Mohon tunggu...
Riza Ahmad Ibrahim
Riza Ahmad Ibrahim Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Optometrist

swimmer calistener musisian bloger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Dalam Peluk Kegelapan

26 Maret 2023   00:37 Diperbarui: 26 Maret 2023   13:58 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan dan Kegelapan/DokPri

Tiap kali kuhirup udara segar di pagi hari, pikiran ku selalu dihantui perempuan itu. Rasa yang telah hilang selama ini kembali muncul ke permukaan setelah 3 tahun yang lalu. Dia sendiri pergi menikah karena pengorbanannya untuk menjaga kehangatan orang sekitar. Tanpa disadari cintaku padanya benar-benar di ujung kegelapan jurang.

Perempuan tersebut broken home yang ditinggal kedua orang tuanya sejak lahir. Waktu kecil kedekatan antara dia dan neneknya begitu dekat daripada dengan kedua orangtuanya. Ketika berpacaran denganku dia lebih banyak bercerita neneknya ketimbang orang tuanya. Lantas dari kehangatan sifat dia yang begitu lembut dan penyayang dari neneknya. Untuk yang waktu lama neneknya memintaku untuk membimbingnya dalam segala hal.

Dia sendiri perempuan yang tidak terlepas dari bantuan orang lain. Setiap kali adanya tugas kuliah dia selalu meminta bantuanku. Dengan rayuannya dan kharisma dalam meminta pertolongan, aku rasa tubuh ini selalu kalah dan menghendaki permintaannya tersebut.

Pertemuan dengannya selalu diawali dengan dia selalu menanyakan tugas kuliah kepadaku. Sikapku yang agak tengil ini selalu membantu jawaban tugas nya dengan lelucon yang asik. Pikirku dia akan merasa nyaman ketika mengerjakan tugas-tugas yang ada. Pada waktu yang tepat, akhirnya aku mencoba mendekatinya dengan rayuan maut ala buaya. Ternyata setelah ku mencoba mendekatinya, ternyata dia juga memiliki ketertarikan padaku. Selama proses pendekatan disanalah aku mengetahui semua latarbelakang cerita yang dia alami.

Sebagai seorang laki-laki pendekatanku agak cukup menyebalkan menurutnya. Tarik ulur dalam sebuah pendekatan yang aku lakukan hanya untuk mengetahui seberapa benarnya dia tertarik pada ku. Lantas pada suatu hari, aku berpikir bagaimana kalo dia benar-benar meninggalkan aku hanya karena aku memerlakukannya seperti itu. Pada saat itu aku mencari cara untuk bisa mendapatkanya. Disanalah aku meminta saran teman-temannya untuk bisa mendapatkan perempuan pujaanku. Tapi saran dari teman-temannya menurut aku sangat kurang pantas untuk berhasil menaklukan perempuan itu. Ide masterpiece seketika muncul alami untuk menembak dia.

Suatu malam, aku pun berniat mengajak dia jalan, dengan masterpiece yang aku rencanakan untuk mendapatkannya. Maka dari itu, ku siapkan penampilan terbaiku tuk memikatnya dirinya. Pergilah kita ke cafe yang dekat dengan kaki gunung. Kebetulan pada malam itu cahaya pantulan dari rembulan bersinar sempurna melengkapi kencan antara dia dan aku. Diiringi lagu syahdu dari payung teduh yang begitu terasa di hati. Sembari melihat pemandangan kota yang terang dari kaki gunung, kita bercanda dan tertawa bersama sehingga kita tidak mengingat akan waktu dan sekitarnya. Dinginnya cuaca di kaki gunung membuat rona di wajahnya yang disinari bulan purnama begitu indah bagai mawar yang mengembang.

Perempuan tersebut begitu suka akan bersolek wajahnya. Paras cantik yang dimiliki seolah menjadi pemikat datangnya para pria. Rambut panjang hitam dan berkilau begitu harum tercium oleh hidungku. Tanpa bedak di wajahnya pun masih tetap menarik untukku pandang. Walaupun dalam berpakaian, dia memiliki style eksentrik tidak seperti perempuan lainnya. Tiap kali aku pandang wajahnya bagaikan pemberian dari surga yang berharga.

Aku siapkan kata yang tertata indah untuk menghadapinya. Walau detak di jantung ini terasa lebih kencang dari biasanya. Aku siapkan sebuket make-up yang telah aku persiapkan dari hari kemarin. Sambil menyerahkan dan berkata "Sudah lama penantian ini kupendam, sudikah kamu menjadi kekasihku?" Perempuan tersebut berkaca-kaca melihat pandanganku yang sebenarnya malu tuk kuucapkan. Kedua tangannya menutup matanya. Sepertinya dia tersipu malu. Tetapi, sepertinya angin atau keberuntungan tidak berpihak padaku. Dari raut wajahnya tidak ada tanda-tanda dia menerima permintaan jadi pacarku.

Dinginnya malam ini semakin membuat suasana menjadi canggung, ditambah dengan keringat dingin yang disebabkan oleh ke khawatiranku mengenai tawaranku diterima atau tidak. Malam itu, akhirnya kita memutuskan untuk pulang tanpa adanya sepatah kata darinya, terdiam tanpa arah. Namun di tengah perjalanan, suara berbisik darinya mulai terucap dengan memeluk erat tubuh aku. Akhirnya kata-kata yang kutunggu terlontar dari mulut manisnya juga. Pertanyaan yang selalu terdengar dari perempuan yang menanyakan keseriusan seorang pria, "Kamu yakin mau jadi pacar ku?" Aku pun menjawab, "Tentu saja, akupun tak mau kehilanganmu." Tentu saja malam itu menjadi malam yang indah bagi kita.

Selama berpacaran berlangsung, aku tidak pernah menuntutnya untuk menjadi wanita yang sempurna. Cukup menjadi wanita apa adanya tanpa mengubah sedikitpun sikapnya maupun terhadap pada temannya. Aku menganut cara pandang kebebasan dalam berhubungan. Bukan berarti bebas yang diluar batas, tapi lebih mementingkan sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan dan tidak merenggut kebahagiaan yang dia miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun