Ambliopia atau disebut juga mata malas dijelaskan sebagai suatu keadaan tajam penglihatan pada mata tidak mencapai optimal sesuai dengan usia dan perkembangannya walau sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Sebagai contoh jika pasien telah dilakukan koreksi dengan kacamata yang seharusnya tajam penglihatan (visus) mencapai nilai 1,0 maka penderita ambliopia mengalami nilai visus dengan 0,6 lebih buruk dari penglihatan orang normal.
Penderita ambliopia disebabkan karena penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral dengan kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal, atau keduanya. Hal tersebut tidak ditemukan penyebab organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus dengan keadaan baik, dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.
Ambliopia menjadi salah satu faktor risiko terbesar kehilangan penglihatan seumur hidup, hampir 3% populasi di dunia mengalami ambliopia. World Health Organization (WHO) menampilkan data bahwa sekitar 1,3%-3,6% anak mengalami kehilangan penglihatan yang diakibatan oleh ambliopia. Ambliopia diperkirakan akan meningkat hingga 4 kali lipat pada tahun 2040. Sebagian besar kasus dapat dicegah jika terdeksi lebih awal.
Ambliopia disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk meningkatkan perkembangan penglihatan. Suatu penyebab ekstaneural yang menyebabkan menurunnya tajam penglihatan (katarak, astigmat, strabismus, atau kelanian refraksi yang tidak dikoreksi) merupakan mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan fungsi visual pada orang yang sensitif.
Penyebab ambliopia paling sering terjadi diantaranya anisometropia yang diikuti dengan campuran antara anisometropia dan strabismus, strabismus, dan deprivasi visual. Biasanya diagnosis ambliopia campuran dan strabismus lebih cepat ditemukan daripada ambliopia anisometropia.
Ada 2 faktor penyebab terjadinya amblyopia diantaranya superesi dan nirpakai (Non Use). Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino kortikal pada saat kritis perkembangannya terutama pada usia sebelum 9 tahun. Sedangkan supresi pada amblyopia disebut proses kortikal yang akan mengakibatkan terdapatnya skotoma absolut pada penglihatan binokular atau sebagai hambatan binokular pada bayangan retina yang kabur.
Tanda-tanda terjadinya binokular pada diantaranya.
1. Berkurangnya penglihatan satu mata,
2. Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding,
3. Hilangnya sensitivitas kontras,
4. Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik,
5. Adanya anisokoria (perbedaan ukuran besar pupil antara kiri dan kanan),
6. Tidak memengaruhi penglihatan warna,
7. Daya akomodasi mata menurun.
Pencegahan terhadap ambliopia dapat dilakukan pada anak usia kurang dari 5 tahun perlu pemeriksaan tajam penglihatan terutama bila memerhatikan tanda adanya juling atau strabismus. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah keadaan terlambat untuk memberikan perawatan.
Pemeriksaan Ambliopia
Pemeriksaan ambliopia sangat dibutuhkan karena untuk mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sehingga sampai usia 9 tahun perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk memberikan perawatan. Ada pun pemeriksaan ambliopia diantaranya.
1. Uji Crowding Phenomena
Pasien diminta untuk membaca kartu snellen sampai huruf terkecil dengan dibuka satu persatu atau diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Mata pasien mengalami ambliopia jika terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya fenomena 'crowding' pada mata tersebut.
Â
2. Uji Densiti Filter Netral
Uji penglihatan dengan menggunakan intensitas sinar yang direndahkan didasari bahwa pada mata ambliopia secara fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai filter densiti netral) tidak akan terjadi penurunan tajam penglihatan.
   Â
3. Uji Worth's Four Dot
Uji ini untuk mengetahuai ada atau tidaknya penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal, supresi pada mata satu, dan juling. Tata cara pemeriksaannya pasien memakai kacamata, koreksi diberikan sesuai kaca mata. Kaca filter merah pada mata kanan dan kaca filter hijau pada mata kiri. Pasien diperiksa pada jarak 6 meter atau 30 cm. Pasien diminta menjelaskan objek yang dilihat dengan kedua mata, ketika melihat objek Worth's four dot (kotak hitam dengan 4 lubang, lebar 2-3 cm, susunan ketupat, 2 lobang lateral berwarna hijau, 1 di atas warna merah, 1 di bawah warna putih).
Jika pasien 2 titik merah saja yang terlihat berarti ada supresi mata kiri. Bila 3 titik hijau saja yang terlihat berarti ada supresi mata kanan. Bila tampak sumber cahaya putih kadang--kadang berwarna hijau kadang--kadang berwarna merah berarti adanya supresi berganti. Bila tampak 5 sinar berarti diplopia yang dapat bersilang.
Selain pemeriksaan di atas, ada cara sederhana yang bisa dilakukann orangtua. Caranya dengan menutup salah satu matanya secara bergiliran. Anak yang mengidap mata malas biasanya akan mengeluh jika yang ditutupi adalah mata yang normal.
Jenis Ambliopia
Perlu diketahui ambliopia memilki banyak jenis. Secara umum jenis ambliopia ini seringkali dialami anak maupun remaja. Berikut ini jenis ambliopia diantanya.
1. Ambliopia Strabismik
Ambliopia ini paling sering terjadi. Mata juling ke dalam (esotropia), keluar (eksotropia), ke atas (hipertropia), dan ke bawah (hipotropia) mengakibatkan mata supresi untuk mencegah diplopia. Supresi mata akan menurunkan fungsi penglihatan. Pengobatan dilakukan dengan cara menutup mata yang sehat dan dirujuk ke dokter mata. Ambliopia ini dapat pulih kembali pada usia di bawah 9 tahun dengan menutup total mata yang sehat, dan membiarkan mata yang bermasalah melihat sesuai dengan kemampuannya.
2. Ambliopia RefraktifÂ
Ambliopia refraktif disebut tipe ambliopia yang sukar ditetapkan. Mata akan lebih melihat dengan mata penglihatan yang lebih baik, sehingga mata salah satu mata akan berkurang kemampuan penglihatannya. Bila kedua mata tidak dapat memfokuskan benda maka kedua mata tersebut menjadi ambliopia. Pengobatannya dapat dilakukan dengan koreksi penuh dengan kacamata dan salah satu mata ditutup yang paling jelas atau tidak buram atau disebut oklusi.
3. Ambliopia Depriviasi
Ambliopia depriviasi diidentifikasikan sebagai suatu keadaan penurunan penglihatan yang paling berat. Biasanya mengenai anak dengan katarak kongenital monokular atau binokular, ptosis (kelopak mata turun), dan mata yang diperban terlalu lama atau dibebat. Ambliopia deprivasi yang dikatakan jenis ambliopia paling jarang dan sulit untuk diobati berdasarkan penelitian.
Penanganan AmbliopiaÂ
Ambliopia disebut dengan kelaianan yang reversible dan akibatnya tergantung pada saat mulai dan lamanya yang dialami penderita ambliopia. Ambliopia begitu rentan pada bayi pada umur 6 bulan pertama dan ambliopia tidak akan terjadi sesudah usia lebih dari tahun.
Ambliopia dapat dicegah secepat mungkin. Perbaikan dapat dilakukan penglihatan masih dalam perkembangannya. Bila ambliopia ini ditemukan pada usia di bawah 6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan untu perbaikan penglihatan.
Pengobatan dapat dilakukan dengan:
- Memulihkan kembali ambliopia pada seorang pasien muda, harus dilakukan suatu pengobatan antisupresi aktif menyingkirkan faktor ambliopiagenik.
- Oklusi mata yang sehat.
- Penalisasi dekat, mata ambliopia dibiasakan melihat dekat dengan memberi +2,50 Diopter, sedangkan mata yang baik diberi atropin.
- Penalisasi jauh dengan kondisi mata yang ambiliopia dipaksa melihat jauh sedangkan mata yang baik diberikan atropin serta diberi lensa +2,50 Diopter.
- Latihan ortopik bila terjadi juling.
- Pencegahan terhadap ambliopia pada anak berusia kurang 5 tahun perlu pemeriksaan tajam penglihatan terutama bila terjadi adannya tanda-tanda juling.
Maka dapat disimpulkan bahwa ambliopia disebut suatu keadaan penurunan penglihatan tajam penglihatan yang sering terjadi pada anak-anak dan menjadi penyebab utama penurunan penglihatan pada orang dewasa.Â
Penyebab paling utama ambliopia diantaranya strabismus, anisoametropia,dan kelainan refraktif. Terapi yang disarankan berupa koreksi kelainan refraktif dengan penggunaan kacamata yang rutin, terapi oklusi, dan terapi farmakologis yang dipengaruhi oleh lamanya onset dari ambliopia.Â
Jika anak-anak mengalami hal seperti disarankan kepada seluruh orang tua untuk memeriksankan kondisi matanya ke optalmologis untuk penanganan kelainan organik dan optometris untuk penanganan keainan refraktif.
Sumber
Anung, M., Adisasmito, A., & Juarez, J. L. (2023). Strategi Penatalaksanaan Penglihatan Binokuler Abnormal di Ranah Optometris. Jakarta: IROPIN X Kasoem Vision Care.
Ilyas, S. (2012). Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Ed. 4. Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Ilyas, S., & Rahayu, S. (2017). Ilmu Penyakit Mata Ed. 5. Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Syahmalya, M. A. (2022). Ambliopia : Prevalensi, Faktor Resiko, Klasifikasi, dan Terapi. Jurnal Medika Hutama, 2883-2892.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H