Kelanjutan dari Tap tersebut adalah Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025.
Dari kedua aturan tersebut, tidak ada satu pun kata yang mewajibkan perpindahan Ibu Kota Negara.
Hanya saja dalam Pasal 5 UU nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN disebutkan, (1) Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan
dan untuk menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional, Presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya
diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun pertama periode Pemerintahan Presiden
berikutnya.Â
(2) RKP sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya.
Artinya betul jika Presiden Jokowi membahas APBN 2020 sebagai koreksi atas tulisan saya yang berjudul; Perpindahan Ibu Kota Negara, Dasarnya Apa?
Namun, bila RKP yang disusun pak Jokowi  adalah perpindahan Ibu Kota Negara untuk Presiden yang akan datang apakah layak dilakukan?Â
Sebab baik, pak Jokowi dan penantangnya pak Prabowo Subianto tidak ada yang mewacanakan hal tersebut dalam kampanyenya.Â
Hal ini penting dilakukan karena sesuai ketentuan Pasal 4 ayat 2 UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, visi dan misi Presiden akan menjadi RPJM Nasional setelah disesuaikan dengan RPJP Nasional.
Baru Bisa Dibahas Resmi 2024
Bila dikaji lebih dalam lagi, masalah perpindahan Ibu Kota Negara harus melewati tahun 2025 ke atas. Sebab, baik dalam TAP MPR akan Visi Indonesia 2020 hingga RPJPN 2005-2025 tidak tercantum hal tersebut.
Dalam Lampiran RPJPN 2005-2025 Bab IV tentang Arah, Tahapan dan Prioritas RPJPN 2005-2025 huruf E pemerintah hanya diminta mengwujudkan 'Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan.'