Mohon tunggu...
RIZAL MUSTOFA PANGESTU
RIZAL MUSTOFA PANGESTU Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Program studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said

Olahraga, konten olahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Peraturan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia Perlindungan Hak Eksklusif dalam Karya Seni Lukis Digital

16 Desember 2024   22:27 Diperbarui: 16 Desember 2024   22:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Upaya Penulis untuk Karya yang Digunakan Tanpa Izin

Sebelum melanjutkan ke tindakan hukum yang mungkin dilakukan seorang pencipta jika terjadi pelanggaran hak eksklusif, perlu diperhatikan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keadaan yang tidak diinginkan tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah:

A.Faktor ekonomi. "Perekonomian menjadi salah satu pendorong dan faktor utama terjadinya pembajakan, antara lain, Pencurian gambar digital di Internet, Tingkat pendapatan yang rendah dan relatif tidak memadai, tingkat pengangguran yang relatif rendah, Karena tingginya biaya, masyarakat dapat dengan mudah melakukan hal tersebut. Apapun untuk meningkatkan pendapatannya, namun kegiatan tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, padahal keberadaan media digital masih sangat baru bagi mereka yang belum mengetahui peraturan mengenai hal tersebut

B.Faktor sosial budaya. "Dari sudut pandang sosial dan budaya, mayoritas masyarakat Indonesia belum mampu mengapresiasi karya manusia, dalam bentuk apapun, dan mengakui karya yang sebenarnya bernilai dan layak . Sekali lagi, dalam membeli suatu produk, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan tidak memperhatikan kualitas produk, melainkan hanya fokus atau mengutamakan harga produk tersebut. Oleh karena itu, terjadi pembajakan yang merugikan pembuat aslinya "

C.Faktor pendidikan. "Selama ini masyarakat hanya mendapat sedikit informasi tentang hak kekayaan intelektual dan adanya undang-undang yang mengatur masalah tersebut. Ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan yang ada membuat sebagian besar masyarakat tidak bisa membedakan antara karya asli dan tiruan, dan. Tidak dapat memahami apa yang dianggap atau diklasifikasikan sebagai karya atau ciptaan kekayaan intelektual.

D.Otoritas kehakiman lemah dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi, dan pelaku pelanggaran hak cipta tidak dituntut secara tegas, hal ini menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi pencurian dan plagiarisme terhadap karya berhak cipta berupa pencurian, peniruan, dan pemasaran karya kreatif.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka sah-sah saja jika ada anggapan bahwa hal tersebut telah menimbulkan pelanggaran di masyarakat, dan seolah-olah sudah menjadi kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan oleh masyarakat tanpa mempertimbangkan akibat atau aturan hukumnya. Sangat disayangkan jika para kreator yang kesulitan dalam menciptakan karyanya harus melalui kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti yang disebutkan di atas. Jika ada pihak yang dirugikan akibat pelanggaran, maka pihak yang dirugikan, dalam hal ini pencipta, tentu juga harus melakukan upaya. Lantas apa saja bentuk kegiatan yang tergolong pelanggaran hak cipta?

Berikut ini adalah contoh pelanggaran hak cipta yang terjadi saat ini, dengan sengaja, tanpa hak untuk mempublikasikan atau memperbanyak suatu ciptaan. Kecuali diizinkan oleh pemegang hak cipta atau penulis, ini bukan miliknya. Kedua, dengan sengaja menampilkan, mendistribusikan, atau menjual karya atau produk kreatif secara publik berdasarkan pelanggaran hak cipta. Bentuk pelanggaran hak cipta ini adalah mengutip, mengadaptasi, menerbitkan, atau menjual karya orang lain, sebagian atau seluruhnya, dengan cara apa pun tanpa izin pencipta atau pemilik hak cipta, dan merupakan pelanggaran hukum. Dalam hal ini tentu saja ciptaan yang dimaksud adalah gambar digital atau biasa disebut lukisan digital.

Ada dua tindakan yang dapat diambil oleh pelaku dalam menanggapi pelanggaran-pelanggaran tersebut: tindakan preventif dan tindakan represif yang merupakan miliknya dan dapat menimbulkan kerugian. Tindakan kehati-hatian adalah tindakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, dalam hal ini penyalinan atau penjiplakan suatu ciptaan, misalnya dalam bentuk gambar digital, tanpa izin dari penciptanya. Salah satu contoh tindakan pencegahan adalah dengan merekam karya gambar digital yang dibuat dengan mengajukan permohonan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan kata lain, silakan menghubungi Direktorat Jenderal Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ( Kanwil) dan konsultan hak kekayaan intelektual untuk informasi lebih lengkap mengenai catatan ini. Pasal 66 UU Hak Cipta, sesuai dengan bentuk formal dan ketentuan yang jelas.

Upaya kedua adalah upaya represif. "Upaya ini merupakan upaya pencegahan terhadap pelanggaran terhadap karya digital atau karya kreatif." Pada prinsipnya upaya hukum ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu yudisial dan di luar hukum. " Arbitrase, Konsiliasi, Pasal 100 UU Hak Cipta mengatur bahwa "Gugatan pelanggaran hak cipta harus diajukan kepada ketua pengadilan niaga.'' Ditetapkan. Namun sengketa hak cipta juga dapat diketahui melalui ketentuan pidana dan sanksi berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang Hak Cipta. Untuk melaksanakan upaya yang dijelaskan dalam ketentuan ini, Anda harus: "Ajukan permohonan penetapan sementara ke Pengadilan Niaga, dengan membuktikan bahwa Anda adalah pemegang hak dan memberikan bukti adanya pelanggaran. Menghapus dari peredaran dan menyita barang-barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau hak yang berkaitan dengan jalur perdagangan . Pasal 106 Undang-Undang Hak Cipta menetapkan bahwa "barang bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait harus disimpan" dan digunakan sebagai barang bukti; "Mengamankan bukti adanya kegiatan kriminal, mencegah penghilangan, menghalangi tindakan pelanggaran, dan mencegah kerusakan lebih lanjut."

Dalam hal ini undang-undang hak cipta juga mengatur ketentuan pidana atas pelanggaran hak cipta, sehingga penciptanya juga dapat dituntut. Ketentuan pidana ini terdapat pada Pasal 112 tentang Hak Cipta. Sejauh menyangkut ketentuan pidana dalam undang-undang ini, terdapat banyak perdebatan mengenai kejahatan ekonomi, dan sanksinya bervariasi tergantung pada keadaan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bentuk upaya hukum perlindungan kekayaan intelektual khususnya lukisan digital ini tentunya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan negara kepada pemilik kekayaan intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun