Mohon tunggu...
Rizal Marzuki
Rizal Marzuki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN K.H. Abdurrahman Wahid

hidup untuk masa depan, dengan proses masa muda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Miskonsepsi Anak Punk di Tengah Masyarakat

29 November 2022   23:53 Diperbarui: 30 November 2022   00:01 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Punk? tidak asing kita mendengar kata itu, ketika kita mendengar istilah anak punk pasti pikiran kita sudah tertuju ke hal yang buruk baik dari penampilan ataupun kepribadiannya. 

Anak punk yang seringkali dipandang masyarakat yang sering menautkan mereka dengan hal-hal yang tidak untuk ditiru yang biasa membuat kericuhan dan membuat onar. Tetapi apakah sudut pandang  masyarakat mengenai anak punk sudah objektif. Siapa sih sebenarnya anak punk dan bagaimana kelompok anak punk tersebut?

Punk adalah subkultur subyektif dengan gaya dan cara hidupnya sendiri. Sekitar tahun 1980-an, punk lahir di London, Inggris, dan dengan cepat menjadi populer di Amerika. Masalah ekonomi dan keuangan adalah faktor yang menimbulkan pesatnya kemunculan anak punk yang disebabkan oleh kemerosotan moral publik secara umum, terutama di antara pemerintahan yang berkuasa pada saat itu, menyebabkan punk berkembangan sangat pesat.

Tingginya tingkat pengangguran dan banyaknya tindak pidana menunjukkan hal ini. Kemudian, dengan menulis lagu dengan musik dan lirik cabul, kelompok punk yang notabennya berasal dari kelompok pemuda kelas pekerja menyindir pemerintah. Dengan lagu-lagu yang bertemakan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya, bahkan religi, musik seolah menjadi instrumen kritik yang efektif  bagi band-band punk.

Punk dikaitkan dan identik dengan  aliran style yang mereka sukai. Mereka sering memiliki model dan warna rambut yang mencolok, memakai banyak aksesoris, dan penampilan nyentrik lainnya. Di jalanan punk kerap berkumpul dan beraktivitas entah dengan mencari uang dengan cara mengamen. 

Band punk sering terlibat dalam perilaku anarkis. Namun, masyarakat cenderung melihat tindakan ini secara negatif, tanpa minat untuk memahami motivasi di balik tindakan anarkis atau hasil yang diharapkan. Selain itu, band-band punk sering dikaitkan dengan label seperti "pengerti seks bebas", "LGBT", "mereka yang suka bersenang-senang terlalu bebas", "korban keluarga berantakan broken home", dan stereotip negatif lainnya.

Persepsi masyarakat mengenai anak punk yang selalu berpandangan negatif salah satunya adalah terjadi dari pengalaman mereka sendiri yang misalnya ketika mereka sedang jalan santai kemudian bertemu dengan sgerombolan anak anak jalanan yang berpenampilan mirip dengan anak punk dan mereka diganggu atau bisa meminta secara paksa.

Entah itu uang atau barang lainnya maka disitulah masyarakat beranggapan itu adalah anak punk padahal mereka hanya anak berandalan yang berpenampilan mirip padahal mereka hanya menyerupai kelompok anak punk dan disinilah masyarakat beranggapan tidak mau mengetahui dan bagaimana kehidupan anak punk, masyarakat beranggapan bahwa anak punk itu jelek dimata mereka.

Masyarakat juga lebih mudah mengetahui kelompok anak punk dari style dan fashion yang mereka gunakan fashion anak punk lebih mencolok ketimbang fashion biasanya, mereka lebih suka berekspresi sesuka hati mereka apa yang dia mau akan dia pakai biasanya anak punk menggunakan aksesoris yang mencolok pada pandangan masyarakat contohnya seperti anting tatto hidung ditindik rambut yang berdiri dan berwarna wajah kusam dan pakaian yang kotor namun kadang ada juga anak punk yang berpenampilan seperti masyarakat pada umumnya walaupun pakaian yang seperti biasa akan tetapi jiwanya tetap jiwa punk.

Sudut pandang masyarakat kepada kelompok anak punk ini masih memandang sebelah mata seperti gaya  hidup yang terlalu liar, bebas, anarkis, ekstastasi, perempuan pergaulan bebas yang mengakibatkan sudut pandang masyarakat kepada kaum punk lebih makin parah atau negatif.

Masyarakat beranggapan bahwa hal tersebut sangat tidak pantas berada di budaya kita di Indonesia padahal masih ada dan banyak anak punk yang berkreasi dan dapat menghasilkan uang contohnya membuat baju membuka usaha sablon membuat lagu yang bisa mereka jual tetapi tetap saja sudut pandang masyarakat akan tetap kokoh bahwa anak punk adalah sosok kaum yang negatif masyarakat tidak bisa berfikiran sedikit sisi positif pada anak punk.

Bukan karena anak punk berpenampilan kotor masyarakat bisa menilai bahwa hati mereka juga kotor banyak yang mendeskriminasi dan menganggap anak punk itu sampah masyarakat mereka bisa berkarya hampir semua anak punk itu kreatif banyak anak punk sekarang yang sudah tidak ikut turun dijalan akan tetapi pengalaman tersebut bisa untuk bekal kita berkerja nantinya, anak punk yang sudah tidak turun jalan akan tetap menjaga solidaritas antar anak punk jikalau mereka bertemu di jalan atau ketika berpapasan.

Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa punk tidak selamanya seperti anak jalanan yatim piatu. Selain itu, punk bukanlah penyakit masyarakat, dan orang-orang dengan mohawk belum tentu tidak berperasaan. Punk memang memiliki gaya dan penampilan yang terkesan acak-acakan dan acak-acakan, namun karena kita tidak tahu bagaimana punk hidup, sekarang orang orang meniali seseorang dari covernya padahal belum tentu apa yang kita lihat didepan mata sama dengan apa yang kita pikirkan banyak mereka yang diatas menggunakan pakaian rapih berdasi tetapi tetap membohongi kita tidak bisa menilai mereka secara tidak adil hanya berdasarkan penampilan atau pakaian mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun