membeli dulu soto kesukaan ibu. Setelah  itu aku melanjutkan perjalanan lagi. Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar ibu. Ternyata ibu sudah tidur, aku keluar lagi, tapi terdengar suara yang menghentikan langkahku.
" Nak, kamu sudah pulang, maaf ya, Ibu barusan ketiduran." Ucapnya sambil bangun untuk duduk.
" Tidak usah minta maaf Bu, Ibu sudah makan? Ini aku bawakan soto kesukaan Ibu. Ibu makan yah." Ibu hanya mengangguk, dan aku pun langsung ke dapur untuk mengambil piring. Setelah itu aku langsung menyuapi ibu.
" Maafkan ibu ya, harusnya kamu hanya fokus untuk belajar, tapi kamu harus bekerja demi memenuhi kebutuhan kita."
Kupegang tangan ibu. " Tidak usah minta maaf Bu, buat Tia yang penting ibu bahagia Tia pun akan bahagia."
" Untuk saat ini, yang terpenting bagi Tia adalah kebahagiaan dan kesembuhan ibu." Lanjutku.
Setelah bekerja beberapa lama akhirnya uang untuk terapi kaki ibu sudah terkumpul. Hari ini, aku mebawa ibu untuk terapi, aku sangat senang sekali karena ibu sebentar lagi akan sembuh.
 
Setahun setelah terapi yang dilakukan, ibu akhirnya dapat berjalan kembali. Seketika hidupku bersinar lagi seperti mentari di pagi hari. Hari- hari ku selalu berwarna dengan senyum ibu yang bersinar. Sekarang ibu berjualan kue yang di buatnya sendiri. Mungkin kehidupanku sudah membaik, tapi aku tetap bekerja agar tidak menjadi beban.

Berkat kegigihanku akhirnya aku mendapat beasiswa di kampus impianku. Aku akan terus berusaha memgejar mimpiku menjadi dokter dan akan memberikan yang terbaik untuk ibu. Tania memutuskan untuk kuliah di luar kota, aku sedih mendengar hal itu. Tetapi sama sepertiku, Tania juga ingin menggapai cita-citanya di kampus impiannya.

Ketika mentari terlihat malu- malu menunjukan dirinya, aku sedang membantu ibu mebuat adonan kue. Saat waktunya tiba, aku berpamitan untu pergi ke kampus.
" Bu, aku pamit berangkat kuliah dulu." Ucapku.
" Iya Nak, kamu hati- hati dijalan." Aku langsung mencium tangan ibu dan berangkat ke kampus.

Aku hampir lupa, di kampus aku mempunyai dua teman yang baik ada Rini dan Karin. Aku mengenal mereka ketika sedang OSPEK. Jurusan mereka sama denganku, sehingga kita sering berkumpul. Mungkin saat SMA, banyak yang tidak mau berteman denganku karena aku anak dari narapidana, tetapi sekarang aku anak siapa itu tidak penting. Yang terpenting kita bisa saling berteman.

Kehidupanku sangat berharga, banyak yang telah aku lalui. Siapa pun orang tua kita, dia tetap orang tua kita. Seberapa berat kehidupan yang kamu lalui, jangan menyerah dan terus berusaha.
Saat perjalanan menuju kelas, tiba- tiba ada yang menabrakku.
" Aduh..... Maaf aku engga sengaja." Ucapnya sambil membereskan buku yang jatuh.
Dan betapa terkejutnya dengan orang yang ada di hadapan ku sekarang.
" Anantia?" Tanyanya tidak yakin.
" Tia, Tia, kok malah bengong  sih?" Panggilan itu membuyarkan lamunanku.
" Wil..dan?" Tanya ku ragu, karena tak percaya Wildan ada di sini.
" Eh, malah bengong lagi, mikirin apa sih Tia?" Dia bertanya dengan santai kepadaku.
" Iya ini aku, Wildan teman SMA mu dulu." Ternyata benar dia, Wildan, temanku. Wldan adalah temanku yang menerima aku apa adanya seperti Tania, tapi ketika naik kelas tiga, dia harus pindak ke Medan karena ayahnya ditugaskan bekerja di sana.
" Eh iya, Wil, kamu gimana kabarnya?"
" Aku baik-baik saja, bagaimana kabarmu? Gimana kabar ibu?"
" Baik Wil, ibu juga baik." Jawabku
" Aku engga nyangka bisa bertemu lagi di sini. Apa semuanya sudah membaik?"  Tanyanya lagi.
Sesaat aku melihat Wildan dan menjawab. " Alhamdulillah semuanya nya sudah membaik, kondisi ibu juga sudah membaik, ibu sudah bisa berjalan lagi."
" Alhamdulillah, aku senang mendengar itu." Jawabnya.
" Iya aku juga, sangat senang dengan kondisi ibu saat ini. Kalau gitu aku duluan ya, Wil." Setelah mendengar jawabannya aku langsung pergi ke kelas.

Hari ini, Wildan akan ke rumah untuk menemui ibu, setelah tadi memberi tahu ku. Aku dan ibu menyiapkan makan malam untuk Wildan. Tok, tok, tok. " Assalamu'alaikum..." Terdengar ketukan pintu dari luar rumah dan aku yakin itu pasti Wildan. Aku langsung ke depan untuk membuka pintu.

" Ayo Wil, ibu sudah menunggu di dalam!" Ajakku.
Setelah masuk. " Silahkan duduk, Nak Wildan!" Seru ibu mempersilahkan Wildan untuk duduk.
Wildan pun duduk dan memulai pembicaraan. " Ibu gimana kabarnya? Maaf Wildan baru bisa jenguk ibu sekarang." Tuturnya.
" Tidak apa, Nak. Ibu senang kamu menjenguk Ibu." Setelah itu kita terus berbincang- bincang tentang semua hal. Ibu terlihat sangat senang. Wildan adalah sosok yang baik dan dapat mencairkan suasana.

Tak terasa aku sudah semester tiga, kehidupanku sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Sekarang ibu sudah mempunyai toko kue. Dan pada hari ini juga ayah bebas dari masa tahanannya. Hal itu membuatku sedikit takut. Takut peristiwa itu terjadi lagi, takut trauma ibu kembali lagi. Dan apa yang harus aku katakana jika bertemu ayah. Dan apa yang akan dilakukan ayah ketika bertemu aku dan ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun