Mohon tunggu...
RIZAL MUSTOFA PANGESTU
RIZAL MUSTOFA PANGESTU Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Program studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said

Olahraga, konten olahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Peraturan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia Perlindungan Hak Eksklusif dalam Karya Seni Lukis Digital

16 Desember 2024   22:27 Diperbarui: 16 Desember 2024   22:27 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Peraturan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia

Perlindungan Hak Eksklusif dalam Karya Seni Lukis Digital

Nama : Rizal Mustofa Pangestu

Nim : 202111374

Kelas : HES 7 H

ABSTRAK

Hak Cipta merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang keberadaannya harus mendapat perlindungan hukum. Begitu pula dengan karya kreatif lainnya, termasuk karya yang dihasilkan melalui media digital, termasuk yang wajib dilindungi hak ciptanya. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum memahami secara jelas tentang perlindungan ini dan masih banyak masyarakat yang secara tidak bertanggung jawab menggunakan karya cipta tanpa izin dari penciptanya. Hal ini tentu saja sangat merugikan pencipta sebagai pemilik asli karya tersebut karena melanggar aturan. Hak eksklusif pencipta. Beberapa perseteruan primer yg akan dibahas pada penelitian ini berkaitan menggunakan proteksi copyright atas karya digital, khususnya lukisan digital adalah keliru satu karya kreatif yg perlu dilindungi serta beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran suatu karya digital. Hak eksklusif pencipta. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis dan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan jenis pendekatan hukum normatif. Hasil penelitian & pembahasan menyimpulkan bahwa proteksi aturan terhadap lukisan digital secara tersirat diatur pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta.. Mulai dari melindungi hak eksklusif pencipta hingga upaya hukum yang dapat dilakukan pencipta.

PENDAHULUAN

Seiring kemajuan zaman dan teknologi, segala hal bisa dilakukan secara sederhana dan nyaman, apalagi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Namun ada yang menarik untuk dikaji, khususnya persoalan terkait perkembangan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sejalan dengan perkembangan saat ini. Semakin canggih dan modernnya teknologi, semakin banyak bermunculan inovasi-inovasi di berbagai bidang, khususnya bidang hak kekayaan intelektual. Jika berbicara tentang hak cipta, pasti pikiran seseorang akan tertuju pada suatu karya atau ciptaan tertentu, baik itu lagu, lukisan, buku, dan lain-lain. Namun fokus kajiannya adalah pada karya berupa lukisan dan gambar yang dibuat dengan menggunakan media digital atau yang biasa disebut dengan lukisan digital.

Seni lukis digital sendiri berkembang pada saat kemajuan teknologi semakin canggih, banyak orang yang menciptakan karya dari media digital namun tidak menyadari bahwa karya yang diciptakan dapat memiliki hak cipta dan pencipta juga mempunyai hak eksklusif dari situ. Dia bisa mendapat untung. Milik. Melalui hak ekonomi dan moral yang dimilikinya. Faktanya, banyak orang yang tidak mengetahui hal ini, sehingga banyak karya mereka yang diambil dan digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang pada akhirnya dapat merugikan penciptanya sendiri.

Ada pencipta yang membolehkan orang lain menggunakan ciptaannya, tetapi karena dua sebab, yang pertama adalah orang tersebut tidak mengetahui haknya dan memperbolehkan orang lain untuk mengambil ciptaannya, yang kedua adalah karena tidak seorang pun mengetahui haknya, padahal ia berhak. Bersedia membiarkan orang lain mengambil manfaat dari hasil pekerjaannya. Karya yang diperbolehkan adalah lukisan/gambar digital, vektor, dan produk lainnya yang dibuat menggunakan media digital.

Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hak cipta telah menimbulkan banyak permasalahan, mulai dari pencurian karya, khususnya gambar digital, hingga penjualan karya yang dihasilkan tanpa sepengetahuan penciptanya. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam kajian hukum ini adalah pertanyaan bagaimana cara melindungi hak cipta lukisan digital di Indonesia dan upaya hukum apa yang dapat diambil oleh pencipta jika karyanya diambil dan digunakan tanpa izin oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap permasalahan yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual dan untuk mengatasi permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum Atas Hak Eksklusif Lukisan Digital di Indonesia

Hak Kekayaan Intelektual atau HAKI merupakan hasil pemikiran dan kecerdasan manusia yang dapat berupa penemuan, desain, seni, karya tulis, atau penerapan gagasan secara praktis dalam hak kekayaan intelektual. Perlindungan yang berkaitan dengan lukisan digital sendiri tidak disebutkan secara tegas atau spesifik dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 (UU Hak Cipta), namun hanya tersirat dalam ketentuan Undang-undang ini. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang perlindungan terhadap karya digital, khususnya lukisan digital sebagai karya kreatif. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan aktivitas yang semakin kreatif dan orisinal, generasi muda hanya fokus untuk terus berkarya, namun mereka belum yakin akan perlindungan hukum apa yang akan mereka terima. Pengetahuan kita masih minim tentang apa yang bisa dilakukan. Gambar digital atau lukisan digital merupakan sebuah inovasi baru yang melampaui lukisan manual, yang sebelumnya hanya melukis di atas kanvas dengan tangan. Namun berkat kemajuan teknologi, tidak hanya melukis, hampir semua aktivitas kini bisa dilakukan melalui media digital. Sebuah lukisan awalnya dimaksudkan untuk dipajang hanya di atas kanvas

Saat ini kita mulai beralih ke gambar dan lukisan digital, dan karya yang dibuat dengan media digital sama bagus dan menariknya dengan lukisan yang dibuat dengan tangan langsung di atas kanvas. Hal ini menjadi daya tarik yang patut didiskusikan, mengingat masih sedikitnya pemahaman masyarakat umum mengenai perlindungan ciptaan digital.

Mengenai persoalan lukisan digital, walaupun tidak disebutkan secara rinci dalam undang-undang dan hanya tersirat dalam undang-undang, namun penting bagi masyarakat luas untuk memahami perlindungan hukum atas ciptaannya, khususnya dalam hal lukisan digital. Itu sulit dilakukan. Pasal 40 UU Hak Cipta menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, dan pada poin (P) disebutkan bahwa ciptaan yang merupakan kumpulan dari ciptaan atau data dilindungi, dan dijelaskan tidak peduli apakah itu bentuk yang mungkin atau tidak. Dibaca oleh program komputer atau media lain. Itu juga termasuk dalam kategori kreativitas. Oleh karena itu, dari sudut pandang realitas dalam pengertian lukisan digital atau gambar digital yang merupakan hasil komputer atau proses digital, dapat dimasukkan pada poin P yang memperjelas bahwa lukisan digital merupakan karya mental. Harus dilindungi oleh undang-undang kekayaan intelektual, khususnya hak cipta. Pasal ini menyatakan bahwa salah satu karya yang dilindungi adalah setiap karya cipta atau data dalam bentuk yang dapat dibaca oleh program komputer. Faktanya, hal ini tidak hanya berlaku pada gambar digital, tetapi juga pada karya lain yang memiliki format yang dapat dibaca komputer, seperti lagu atau video yang dapat dibaca oleh program komputer. Namun fokus kajiannya adalah pada gambar digital atau yang biasa disebut dengan lukisan digital. Lukisan digital merupakan salah satu karya cipta yang sifatnya termasuk dalam Pasal 40 Poin P UU Hak Cipta yang didalamnya memuat tentang pengakuan dan perlindungan hukum terhadap lukisan digital itu sendiri. Membutuhkan.

Menurut undang-undang sebelumnya yaitu "UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002", ketentuan mengenai karya yang dilindungi antara lain: karya yang dibuat dalam media digital dan dalam bentuk yang dapat dibaca oleh program komputer sebagai karya intelektual; UU Hak Cipta menambah kekurangan pada undang-undang sebelumnya yang dinilai belum lengkap dengan undang-undang terbaru ini, terutama untuk karya kreatif yang diciptakan melalui media digital menyasar pada hal-hal tertentu. Isi Pasal 40 UU Hak Cipta adalah sebagai berikut:

Pasal 1 menyatakan: "Karya kreatif yang dilindungi mencakup karya kreatif di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Karya-karya tersebut mencakup buku, pamflet, karya dalam bentuk terbitan dan lain-lain. Alat peraga yang dibuat untuk tujuan tertentu. Pendidikan dan ilmu pengetahuan. Lagu dan musik, dengan atau tanpa lirik. Drama, teater musikal, tari, koreografi, pedalangan, pantomim. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, patung, kaligrafi, ukiran, ukiran, kolase, dan lain-lain. Karya seni terapan. Karya arsitektur, peta. Karya seni batik atau karya seni motif lainnya. Pekerjaan fotografi. Potret, karya film. Dan karya lain hasil terjemahan, tafsir, adaptasi, antologi, database, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan transformasi. Penerjemahan, adaptasi, penataan, transformasi dan modifikasi ekspresi budaya tradisional. Penyusunan karya atau data dalam bentuk yang dapat dibaca oleh program komputer atau media lainnya. Kompilasi ekspresi budaya tradisional (sepanjang karya asli), video game, dan program komputer."

Berdasarkan isi pasal di atas jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan undang-undang hak cipta sebelumnya yaitu "UU No. 19 Tahun 2002" dan mengatur hal-hal terkini sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi . Sekali lagi, hukum pada dasarnya bersifat dinamis dan perkembangannya selalu selaras dengan perkembangan kehidupan masyarakat.

Hak Cipta dalam pengertiannya digambarkan sebagai hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Jelas dari pasal ini bahwa penulis mempunyai dua hak: hak moral dan hak ekonomi. Kedua hak ini secara eksklusif dimiliki oleh pencipta, dan perlindungan serta penggunaannya hanya dapat dilakukan oleh pencipta. Jika ada orang lain yang melanggar hak pencipta, hal ini jelas merupakan pelanggaran, sebagaimana diatur dengan jelas dalam undang-undang hak cipta.

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa memberikan alasan, meskipun hak cipta atau hak tetangganya dialihkan. Mengenai hak moral, hak moral ini lebih relevan bagi masing-masing pencipta dalam artian pencipta dapat melakukan perubahan terhadap karyanya sendiri atau melakukan perubahan terhadap ciptaannya berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta . Menggunakan nama atau judul ciptaan, nama aslinya atau nama pena, menunjukkan apakah namanya harus dicantumkan pada salinan ciptaan, dan membela haknya jika terjadi sesuatu yang merusak kehormatan atau reputasi pribadinya. Jika diterapkan pada lukisan digital, hal ini tidak jauh berbeda dengan lukisan biasa atau manual. Dalam lukisan digital, tanda air biasanya diterapkan sebelum orang lain mendapat izin untuk menampilkan karya pencipta aslinya atau sebelum mereka membuat salinan dari karya pencipta aslinya. Watermark adalah suatu cara untuk menyisipkan, menyembunyikan, atau menyematkan data atau informasi tertentu (baik dalam bentuk catatan umum maupun hanya dalam bentuk rahasia) ke dalam data digital lainnya, yang keberadaannya dapat dilihat oleh indera manusia (penglihatan visual). Dll.) dapat menangani pemrosesan gambar atau ciptaannya, demi menghormati ciptaan pencipta asli dan mengurangi risiko pencurian atau penyalahgunaan ciptaan tersebut. Jika nama dicantumkan, ditambahkan atau tidaknya penulis tergantung pada pilihan penulis asli.

Upaya Penulis untuk Karya yang Digunakan Tanpa Izin

Sebelum melanjutkan ke tindakan hukum yang mungkin dilakukan seorang pencipta jika terjadi pelanggaran hak eksklusif, perlu diperhatikan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keadaan yang tidak diinginkan tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah:

A.Faktor ekonomi. "Perekonomian menjadi salah satu pendorong dan faktor utama terjadinya pembajakan, antara lain, Pencurian gambar digital di Internet, Tingkat pendapatan yang rendah dan relatif tidak memadai, tingkat pengangguran yang relatif rendah, Karena tingginya biaya, masyarakat dapat dengan mudah melakukan hal tersebut. Apapun untuk meningkatkan pendapatannya, namun kegiatan tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, padahal keberadaan media digital masih sangat baru bagi mereka yang belum mengetahui peraturan mengenai hal tersebut

B.Faktor sosial budaya. "Dari sudut pandang sosial dan budaya, mayoritas masyarakat Indonesia belum mampu mengapresiasi karya manusia, dalam bentuk apapun, dan mengakui karya yang sebenarnya bernilai dan layak . Sekali lagi, dalam membeli suatu produk, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan tidak memperhatikan kualitas produk, melainkan hanya fokus atau mengutamakan harga produk tersebut. Oleh karena itu, terjadi pembajakan yang merugikan pembuat aslinya "

C.Faktor pendidikan. "Selama ini masyarakat hanya mendapat sedikit informasi tentang hak kekayaan intelektual dan adanya undang-undang yang mengatur masalah tersebut. Ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan yang ada membuat sebagian besar masyarakat tidak bisa membedakan antara karya asli dan tiruan, dan. Tidak dapat memahami apa yang dianggap atau diklasifikasikan sebagai karya atau ciptaan kekayaan intelektual.

D.Otoritas kehakiman lemah dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi, dan pelaku pelanggaran hak cipta tidak dituntut secara tegas, hal ini menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi pencurian dan plagiarisme terhadap karya berhak cipta berupa pencurian, peniruan, dan pemasaran karya kreatif.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka sah-sah saja jika ada anggapan bahwa hal tersebut telah menimbulkan pelanggaran di masyarakat, dan seolah-olah sudah menjadi kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan oleh masyarakat tanpa mempertimbangkan akibat atau aturan hukumnya. Sangat disayangkan jika para kreator yang kesulitan dalam menciptakan karyanya harus melalui kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti yang disebutkan di atas. Jika ada pihak yang dirugikan akibat pelanggaran, maka pihak yang dirugikan, dalam hal ini pencipta, tentu juga harus melakukan upaya. Lantas apa saja bentuk kegiatan yang tergolong pelanggaran hak cipta?

Berikut ini adalah contoh pelanggaran hak cipta yang terjadi saat ini, dengan sengaja, tanpa hak untuk mempublikasikan atau memperbanyak suatu ciptaan. Kecuali diizinkan oleh pemegang hak cipta atau penulis, ini bukan miliknya. Kedua, dengan sengaja menampilkan, mendistribusikan, atau menjual karya atau produk kreatif secara publik berdasarkan pelanggaran hak cipta. Bentuk pelanggaran hak cipta ini adalah mengutip, mengadaptasi, menerbitkan, atau menjual karya orang lain, sebagian atau seluruhnya, dengan cara apa pun tanpa izin pencipta atau pemilik hak cipta, dan merupakan pelanggaran hukum. Dalam hal ini tentu saja ciptaan yang dimaksud adalah gambar digital atau biasa disebut lukisan digital.

Ada dua tindakan yang dapat diambil oleh pelaku dalam menanggapi pelanggaran-pelanggaran tersebut: tindakan preventif dan tindakan represif yang merupakan miliknya dan dapat menimbulkan kerugian. Tindakan kehati-hatian adalah tindakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, dalam hal ini penyalinan atau penjiplakan suatu ciptaan, misalnya dalam bentuk gambar digital, tanpa izin dari penciptanya. Salah satu contoh tindakan pencegahan adalah dengan merekam karya gambar digital yang dibuat dengan mengajukan permohonan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan kata lain, silakan menghubungi Direktorat Jenderal Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ( Kanwil) dan konsultan hak kekayaan intelektual untuk informasi lebih lengkap mengenai catatan ini. Pasal 66 UU Hak Cipta, sesuai dengan bentuk formal dan ketentuan yang jelas.

Upaya kedua adalah upaya represif. "Upaya ini merupakan upaya pencegahan terhadap pelanggaran terhadap karya digital atau karya kreatif." Pada prinsipnya upaya hukum ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu yudisial dan di luar hukum. " Arbitrase, Konsiliasi, Pasal 100 UU Hak Cipta mengatur bahwa "Gugatan pelanggaran hak cipta harus diajukan kepada ketua pengadilan niaga.'' Ditetapkan. Namun sengketa hak cipta juga dapat diketahui melalui ketentuan pidana dan sanksi berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang Hak Cipta. Untuk melaksanakan upaya yang dijelaskan dalam ketentuan ini, Anda harus: "Ajukan permohonan penetapan sementara ke Pengadilan Niaga, dengan membuktikan bahwa Anda adalah pemegang hak dan memberikan bukti adanya pelanggaran. Menghapus dari peredaran dan menyita barang-barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau hak yang berkaitan dengan jalur perdagangan . Pasal 106 Undang-Undang Hak Cipta menetapkan bahwa "barang bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait harus disimpan" dan digunakan sebagai barang bukti; "Mengamankan bukti adanya kegiatan kriminal, mencegah penghilangan, menghalangi tindakan pelanggaran, dan mencegah kerusakan lebih lanjut."

Dalam hal ini undang-undang hak cipta juga mengatur ketentuan pidana atas pelanggaran hak cipta, sehingga penciptanya juga dapat dituntut. Ketentuan pidana ini terdapat pada Pasal 112 tentang Hak Cipta. Sejauh menyangkut ketentuan pidana dalam undang-undang ini, terdapat banyak perdebatan mengenai kejahatan ekonomi, dan sanksinya bervariasi tergantung pada keadaan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bentuk upaya hukum perlindungan kekayaan intelektual khususnya lukisan digital ini tentunya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan negara kepada pemilik kekayaan intelektual.

KESIMPULAN

Perlindungan kekayaan intelektual adalah bentuk perlindungan yang diberikan suatu negara kepada pemilik kekayaan intelektual. Karya kreatif yang tidak dilindungi dapat menjadi sasaran pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin menggunakannya secara sepihak untuk keuntungan pribadi mereka. Ketika kita berbicara tentang hukum kekayaan intelektual, tentu kita berpikir tentang bentuk perlindungan terhadap hak eksklusif pencipta atas karya mereka. Bila menyangkut hak cipta, Anda dapat bertaruh bahwa isi hati Anda tertuju pada karya tersebut. Atau karya kreatif seperti lagu, lukisan, buku, dan lain-lain. Fokus penelitian ini adalah pada lukisan atau gambar yang dibuat menggunakan media digital, atau suatu bentuk karya seni yang biasa disebut dengan lukisan digital, yang sangat rentan terhadap penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pesta itu telah usai. Perlindungan terhadap lukisan digital sendiri tidak disebutkan secara eksplisit atau spesifik dalam undang-undang hak cipta, dan hanya diisyaratkan dalam teks undang-undang. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang perlindungan karya digital, khususnya lukisan digital. Sebagai sebuah ciptaan.

Apabila terdapat undang-undang atau peraturan yang mengatur perlindungan hak eksklusif atas karya cipta, tindakan hukum juga diperlukan terhadap pelanggaran yang terjadi sehubungan dengan penggunaan ciptaan orang lain secara tidak sah. Yakni melalui prosedur peradilan atau di luar pengadilan. Apabila upaya tersebut dilakukan melalui proses hukum, yaitu kemungkinan pengajuan atau penuntutan di pengadilan niaga, yang sudah termasuk dalam Undang-Undang Hak Cipta, atau proses di luar pengadilan, yaitu melalui mediasi, perundingan apabila dilakukan dengan cara penyelesaian, mediasi atau arbitrasi. Berdasarkan pembahasan di atas mengenai perlindungan hukum terhadap karya dan ciptaan yang dilindungi hak cipta melalui media digital, hendaknya pemerintah menjelaskan dan mensosialisasikan lebih lanjut mengenai undang-undang hak cipta mengenai lukisan digital yang selama ini belum dijelaskan secara rinci. Membantu masyarakat lebih memahami dan mengapresiasi bahwa karya dan karya kreatif, baik digital maupun lainnya, memiliki perlindungan hukum.

REFERENSI

Muaja, E.P. 2018. "Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Sengketa HAKI di Bidang Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014." Lex Crimen 7.6, 89-96.

Wibawa, D.G.Y.P., & Krisnawati, I.G.A.A.A. 2019. "Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta." Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana 8.01, 1-15.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun